Pagi yang tidak pernah mereka banyangkan diawali dengan packing perlengkapan mendaki ke Gunung Sanghiang. Semalam, tak lama setelah kejadian Ciara yang dirasuki sosok leluhur Pulau Mayangan, kang Taupik datang ke penginapan. Kehadirannya sangat membantu Trian dan yang lain untuk bisa memahami apa yang ingin emak sampaikan.
Satu persatu penjelasan dari emak kang Taupik bantu artikan tanpa dikurang-kurangi. Dengan penjelasan tersebut semuanya seperti kebingungan, panik dan putus asa. Bayangan akan trip liburan yang menyenangkan ternyata hanya jadi angan-angan belaka.
Emak menjelaskan bahwa semua yang terjadi ini memang akibat ulah mereka yang dilakukan secara sadar maupun yang tidak. Hal tersebut mengundang kemarahan dari para leluhur, terlebih lagi ada pantangan sudah mereka langgar.
Dengan begitu, teman merekalah yang menjadi korban. Jika tidak segera menuruti permintaan leluhur yang emak sebut sosok itu 'Nyai', maka salah satu dari mereka yaitu Ciara tidak akan selamat.
Syarat yang harus mereka lalukan adalah mengembalikan sesuatu yang katanya sudah Winda ambil dan melalukan ritual permohonan maaf di puncak Gunung Sanghiang. Satu-satunya gunung di Pulau Mayangan yang juga merupakan tempat paling disakralkan.
Ritual tersebut harus dilakukan sebelum matahari terbenam, disaat cahaya langit masih melingkupi puncak gunung. Jika melebihi batas waktu tersebut akan ada banyak hal negatif yang menggangu proses ritual. Meskipun nanti terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka harus berusaha menjaga keselamatan nyawa masing-masing sampai berhasil pulang. Begitu pesan dari emak.
Winda sendiri semalam sudah mengakui bahwa dia memang membawa sesuatu dari pantai. Namun tidak pernah dia bayangkan kalau apa yang telah dilakukan gadis remaja itu merupakan sesuatu yang salah. Karena menurut pengakuannya, sebuah kain tipis mirip selendang itu tergeletak begitu saja di pasir pantai. Sehingga gadis itu mengira benda tersebut tidak berpemilik.
Pengakuan tu semakin menguatkan alasan kenapa para leluhur bisa marah kepada mereka. Alhasil mereka sudah tidak bisa lagi bantahan karena semua buktinya ada di depan mata. Mau tak mau, mereka semua harus bertanggung jawab dengan cara pergi mendaki hingga puncak gunung Sanghiang untuk ritual sekaliguas meminta pengampunan agar bisa pulang dengan selamat.
Kini mereka semua sudah berkumpul di ruang tamu dengan barang bawaannya masing-masing. Para laki-laki membawa tas carrier yang isinya barang bermassa berat dan tas milik perempuan diisi barang pribadi, konsumsi dan obat-obatan. Sedangkan isi tas Winda dan Ciara sengaja dikurangi bebannya menimbang kondisi fisik mereka yang masih belum fit total.
Di kursi sofa kecil, Winda duduk sembari mengikat tali sepatunya. Tubuhnya memang masih terasa lemas. Melihat gadis bertubuh kecil itu kesusahan, Julio melangkah mendekat.
"Win? Aru okay?" tanya Julio hanya ingin memastikan.
"I am," jawabnya singkat tanpa menoleh.
"Bisa iketnya ga? Mau gue bantu?"
"Em, gausah Jul gue bisa sendiri. Thanks."
Mendengar pertanyaan yang selalu dijawab singkat begitu, Julio tidak lagi antusias untuk melanjutkan percakapannnya. Dia mengangguk lalu kembali ke tempat dimana tas carriernya tersandar.
Winda diam-diam sempat melirik punggung Julio yang perlahan menjauh, tapi itu tak lama, seperkian detik matanya beralih ke tempat dimana Janu berada. Disana Janu tengah membantu Ciara memasukan barang ke tas day packnya. Namun dua orang yang tengah Winda perhatikan ini tidak menyadari sorot mata kesal Winda.
Entah kenapa tiba-tiba Winda merasa tak nyaman dan kesal melihat dua orang itu semakin hari semakin akrab. Padahal selama trip ini dia juga sudah berusaha untuk menjadi dekat dengan Janu, namun respon yang dia dapat berbeda dengan perlakuan Janu kepada yang lain khususnya kepada Ciara.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIP TRAP
SpiritualCast : JaeRosé ft Other Kisah ini berawal dari.. "... Open Trip hanya dibuka 3 kali dalam setahun. Dan kali ini salah satunya adalah di Pulau Mayangan. Jadi jangan ragu dan segera daftarkan dirimu sebelum kuota penuh!" Sebelas muda mudi yang ingin b...