24 - Hot and Cold

562 45 12
                                    

Memangkas waktu perjalanan tiga jam menjadi dua jam adalah sebuah rencana yang tidak masuk akal ketika yang mereka lewati justru jalanan sibuk New York di malam hari.

Dominick sudah memperkirakan kalau mereka akan tiba di rumah neneknya pukul delapan malam sudah termasuk mampir ke rumah makan. Namun, karena jalan yang dilewati mengalami kemacetan di beberapa titik, rencana itu gagal. Mereka bahkan belum mampir untuk makan padahal sudah pukul sembilan. Ini bahkan baru tiga per empat perjalanan menuju rumah sang nenek. Setidaknya harus menempuh setengah jam lagi baru mereka tiba.

Sudah lima menit sejak Dominick memberhentikan mobilnya di parkiran sebuah taman yang sepi. Itu dia lakukan hanya untuk menurunkan sandaran bangku Ashley. Sebelumnya bangku yang wanita itu duduki terlalu tegak hingga dia harus bersandar pada bingkai jendela mobil. Posisi itu cukup berbahaya karena jika melewati tanjakan, kepalanya akan terbentur keras. Saat bangun nanti, lehernya juga pasti akan sakit. Kalau Ashley sakit, Dominick juga repot karena tidak ada yang mengurusnya. Hanya Ashley yang mengerti semua hal yang dia butuhkan.

Dominick memandangi Ashley dalam diam untuk beberapa saat, hingga akhirnya meraih jas yang sempat dia lempar ke bangku belakang mobil selama di perjalanan tadi. Jaket itu dia lipat untuk dijadikan bantal. Namun, bukan untuk dipakainya sendiri, melainkan untuk diletakkan di bawah kepala Ashley.

Aroma vanila memenuhi udara yang Dominick hirup ketika dia membungkuk untuk mengangkat kepala Ashley pelan-pelan. Wanita itu bahkan tidak sempat mandi karena mereka segera berangkat begitu meninggalkan kantor. Akan tetapi, aroma yang manis itu menguar dari tubuhnya, entah itu berasal dari parfum, atau yang lainnya. Dominick khawatir aroma yang menggoda itu akan memancing terjadinya hal yang tidak diinginkan. Dia sampai memberi tahu Ashley agar memakai aroma-aroma yang cenderung maskulin dengan alasan untuk ketenangan. Biar bagaimanapun, Dominick tetap seorang pria. Meski tidak ada ketertarikan dalam hal perasaan, tetapi hasrat seorang lelaki dewasa bisa saja tidak tertahankan.

Ponsel yang bergetar dalam genggaman Ashley menarik perhatian Dominick. Benda itu lama-lama akan terjatuh jika tidak dipindahkan ke tempat lain. Genggamannya pun sudah melonggar, dan getaran dari pemberitahuan pesan masuk membuat ponsel tersebut bergeser pelan-pelan. Atas dasar kebaikan, Dominick berniat memindahkan ponsel tersebut ke dasbor mobil dan tidak sengaja membaca pratinjau pesan yang mencuat di layar.

Satu pesan masuk lagi, tetapi Dominick tidak lagi melihatnya karena ponsel miliknya sendiri pun berdering. Ponsel milik Ashley lantas diletakkannya di atas dasbor mobil sebelum menerima panggilan masuk di ponselnya.

"Ya, Grams?"

"Kau jadi datang atau tidak? Kenapa lama sekali?"

Dominick melirik Ashley yang masih tidur sebentar. Dia hanya ingin memastikan apakah dering ponselnya membuat tidur wanita itu terusik atau tidak.

"Jalanan macet, Grams. Sekarang kami beristirahat sebentar."

Terdengar suara embusan napas lega dari seberang sana. Dominick lantas sadar kalau neneknya itu mungkin sudah khawatir. Entah itu karena sesuatu yang terjadi selama mereka di jalan, atau Dominick tiba-tiba tidak jadi pergi karena ada sesuatu yang mendesak.

"Di mana Nona Harper? Aku sempat mengirim pesan lewat Helen, tapi tidak dibalas."

Neneknya yang sudah tua tidak lagi mampu melihat layar ponsel seperti orang-orang yang lebih muda lainnya. Seperti untuk menelepon ini saja dia pasti meminta Helen yang menekan tombolnya dan yang neneknya lakukan hanya menempelkan ponsel ke telinga.

"Dia tertidur. Ada di sebelahku." Lagi, Dominick memperhatikan wajah tidur Ashley sebelum akhirnya menyadari bahwa yang dia lakukan sungguh aneh. Kenapa harus menatap ketika wanita itu hanya sedang memejamkan mata dan mendengkur pelan.

Dare or JomloTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang