33 - Wedding Party

663 49 15
                                    

Selama di lorong menuju venue acara pernikahan, Ashley melewati cermin-cermin besar yang memang dengan sengaja dijadikan dekorasi oleh pihak hotel. Selama itu juga Ashley terus memperhatikan bagaimana penampilannya saat ini. Tidak satu cermin pun dilewati tanpa melihat pantulan dirinya sendiri. Gaun cokelat muda selutut memeluk tubuhnya dengan sangat pas. Tidak ketat, tidak juga longgar. Bagian atasnya tertutup, hanya kerahnya yang agak lebar. Anting yang dibeli Dominick kemarin, mau tidak mau harus dipakainya. Dan Ashley akan sesekali mengusap lehernya yang terasa kosong karena tidak tertutupi apa pun.

Tidak peduli jika pada akhirnya gaun tersebut menjadi miliknya, Ashley tetap tidak bisa mengenakannya dengan penuh rasa percaya diri. Benda itu bukan sesuatu yang dibeli dengan uangnya sendiri. Dominick meminta Ashley memakainya sebagai pelengkap. Namun, kali ini kasusnya sedikit berbeda. Jika biasanya menghadiri undangan pernikahan kolega Dominick mereka menyempatkan di sela-sela waktu bekerja tanpa merias diri terlebih dahulu, hari ini Ashley justru diminta mengenakan setelan dengan warna yang sama dengan pria itu.

Dominick adalah seorang pimpinan yang berperilaku tidak masuk akal. Ashley tidak mengerti dasar seperti apa yang menjadi alasan dirinya harus berpenampilan baik malam ini.

"Wow." Ashley tidak bisa menahan rasa takjubnya ketika memasuki venue acara yang didekorasi dengan sangat cantik. Warna putih dan merah muda mendominasi, benar-benar sangat feminin untuk sebuah acara pernikahan. 

"Apa yang menakjubkan dari ini? Ini hanya acara pernikahan biasa." 

Suara Dominick menyadarkan Ashley kalau sejak tadi terus menganga. Betapa menyebalkannya mendengar ucapan seperti itu dari seseorang yang menikah di luar negeri. "Aku bahkan tidak diundang ke pernikahanmu. Mana kutahu semegah apa acaramu, Bos."

"Lalu aku harus menikah lagi?"

Dominick memiliki sepasang mata yang warnanya hitam kelam, bahkan hanya dengan menatap biasa sudah terasa tajam. Arah tatapannya hanya tidak sengaja turun sebentar dari wajah ke leher Ashley, tetapi itu sudah membuat Ashley merasa tidak nyaman hingga secara refleks mengusap lehernya. Kalau saja mantel yang dia pakai saat berangkat tadi boleh dipakai, Ashley tidak akan pernah melepaskannya sampai pulang.

"Semua orang menantikannya, aku pasti datang, Bos."

"Ya, saat itu terjadi, aku akan membuatmu bekerja keras."

Cara terbaik untuk mengasihani diri sendiri adalah dengan menjadikannya sebagai hiburan, setidaknya itu adalah alasan kenapa Ashley tertawa saat ini. "Kapan kau tidak memberiku pekerjaan?"

Dominick sudah akan merespons, tetapi diurungkan karena beberapa meter di depan mereka, ada seorang pria gemuk menyapanya dan saat ini berjalan menghampiri mereka. Ketika Dominick mempercepat langkahnya untuk turut menghampiri pria itu, Ashley sengaja membuat dirinya tertinggal. Dia bahkan belum diberi tahu harus bersikap seperti apa ketika pria itu sedang menyapa orang lain.

Namun, Ashley juga tidak berani terlalu jauh dari Dominick, dan yang dia lakukan kemudian adalah menghampiri bufet terdekat dan pura-pura sibuk memilih minuman. Dan dia terlihat lebih bodoh karena sesekali melirik ke arah Dominick yang sibuk mengobrol.

"Kau datang bersama seseorang. Tidak diperkenalkan?"

"Tidak perlu. Aku hanya tidak ingin datang sendirian. Dia bukan siapa-siapa."

Seharusnya Ashley tidak mendengarnya, tetapi itu membuat wajahnya mengerucut, sama masamnya dengan es lemon yang baru dia ambil. Sungguh memalukan rasanya sudah datang ke acara yang tidak mengundang dirinya.

Dare or JomloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang