PT.06 - Curug Sindang Tilu

431 58 43
                                    

"Emang ga ada jalan lain lagi ya kang selain lewat sini?" tanya Janu seraya berbalik hendak mengecek rekannya yang lain.

"Engga ada mas, satu-satunya jalan ya track terjal ini. Makanya masih jarang wisatawan yang milih datang ke air terjun."Jelas kang Taupik.

Sebenarnya diantara mereka, hanya Trian yang paling paham jalur. Namun karena harus menjaga Winda akhirnya dia tidak ikut. Jadilah kang Taupik yang bersedia mengantar mereka sebagai guide sementara.

'Guide sementara' maksudnya, kang Taupik hanya bisa mengantar saat perjalanan pergi. Sampai di lokasi nanti, dia harus segera kembali. Karena mesti mengantar ikan ke pengepul di dermaga pelabuhan Merak. Sedangkan pak Ahmad dan Tio mereka sejak pagi sudah lebih dulu menyebrang.

Semalam Trian dan Janu memang sudah berusaha mencari orang yang bisa menemani mereka seharian penuh. Namun anehnya tidak ada seorang pun yang bersedia. Terlebih lagi setiap bertemu masyarakat, hal yang pertama mereka lakukan yaitu menanyakan keadaan Winda yang pingsan di Pantai. Ternyata kabar itu sudah menyebar, entah informasi itu bocor dari pemilik penginapan, pak Ahmad, atau emak.

Berakhirlah mereka dengan pilihan menerima niat baik kang Taupik. Meski Janu nantinya harus bertanggung jawab untuk mengingat jalur pulang.

Peluh sudah membasahi tubuh mereka. Sebab berjalan kaki sejauh puluhan kilometer tidak ada dalam prediksi mereka sebelumnya. Dengan tubuh yang tidak melalukan pemanasan terlebih dahulu, beginilah kondisi mereka sekarang. Kelelahan dan otot kaki mulai terasa pegal. Jadi wajar kalau baru satu jam setengah berjalan, sudah lima kali mereka beristirahat.

Di jajaran paling depan ada Janu dan kang Taupik, lalu ditengahnya ada para perempuan dan sisanya Hari, Mahen, dan Laskar ada di paling belakang.

"Tapi nanti capeknya bakal kebayar sama pemandangan di sana mas. Masih asri banget. Cuman nitip diinget aja yang saya sampein waktu itu ya mas. Harus dipatuhi ya," kata kang Taupik mengingatkan.

Janu jadi kembali teringat lagi obrolannya bersama kang Taupik saat di teras rumah emak malam itu. Kembali dia berbalik sekali lagi, kali ini menatap Ciara khawatir. Semoga gadis itu tidak kedatangan tamunya saat mereka ada di sekitar air terjun.

Kian lama, suara gemercik air semakin terdengar jelas. Menandakan bahwa tujuan mereka sebentar lagi sampai. Laskar di posisi belakang mulai sibuk mengatur kameranya. Sesekali dibantu Belinda karena ternyata mereka punya hobi yang sama. Memotret alam salah satunya.

Detik dimana saat mata mereka disuguhi pemandangan alam yang maha indah itu, semua tertegun tanpa terkecuali. Kang Taupik tersenyum melihat tingkah anak-anak kota itu. Sebegitu terpananya mereka melihat keindahan air terjun Sindang Tilu ini sampai-sampai mata mereka lupa berkedip.

Kang Taupik mengajak mereka untuk turun semakin ke bawah mendekati kaki air terjun dan aliran sungai. Dari tebing bagian atas air mengalir deras dan jatuh bersamaan dengan angin yang berhembus. Sehingga membawa bulir bulir air bercipratan ke udara. Hal itu menyebabkan suhu sekitar air terjun rasanya sangat segar dan sejuk.

"Hati-hati turunnya guys!" ucap Janu memperingati.

Sampai di bebatuan pinggir sungai. Mereka langsung saling mendahului untuk merasakan dinginnya air yang begitu jernih.

"Boleh nyebur ga kang?" Tanya Mahen.

"Boleh, tapi jangan masuk ke balik curugnya ya mas."

"Aman kang! Kuy guys nyeburrr!!" Ajak Mahen begitu semangat.

Para laki-laki segera menanggalkan pakaian atas yang mereka kenakan dan hanya menyisakan celana pendek. Lalu berlomba menceburkan diri ke dalam air jernih dan menyegarkan itu.

TRIP TRAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang