•
•
•
•
•
•Hempasan angin mulai menerpa wajah kayra. terasa dingin meski kini waktu menunjukan tepat setengah hari, ini musim penghujan di bulan Desember. lalu lalang silih berganti namun kayra masih tetap menunggu entah sampai kapan, sendiri dengan harapan yang semoga saja sang Pencipta dengar.
Hingga rintik hujan mulai mencumbu bumi yang masih sembab, ia mulai menghela nafas panjang tepat saat dering ponsel berbunyi. 3 menit berlalu saat panggilan itu tersambung kini pihak sebrang memutuskan menyudahi. kayra tau, sebelum ini bahkan sebelum dirinya termenung menunggu pada halte tua yang tak lagi terpakai. dusta itu masih saja kayra percaya, meski kayra teramat tau akan kecewa, payahnya kayra tetap saja berharap itu nyata.
ia tidak jadi pulang kali ini.
padahal ia sangat rindu suasana rumah.Kayra mengeleng cepat, untuk apa bersedih pada kenyataan yang kerap terjadi?. maka dengan langkah cepat kayra menerobos lelehan tangis langit, teramat tergesa hingga ia melupakan sesuatu yang tertinggal pada kursi halte.
"Kayra sini!. " dengan langkah semakin lebih lebar gadis berbandana biru itu menghampiri sumber suara.
"yampun, bisa bisanya lo nerobos hujan gitu. " cercanya seraya mengulurkan beberapa lembar tisu yang baru saja iya raih dari ranselnya.
Kayra menerima lalu menghapus jejak air disekitar kening. " makasih, btw lo ngapain di sini? " tanyanya seraya mengamati di sekeliling mereka, karena setaunya rumah sindi tidak berada di kompleks ini.
"delivery salad disekitar sini. eh, malah hujan, mana enggak bawa jas hujan. " sebal nya yang teramat terlihat jelas. Kayra dan sindi adalah teman sekelas, tidak terlalu dekat namun mereka juga tidak canggung untuk menegur dan menyapa di kesempatan yang ada, itu karena keduanya sangat mudah bergaul. "lo sendiri kenapa masih pake baju sekolah? jangan bilang lo ketiduran lagi disekolah? "
"tau aja lo. " kekehan ringan Sindi berikan pada jawaban kayra. kayra terpaksa bohong, tidak mungkin menceritakan sesuatu yang menyedihkan yang baru saja ia alami, mengingatnya membuat kayra menyesal membuang waktu dan alhasil ia tidak kerja. padahal, hari ini sekolah pulang cepat.
"bareng engga?, tapi rumah lo dimana si?. "
"nggak usah. rumah gue deket kok, tinggal belok kanan dikit sampe. " kayra menjawab sembari menunjuk jalan komplek perumahan nya.
"busett, tinggal di perumahan elit dong? "
mendengar itu kayra hanya tersenyum menanggapi. meski yang terlihat kayra bahkan tidak pantas tinggal di rumah bagus seperti itu, anak perempuan yang sibuk kerja kesana kemari menurutnya tidak pantas bangga akan hal itu.
"yaudah gue duluan ya, sin. "setelah berpamitan kayra lantas beranjak, ia sudah sangat ingin merehatkan tubuh dan pikiran yang kacau sedari pulang sekolah tadi. rupanya ia masih saja kecewa meski ia mengelak nya berulang kali, ia masih memikirkan segala alasan untuk ia tetap menunggu semua kembali.
entah harapannya akan menjadi boomerang untuk nya kelak. atau, harapannya akan terwujud meski hidup dari sebuah kekecewaan.
•••••
Sayang nya, tidak semua hal berjalan sesuai rencana. berlaku juga untuk Kayra yang rencana nya akan istirahat setelah ia sesampainya dirumah. ia teringat beberapa pesanan kue yang harus ia antar besok pagi. dan setelah membersihkan diri Kayra sibuk dengan adonan didepannya.
rumah ini begitu sunyi, seolah tidak ada kehidupan didalamnya. mungkin hanya suara mesin kue Kayra yang beberapa kali mengisi kekosongan, dan Kayra tampak biasa dengan itu. Kayra juga bingung kenapa kedua orang tua nya meninggal kan dirinya dengan rumah bertingkat dua ini. bukan Kayra tidak bersyukur, tapi bukan kah meninggal kan putri mereka dengan rumah besar adalah membuat anak itu memiliki tanggungjawab yang besar?. rumah ini komplit dengan fasilitas, lalu bagaimana jika Kayra lengah sedikit barang dirumah ini berkurang?.
ponselnya tiba berdering, dengan cepat ia menekan ikon hijau dipojok kanan bawah.
"haloo? "
hening.
Kayra menjauhkan ponsel nya mengecek kembali apakah telepon itu masih tersambung. dan masih tenyata.
"haloo, ini siapa ya? "
masih tak ada jawaban, lalu tak lama sambungan telepon diputuskan sepihak. dan Kayra tak mengambil pusing soal kejadian barusan, perkiraan bahwa seseorang itu salah sambung adalah perkiraan yang tepat sepertinya.
"nahh selesai! " Kayra menatap bangga pada kue kering yang berhasil ia selesaikan kurang lebih 2 jam itu. setelah selesai pacing dan memisahkan masing masing pesanan Kayra lantas membersihkan kekacauan yang ia hasilkan jadi waktu istirahat nya harus ia pending terlebih dahulu.
ternyata cukup menyenangkan kan tinggal sendiri, menyenangkan sekali. ia bebas melakukan kegiatan yang ia suka, tidak ada aturan dan larangan yang harus ia jalani, tidak ada teguran setiap kali dirinya membuat kesalahan, semua berjalan begitu mudah. sekolah, kerja, bikin pesanan kue, tidur. begitu seterusnya dan Kayra tidak keberatan.
namun sayangnya itu lahir dari kebohongan. Kayra juga ingin tinggal di sebuah rumah yang hidup. lengkap, ada obrolan, dan aturan didalamnya. semua tidak mudah bagi Kayra, ia mengorbankan waktu remajanya untuk tidak ketergantungan pada kedua orang tuanya disaat anak seusianya masih menikmati uang dari orang tua mereka. tapi begini lah kenyataan nya, bolehkah dia sebut dirinya dibuang? atau lebih tepatnya tidak di inginkan? ia terlalu munafik untuk memaklumi segala tindakan orang tuanya, mengasingkan anak dibawah umur sendirian. dengan uang tak seberapa yang mereka titipkan kepada penjaga rumah ini beberapa tahun yang lalu.
anehnya mereka tampak biasa saja, menghubungi nya seolah mereka teramat dekat. menjanjikan akan cepat menjemput lalu hidup selayaknya keluarga. mereka seolah lupa bahwa harapan yang di permainan kan adalah harapan anak mereka sendiri, begitu menginginkan ia tak sendiri lagi.
"lagi pula mereka pergi dengan tempat teduh untukku. " ya.. itu lagi yang mampu Kayra untuk meyakinkan diri, bahwasanya orang tuanya masih menyayangi nya. mereka pergi namun masih menjamin tempat tinggal yang nyaman untuk nya.
"akhir tahun ini, kalau mereka masih tidak menjemput, aku menyerah menunggu. "
25 hari dari sekarang pergantian tahun.
25 dari sekarang Kayra masih menunggu.
Kayra masih mampu menunggu, namun hatinya tidak sanggup lagi untuk kecewa..
KAMU SEDANG MEMBACA
the beloved sword of lies
Teen Fictionterkadang kebohongan bisa jadi sebagai tumpuan dan penenang. mereka yang kerap berbohong adalah orang yang paling banyak memberi harapan. namun rupanya, janji janji itulah yang menenggelamkan siapapun yang percaya, mereka ingkar namun tak merasa ber...