Bagian 10

945 63 1
                                    

"Dari mana?"

Kepala Araya sontak menoleh ke belakang, bulu kuduk meremang kala suara dingin itu berhasil membuat Araya berbalik badan. Dengan lampu yang mati, ruang keluarga di lantai dua, sosok yang ia hindari kini ada di hadapannya. Berdiri menjulang dengan tatapan tajam. Mulut Araya tak membalas sampai pada laki-laki itu melangkah maju. Kaki Araya mundur ke belakang sebisa mungkin menambah jarak antara mereka berdua.

"Enggak usah bergerak!" suruh Araya karena tiba-tiba tangannya ikut gemetaran. 

Laki-laki itu menampilkan seringaian kecil disusul kekehan. "Menghindariku? Kau sudah bertemu siapa sampai takut mendekatiku?" Sekali langkah, laki-laki itu berhasil ada di posisi depan Araya. Nafas laki-laki itu tidak beraturan, seperti menahan amarah.

Araya bergerak ke samping kanan, laki-laki itu mengikuti arahnya. Samping kiri, laki-laki itu masih sama mengikuti ke arah kiri. Baru saja Araya ingin memaki depan wajah laki-laki di hadapannya, telapak tangan laki-laki itu berada depan mulutnya. Belum sampai Araya memberontak, mulut sosok itu menempel pada pembatas telapak tangan. Secara tidak langsung terjadi sesuatu yang Araya tak sangka. Kemudian tangannya menjauh, lalu mengecup bekas mulut Araya di tangannya sendiri.

"Kak Angga!" tekan Araya dengan menahan suaranya agar tidak berteriak hingga membangunkan keluarganya yang menginap.

Sosok laki-laki itu adalah Angga.

Rambut Araya dirapikan kemudian selipkan ke belakang telinga. "Ini hukuman kecil dari aku."

"Hukuman nggak pantas buat gue. Kak Angga bisa gue laporkan!"

"Dengan senang hati. Aku menunggu laporan itu."

Araya hendak melangkah menjauh namun tarikan kuat di lengannya membuat ia terhempas masuk ke dalam dekapan Kak Angga. Tangan Angga dengan cepat menahan kuat badan gadisnya dari belakang. Kepalanya masuk ke ceruk leher, menghirup aroma dari kulit tubuh Araya. Sangat memabukkan. Menenangkan. Candu.

Berusaha Araya memberontak kasar agar lepas dari dekapan itu namun Angga menahannya jauh lebih erat. "Kau ingin membangunkan keluarga kita. Melihat posisi intim kita berdua?" tanya Angga tanpa menjauhkan kepalanya dari leher Araya. Pergerakan Araya terhenti dengan nafas sedikit memburu.

"Lanjutkan sayang. Aku suka."

Gila. Araya menggelengkan kepalanya.

"Gunakan mulutmu untuk menjawabku atau aku yang paksa dengan cara aku sendiri?"

Merasa tidak ada sekata pun keluar dari mulut gadis dalam dekapannya, Angga memutar tubuh Araya, tangannya tidak lepas dari pinggang Araya kemudian perlahan mendekatkan kepalanya ke wajah Araya. Mengetahui tindakan Angga, Araya meninju dada Angga dan menendang kaki Angga. Sontak Angga meringis dan Araya terlepas. Melihat kesempatan itu Araya menjauh berlari masuk ke dalam kamarnya. Sial! Kenapa kamarnya harus berada paling ujung.

Pintunya ia buka lalu masuk ke dalam, hendak ditutup tapi sebuah kaki menahan. Araya langsung menginjak kaki itu lalu menutup secara kuat. Mengunci memakai two locks.

"Baca pesanku."

Ting!

Ponsel Araya berdenting. Sebuah notifikasi masuk. Ia mendekati meja rias lalu meraih ponselnya. Matanya membaca notifikasi pesan dari nomor tak dikenal.

+624929192 ...
Siapa yang harus menjadi sasaranku kali ini, sayang?

Me
Hentikan.

+624929192 ...
Aku butuh saranmu.

Me
Jangan lakukan lagi. Gue mohon.

+624929192 ...
Kau memohon padaku?

Me
Kak Angga bisa membaca, kan?

+624929192 ...
Sayangnya aku ingin kau memohon di depanku secara langsung.

Me
Kak Angga butuh apa? Gue bakal kabulkan asal berhenti buat kegaduhan.

+624929192 ...
Besok pagi ketemu di halaman depan sebelum jam delapan. Aku mau kau memakai pakaian abu abu dan hitam.

Me
Enggak bisa. Besok hari kantor.

+624929192 ...
Silahkan pilih, mengorbankan pekerjaan atau orang dekatmu.

Me
Apa harus gue?

+624929192 ...
Aku nggak pernah mengajak siapapun dalam kegiatan kencan kita berdua.

Me
Sehabis pulang kantor, ya?

+624929192 ...
Calon tunanganmu akan menerima konsekuensinya. Pilihlah. Aku setia menunggumu.

Me
Oke. Besok jam enam kita berdua ketemu.

+624929192 ...
Pilihan yang bagus. Kau membela laki-laki sialan itu. Apa hebatnya dia?
Balas.
Jangan tidur
Araya
Aku tau kamu membaca pesan ini.

Missed Voice Call at 01.00

Missed Voice Call at 01.03

Missed Video Call at 01.10

Missed Voice Call at 01.20

Kau harus mimpi tentangku saja. Aku nggak mau ada laki-laki lain masuk dalam mimpimu.

.
.
.
.

Lanjut nanti kalau semangat.

ANGGARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang