Suasana semakin menegang manakala awan gelap semakin menyelimuti langit, menaungi kepala Trian dan rombongan tripnya. Ditambah kabut yang sudah ada sejak tadi semakin lama semakin menebal. Beberapa diantara mereka juga sudah menunjukan reaksi kedinginan dari raut wajah dan gerak gerik tubuhnya.
Trian dan Janu berkali-kali bertukar pandang. Seolah melalui pertukaran tatapan mata itu, mereka saling meyakinkan diri untuk bisa melewati semua ini. Karena dari awal entah kenapa Trian lebih percaya pada Janu, pemuda asal Jakarta itu selalu bisa diandalkan.
Trian menghela napas panjang, sebelum kembali memutuskan pilihan. "Guys, dari awal kita udah sepakat buat lakuin pendakian ini. Tujuan kita bukan hanya sampai puncak, tapi harus sampai rumah lagi. Kesalahan kita memang dilakukan tanpa sadar apalagi sengaja, tapi kesalahannya itu fatal dan mau gamau kita harus bertanggung jawab agar selamat. Jadi apapun yang terjadi sekarang dan nanti, kita harus saling bantu kuatin satu sama lain. Ada engganya kang Tio sama kita, ritual tetep harus lakuin." Trian berusaha memberi sugesti positif pada anggotanya.
"Tapi bang kita udah nunggu selama ini kang Tio masih belum balik, terus siapa yang bakal ngarahin kita sampai puncak?" Seru Carlo, wajahnya sudah tak lagi segar. Matanya sayu dan bibirnya memucat akibat kedinginan.
"Iya, mana kita harus sampai puncak sebelum matahari tenggelam. Emang bisa?" Hari malah semakin memperbesar keraguan dihati para anggota.
"Bisa, kita harus yakin kita pasti bisa," jawab Trian cepat. Dia khawatir ucapan Hari bisa mempengaruhi kondisi mental yang lainnya.
"Sebisa mungkin kita jangan kosong pikirannya, jangan juga pesimis. Sugestiin kalau kita itu pasti mampu nyelesain semua ini," ucap Janu ikut menimpali.
"Sue banget ya kita. Niat mau liburan udah bayar mahal mahal, malah disuruh ritual," Hari lagi-lagi berkata asal.
"Eh Bang Hari! ucapan lo emang ga bisa dikontrol ya? emosi gue lama-lama tiap kali denger lo ngomong!" Agisty menyahut kesal.
"Sabar sabar Gis, anggap suara babi lewat aja dia mah," bisik Mahen yang juga sejujurnya sangat geram dengan etika bicara Hari.
Ciara diam-diam menarik belakang kemeja Janu, lalu pria itu pun menoleh, "kenapa Ci?" tanyanya.
"Maafin aku, kalau aja aku ga ke air terjun pas lagi halangan." Ciara berbisik lemah, dia merasa bersalah karena membuat teman-temannya turut berada dalam bahaya.
"Engga, kesalahan kita bukan berawal dari situ. Jangan menyalahkan diri sendiri terus, nanti yang ada pikiran lo penuh sama hal negatif," Janu menjawab dengan suara yang pelan. Perlahan dia menarik tangan Ciara dan menggenggamnya. Suhu hangat dari jemari Janu menyalurkan rasa nyaman pada Ciara.
Gadis itu menatap Janu, begitupun sebaliknya. "Tapi Jan-"
"Shutt! dah lo jangan mikir gitu lagi ya dan jangan menyalahkan diri sendiri. Itu malah bikin mental lo jatuh dan fisik juga makin lemah, paham Cia?" Ucap Janu dan dibalas anggukan lemas oleh Ciara. Tutur kata Janu dan cara bernada yang lembut akhirnya mampu membuat Ciara sedikit merasa lebih tenang.
"Biar ga buang-buang waktu, lebih baik kita lanjut jalan lagi. Barang kali di atas kita ketemu sama orang, nanti kita tanya arah ke puncak," saran Janu pada anggota trip.
"Ini bukan gunung dengan jalur pendakian konvensional bang, memang ada pendaki lain selain kita?" tanya Julio membangunkan rasa cemas yang lainnya.
"Semoga aja. Kita ga boleh pesimis dulu," timpal Janu.
Sebetulnya Janu sendiripun tidak begitu yakin ada orang lain selain mereka yang mendaki hari ini. Ditambah lagi kalau diingat-ingat, sejak awal mendaki mereka belum pernah berpapasan dengan pendaki lain atau warga lokal selama jalan di sepanjang jalur.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRIP TRAP
SpiritualCast : JaeRosé ft Other Kisah ini berawal dari.. "... Open Trip hanya dibuka 3 kali dalam setahun. Dan kali ini salah satunya adalah di Pulau Mayangan. Jadi jangan ragu dan segera daftarkan dirimu sebelum kuota penuh!" Sebelas muda mudi yang ingin b...