20. Cairan Infus

3.1K 241 12
                                    

Seperti dugaannya jika nomer itu sudah tidak aktif lagi. Tapi, ada satu hal yang membuatnya terkejut, jika lokasi terakhir nomer itu adalah di daerah pantai, tempat ia berlibur.

Apakah orang itu selalu mengawasinya?.

Tepung dan air dilemparkan saat Mona baru satu langkah memasuki kelasnya. Beruntunglah karena Mona mempunyai reflek yang bagus sehingga tubuhnya hanya terkena sedikit noda.

"Pelakor kayak lo ga usah sekolah di sini"

Tepung dan air melayang lagi, melihat itu Mona segera menghindar.

"Kita tau lo ga dianggep kan sama kakek lo"

"Udah deh pergi aja dari sini, pindah juah-jauh"

"Alergi kita sama cewe kegatelan kaya lo"

Mona hanya diam sembari menikmati suara-suara yang membuat telinganya berdengung.

Tangannya reflek menangkap sebungkus tepung yang terbungkus plastik tipis. Tepung itu seketika berhamburan hingga mengenai baju dan juga tangannya.

Tiba-tiba tangannya ditarik ke belakang tubuh seseorang.

"Kalian ga usah sok ngurusin masalah orang"

"Tapi jelas-jelas dia ciuman sama cowo saudaranya sendiri. Lo jangan bias gitu dong"

Chandra masih menggenggam tangan Mona yang berada di belakangnya.

Sejujurnya Chandra juga terkejut ketika melihat rekaman itu tadi malam. Tapi bagaimanapun ia tak bisa menyalahkan Mona tanpa mengetahui kejelasannya.

"Siapa tau cowo itu duluan, jadi kalian jangan sok tau"

"Tetep aja, seharusnya Mona ngehindar. Emang dasarnya dia aja yang mauan"

Awwsss

Perempuan itu berteriak saat Chandra melemparinya sebuah rubik.

"Chandra! Lo apa-apaan sih?!"

"Kenapa? Salah lo ga ngehindar"

"Gue peringatin lagi, jangan sok tau sama urusan orang" Peringat Chandra. Iris mata coklatnya yang menajam menatap mereka satu persatu, seolah dapat melakukan hal lebih jika mereka berani melanggar kata-katanya.

Seketika bulu kuduk mereka meremang. Tak biasa melihat laki-laki yang biasa dengan Mona seserius itu.

Chandra menarik tangan Mona keluar dari kelas.

Setelah sampai di samping gudang yang terletak di bangunan sekolah bagian belakang Chandra melepaskan cekalannya.

"Lo gapapa kan?"

Mona mundur ketika tangan Chandra akan memegang kedua bahunya.

"Gapapa kok, makasih"

"Santai aja"

Chandra melirik Mona, ia sungguh penasaran akan kejelasan rekaman cctv yang tersebar. Akan tetapi, Chandra merasa Mona tak menganggapnya sedekat itu.

✧✧

"Bang, lo kalo mau pulang gapapa. Gue baik-baik aja kok"

Sedari kemarin Zion terus menunggu Esther di rumah sakit. Ia hanya akan pergi untuk membeli makanan.

Esther benar-benar berhutang budi kepada Zion. Padahal mereka tak saling mengenal.

"Gue juga gapapa kalo harus di sini"

"Please, jangan bikin gue tambah ngerasa ga enak. Lo pasti butuh istirahat."

"Kan gue juga udah istirahat di sini"

"Kalau lo nolak lagi gue bakal pulang sekarang juga"

Zion tertawa kecil.

"Iya, keras kepala banget sih. Yaudah, gue pulang dulu ya. Kalau ada apa-apa hubungin gue"

"Oke, hati-hati"

Seorang suster memasuki ruangan Esther setelah beberapa menit Zion meninggalkan ruangan itu.

Tak seperti biasa, tak ada sapaan ketika suster memeriksanya. Entah kenapa ia merasa ada yang tak beres.

"Udah jadwalnya ya sus?"

Biasanya Esther tak pernah bertanya terlebih dulu kepada suster yang mengeceknya, tapi kali ini sangat mencurigakan karena biasanya penyuntikan obat di cairan infus akan dilakukan saat cairan infusnya masih penuh.

Tak ada jawaban.

Setelah selesai menyuntikkan cairan, suster tersebut pergi tanpa mengucapkan atau melirik Esther sedikit pun.

Tak berselang lama, Esther merasa cemas, perutnya juga terasa seperti diaduk-aduk. Lama kelamaan tubuhnya gemetar dan berakhir kejang-kejang hingga beberapa menit. Tubuh Esther benar-benar tak dapat dikendalikan sampai kemudian ia pingsan.

I WANNA BE PROTAGONIS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang