2. Paman dan Bibi

6.5K 426 0
                                    

Mona masih duduk dengan mata terpejam. Ia tersenyum, Mona tidak pernah merasakan perasaan bergejolak seperti ini sebelumnya. Bayangan kebebasan memenuhi otaknya saat ini. Walaupun ia tahu jalan cerita yang ia buat untuk antagonis sangat jauh dari kata baik.

"Bukankah lebih menantang jika melawan takdir?" Gumam Mona sembari meregangkan otot lehernya.

Kakinya melangkah untuk ke kamar mandi. Luka di sudut wajahnya ia basuh begitu saja, sedikit perih tapi bukan apa-apa. Mona tahu kejadian apa yang baru menimpa tubuhnya ini sebelum ia mengambil alih.

Paman bajingan itu habis menenggelamkan tubuhnya di bak mandi, lalu mencambuk dan memukulnya karena Mona yang dulu tidak bersedia untuk "disewakan".

Keluarga besar Dorado adalah orang yang berada, kecuali anak terakhir dari Mirzam Dorado, Kakek Mona. Dulu Gamma Dorado, paman Mona, juga orang berada seperti saudara yang lain, tapi entah bagaimana ia terjerumus ke perjudian hingga membuatnya bangkrut. Keluarga yang lain, termasuk ayah Mona sudah menyalurkan banyak dana untuk membantu pamannya itu untuk memulai dari nol. Akan tetapi, dana yang diberikan malah digunakan untuk judi lagi. Hingga ayahnya dan anak ke satu keluarga Dorado angkat tangan untuk membantu.

Kedua orang tua Mona sudah tiada karena insiden kecelakaan. Tentu itu bukan murni kecelakaan, karena dalang dibalik itu adalah pamannya sendiri.

Gamma tahu seluruh aset yang dimiliki keluarga kakaknya itu diberikan kepada Mona dan bisa dicairkan setelah Mona memasuki umur 18 tahun. Oleh karena itu, Gamma hanya menargetkan orang tuanya dan menyisakan Mona sekarang, tentunya akan menyingkirkannya juga setelah seluruh asetnya cair.

Kelakuan buruknya itu hanya diketahui oleh istrinya. Pamannya itu sangat apik dalam bersandiwara di depan keluarga besar, seolah-olah ia akan mempersembahkan hidupnya untuk merawat Mona.

✧✧

Pintu kamar Mona yang semula terkunci kini dibuka paksa oleh Mona. Kakinya melangkah keluar dari kamarnya yang teletak terpisah di belakan rumah.

Saat memasuki bagian belakang rumah itu terlihat sepi, sepertinya paman dan bibinya itu sedang pergi bersama sang protagonis, anaknya.

Mona mengingat jelas tata letak rumah ini, karena itu ia langsung menuju ruang kerja untuk mencari benda yang ia cari. Ketemu. Jarinya dengan lancar memencet angka yang dijadikan password. Kalian tidak lupa kan jika ia adalah penulisnya? Sudah pasti ia tahu passwordnya.

Brankas terbuka, dengan cepat ia mengambil semua uang itu. Masa bodo jika nanti pamannya akan menjadi setan saat tau uangnya hilang.

Mona menghitung uang tunai ditangannya, 50 juta. Sedikit sekali, tapi sepertinya cukup satu minggu.

Setelah mengambil uangnya, sekarang Mona menuju ruang cctv. Jarinya dengan lincah menghapus rekaman beberapa waktu yang lalu dan mematikan cctv di beberapa titik.

✧✧

Suara ribut terdengar tidak jauh dari kamar Mona. Sudah dipastikan jika pamannya itu sudah mengetahui uangnya hilang, karena memang ia sengaja membuka pintu brankas begitu saja. Perasaan Mona kembali bergejolak. Ia tidak sabar menunggu keributan.

Pintu dibuka dengan kasar.

"Heh, anak sialan. Kau kan yang mengambil uangku di brankas?!" Urat otot gamma menyembul menandakan ia sedang menahan amarah.

"Bukan"

Dirinya tak berbohong, seluruh uang dan aset di rumahnya ini memang miliknya. Jadi, dia mengambil uangnya sendiri bukan milik pamannya.

Tangan Gamma terangkat untuk menampar Mona hingga suara keras dari kulit itu memenuhi ruangan. Mona sengaja membiarkan hal tersebut, ia ingin merasakan ditampar oleh pamannya. Ini adalah pengalaman baru baginya.

"Dasar pembohong" Adhara, bibi Mona mengambil cambuk yang sudah ia bawa.

Saat cambuk hampir menyentuh kulitnya ia menangkap dan menarik cambuk tersebut hingga membuat Adhara terjatuh. Ia lebih suka dipukul dengan tangan kosong.

"Awws" Kulit telanjang yang berbenturan dengan beton membuat kulit yang sebelumnya putih mulus kini memerah.

"Kurang ajar" Gamma berteriak. Emosinya kini sedang meledak tangannya terkepal siap untuk memukul keponakannya kembali.

Gadis 17 tahun itu tersenyum smirk. Tangannya menangkap kepalan tangan yang lebih besar darinya. Kekuatan dan cara Gamma mengayunkan tinjunya sungguh buruk.

Haruskah ia langsung menyerang titik vitalnya?. Ah, tapi itu tidak seru. Ia ingin melihat keributan lagi nanti. Untuk saat ini Mona hanya membuat paman dan bibinya tak sadarkan diri.

Pandangannya memandang keluar, menelisik apakah ada anak paman dan bibinya, Capella, sang protagonis utama. Mona penasaran bagaimana cantiknya Capella yang dapat membuat orang-orang ingin mengabdikan hidupnya pada sang protagonis.

I WANNA BE PROTAGONIS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang