02 - Melissa

1.1K 72 1
                                    

Melissa Rose sudah hidup bersama ayah dan kakak laki-lakinya sejak usia enam tahun. Ibunya minggat ketika usaha ayahnya bangkrut, dan tidak lama berselang ibunya berkencan dengan pria lain. Satu minggu setelahnya, satu amplop berisi berkas pengajuan cerai terselip di kotak pos rumah Melissa dan ayahnya. Melissa yang menemukan itu pertama kali hanya tahu bahwa ibunya tidak akan pulang. Begitu saja, tidak ada kata-kata perpisahan untuknya.

Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya, memang benar bagi Melissa. Lalu kakak laki-lakinya adalah cinta kedua. Ayahnya selalu memastikan semua kebutuhan Melissa dan Marc, kakaknya, terpenuhi. Tidak hanya sebagai ayah, tetapi sebagai ibu juga. Ayahnya terlalu fokus bekerja dan mengurus kedua anaknya sampai tidak berpikiran untuk menikah lagi.

Satu hal yang membuat Melissa sangat menyayangi kakaknya adalah ketika pria itu memutuskan tidak kuliah dan pergi merantau ke New York untuk bekerja. Dia melakukan itu agar Melissa bisa meneruskan pendidikannya. Setidaknya satu saja di keluarga mereka yang memiliki gelar sarjana, begitu yang diinginkan ayahnya. Setelah dua tahun lulus, ayah mereka meninggal dan Melissa memutuskan untuk ikut Marc merantau ke NYC. Di sinilah dia sekarang, menjadi pegawai di sebuah perusahaan penyedia jaringan internet.

Melissa menghantam tombol spasi pada kibornya dengan keras, seperti seluruh tenaga bermuara di ujung ibu jarinya. Bukan yang ada di layar komputer yang membuatnya kesal, tetapi ponsel di sisi kanan lengannya. Bola matanya akan bergulir menatap layar ponsel ketika benda itu menyala. Namun, dia akan berdecak kesal ketika tidak ada satu pun pesan dari seseorang yang dia tunggu sejak tadi. Melissa bahkan yakin si penerima pesan sudah membacanya.

Orang itu sangat sibuk, ya, Melissa paham betul, tetapi setidaknya sisihkan waktu satu menit saja untuk merespons. Dia tidak akan sampai seperti ini seandainya penanda bahwa pesan telah dibaca tidak aktif, atau Ashley Harper, si penerima pesan, sengaja tidak membacanya. Level kesabarannya setipis tisu jika itu berkaitan dengan seorang Ashley Harper. Sudah terlalu sering dirinya mengajak bertemu, dan selalu mendapat jawaban bahwa wanita itu harus lembur, mengurus persiapan dinas atasannya, atau ikut pergi dinas di akhir pekan. Selama dua tahun lebih sejak Melissa menyusul ke sini, jumlah pertemuan mereka bisa dihitung dengan jari. Seharusnya dua orang yang punya hubungan dekat tidak akan seperti itu. Melissa sungguh menyesalinya.

Namun, bukan tentang pesan tidak kunjung dibalas yang membuat Melissa putus asa, melainkan fakta bahwa wanita itu bekerja terlalu keras dan tidak menyisihkan waktu untuk dirinya sendiri. Melissa sebenarnya juga merasa kesal dengan waktu kerjanya yang tidak seperti pekerja kantoran biasa. Sebagai seorang staf bagian Helpdesk, layanan yang harus selalu tersedia dua puluh empat jam setiap harinya, dia bekerja dengan sistem shift. Ada kalanya dia mendapat jadwal masuk di tanggal merah, atau memulai shift setelah makan malam dan berakhir di pagi hari, tetapi hari liburnya tentu dimanfaatkan dengan baik. Dia tidak seperti Ashley yang merelakan akhir pekannya diusik oleh sang atasan tanpa mau protes.

"Aku serius akan murka kalau dia tidak membalas pesanku lagi kali ini."

Melissa menyugar rambut lurus sebahunya seperti cara seorang pria melakukannya. Kebiasaan itu didapatnya sejak bekerja di bagian yang didominasi oleh laki-laki. Satu alasan kenapa dia memilih bekerja di tempat itu adalah dia tidak harus mempertimbangkan harus memakai pakaian apa setiap harinya, atau menerima pandangan rekan kerja wanita yang lain tentang gaya berpakaiannya. Perusahaan menyediakan seragam. Keseragaman itulah yang membuat Melissa merasa nyaman. Meski begitu, Melissa bukan wanita tomboy, dia masih menata rambutnya dengan rapi dan memakai riasan tipis setiap harinya. Dia hanya anti menerima penilaian orang lain.

Dia mengetik pesan lagi di ponselnya, setelah itu meletakkannya agak jauh dari jangkauan tangan. Kali ini Melissa tidak akan membiarkan pekerjaannya kacau karena terus memikirkan pesan yang tidak berbalas.

Dare or JomloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang