9. 18 Years Old

4.9K 377 4
                                    

Di hari ulang tahunnya ini Mona akan membereskan keluarga Gamma dari rumahnya. Sebelumnya dia sebenarnya tidak ingin mempermasalahkan rumah dan perusahaan keluarganya yang diambil alih, tapi karena Gamma dan anaknya sudah mengusiknya, maka ia tak akan membiarkan hal tersebut.

Seorang pria berusia 40 tahun dengan sedikit kerutan di wajahnya tak mengurangi kadar kegagahannya. Pakaian formal yang ia kenakan sangat pas ditubuhnya. Dia Stephen, orang kepercayaan Graffias, sedang menjelaskan terkait aset yang dimiliki oleh Mona dan apa tanggung jawabnya.

"Jika anda mengambil alih perusahaan sekarang apakah anda sanggup menjalankannya?"

Mona tampak berpikir, dia memang tak ada keahlian dalam menjalankan perusahaan. Jika dia yang turun tangan, sudah dapat dipastikan belum ada 6 bulan sudah bangkrut. Lagi pula ia tidak tertarik dengan pekerjaan itu.

"Apakah saya bisa menitipkan tanggung jawab ini kepada orang lain?"

"Tentu saja"

"Baiklah, usir tuan Gamma jika dia mengaku sebagai pemilik perusahaan dan juga pecat tangan kanan dan karyawan yang protes akan keputusan saya"

"Bukankah tuan Gamma adalah paman anda?"

"Ada suatu hal yang tidak memungkinkan saya memberitahukan hal tersebut kepada orang lain. Jadi, apakah bisa?" Ada nada tak suka dalam pertanyaan Mona.

Stephen merutuki pertanyaannya yang terkesan ingin tahu dengan kepentingan orang lain.

"Maafkan pertanyaan saya, Nona"

"Tolong carikan beberapa orang yang benar-benar kompeten dalam mengurus perusahaan, nanti saya akan menyeleksi mereka sendiri"

"Baik, Nona"

"Saya akan memberikan 3 persen pendapatan bersih perusahaan kepada Anda sebagai imbalan"

Stephen terkejut. Tiga persen dari pendapatan perusahaan bukanlah jumlah yang main-main. Itu setara dengan gajinya selama satu tahun di tempat kerjanya saat ini. Stephen memang bekerja di perusahaan lain tapi tetap bertanggung jawab dengan wasiat dari atasannya dulu.

"Baik Nona, saya akan menjalankan tugas saya sebaik mungkin"

"Tapi...jika orang yang anda dapatkan seorang pengkhianat. Saya pastikan anda akan kehilangan pekerjaan sampai kapan pun"

"Baik, Nona"

✧✧

"Di mana anak sialan itu?"

Mona terus mengawasi rumahnya lewat monitor untuk memberikan perintah pada orang suruhan yang ia beli.

Dia bukannya takut untuk untuk menghadapi mereka sendiri. Tapi dia tak yakin mereka akan baik-baik saja, jika dia turun langsung. Mengingat sifat mereka yang menyebalkan.

Sepuluh orang sudah berjejer di depan rumah Graffias. Suruhan Mona dengan kemeja hitam ini bukanlah orang sembarangan yang hanya membentak, bahkan suruhannya malah lebih banyak diam. Tapi, tindakannya langsung membuat lawannya terdiam.

Untuk dapat membeli orang-orang tersebut bukanlah hal mudah. Harus menyelami web tertentu dan harganya juga pasti sangatlah tinggi, tapi sesuai dengan hasil kerjanya. Belum ada sekali pun kegagalan jika ditangani oleh mereka.

Yang paling penting adalah mereka tidak pernah muncul dalam cerita yang ia buat. Sehingga mereka tak akan terkendali pada protagonis.

"Seret mereka keluar jika mereka tetap tidak mau meninggalkan rumah itu"

Orang-orang dengan tubuh kekar yang berjejer di kediaman Graffias, sebenarnya membuat Gamma takut. Tapi, dia juga tidak mau keluar dari rumah ini.

"Baik, Nona" Jawab ketua mereka.

"Kami akan memberikan waktu 10 menit untuk kalian berkemas"

Tanpa menjawab pertanyaan Gamma mereka memberikan perintah.

"Om, kenapa dengerin anak itu?, padahal dia cuma numpang di sini, iya kan, pah?"

Gamma ragu untuk menjawab, ketika melihat tatapan orang-orang di depannya.

"I-iya, sayang"

"Om-om denger kan?, udah kalian jangan dengerin anak itu, kalian pergi aja ya"

Mona menatap layar dengan kesal.

"Percepat pengusiran, jika mereka tetap membangkang buat mereka pingsan dan buang mereka ke hutan" Perintah Mona dengan tegas.

"Baik, Nona"

"Saya beri waktu satu menit untuk angkat kaki dari rumah ini" Ucap sang ketua sembari mengeluarkan pistolnya.

Mereka bertiga terkejut ketika semua orang dengan baju hitam itu mengeluarkan pistol masing-masing. Apakah mereka akan senekat itu menembak mereka jika mereka membangkang?.

"Udah, sementara kita pergi aja" Bisik Gamma pada anak dan istrinya.

"Kami beres-beres barang dulu"

Saat Adhara akan masuk ke dalam rumah sebuah isi pistol meluncur tepat disebelanya.

Duar

Suara ledakan terdengar ketika peluru mengenai dinding.

Adhara yang melihat tembok yang tak jauh darinya berlubang terkejut bukan main. Rasanya jantungnya seperti turun.

"Bukankah tadi saya sudah memberikan waktu?. Pergi sekarang atau saya-"

"Iya, iya, kami pergi" Gamma menjawab cepat.

Tangan Gamma segera meraih tangan anak dan juga istrinya yang masih menetralkan jantungnya.

"Jangan membawa barang apa pun dari sini"

Tangan Gamma yang akan meraih pintu mobil terhenti. Bagaimana mereka akan pergi jika taka ada satu pun barang yang mereka bawa. Tangannya terkepal.

"Anak sialan"

Saat Capella ingin protes, tangan Adhara memegang pundak anaknya mengisyaratkan untuk diam. Adhara takut kalau protes lagi peluru itu tidak hanya bersarang pada dinding, tapi tubuh mereka. Akhirnya mereka keluar dari rumah yang sudah mereka tempati selama 10 tahun tanpa membawa apa pun selain handphone dan pakaian yang mereka kenakan.

"Kenapa Mona jahat banget pah?, usir kita dari rumah kita sendiri" Ucapnya dengan meneteskan air mata.

Adhara dan Gamma yang melihat Capella sedih benar-benar sangat marah pada Mona yang berani melakukan ini pada mereka. Adhara memeluk Capella untuk menenangkan.

"Sementara kita pergi ke rumah opa ya"

✧✧

Jangan lupa vote ya sayang-sayangku...

I WANNA BE PROTAGONIS! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang