Happy Reading!
***
Semburat sinar mentari pagi mulai meninggi. Sinarnya tidak hanya menyinari pucuk-pucuk daun, namun juga halaman rumah yang penuh dengan rumput hijau. Tangis Fani mulai mereda, isak tangispun tak lagi terdengar. Reina dan Reyhan turut menanti apa yang akan diucapkan Haris. Haris tersenyum, menepuk pundak Reina dan Reyhan.
"Dulu waktu SMA Ayah dan Bunda pacaran, kurang lebih empat tahun sampai lulus sekolah. Sebenarnya setelah lulus sekolah Ayah mau menikah dengan bunda, lalu melanjutkan kuliah. Tapi pandangan Oma berbeda. Hubungan Ayah sama Bunda ditolak sama Oma. Tapi karena Ayah udah cinta mati sama Bunda, dan alasan lain sebenarnya karena Bunda dulu banyak banget yang suka dan Ayah gak mau Bunda nikah sama orang lain, makanya ayah nekat nikahin Bunda tanpa persetujuan Oma."
Haris bersandar di sandaran kursi dan menatap indahnya sinar mentari yang semakin meninggi. "Ayah dan Bunda nikah siri tanpa diketahui Oma. Karena orang tua Bunda udah gak ada, wali nikah digantikan sama paman Bunda. Sedangkan Ayah gak terlalu banyak mengundang keluarga, hanya meminta paman dan bibi untuk menjadi saksi. Dua bulan semenjak Ayah dan Bunda menikah, gak ada masalah sama sekali. Ayah izin sama Oma buat kuliah di kota jadi Oma gak curiga sama sekali."
Haris menunduk dalam, tangannya ia remas kuat untuk menyalurkan emosi. "Sampai pada akhirnya Bunda hamil. Usia kehamilan Bunda saat itu udah tua dan hari perkiraan lahir kalian udah semakin dekat. Bunda waktu itu terpeleset di kamar mandi, pendarahan hebat. Ayah bawa Bunda ke rumah sakit. Tapi karena Ayah terlanjur panik, Ayah malah telepon Oma."
Reina menatap Ayahnya, tersirat kesedihan yang mendalam di sana. Tangan yang terkepal dengan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya. "Oma datang ke rumah sakit. Marah, Oma benar-benar marah. Bahkan saat kalian lahir, Oma tetap diam. Sampai pada akhirnya Ayah meminta izin Oma buat bawa kalian ke rumah karena sebelumnya Ayah dan Bunda hanya tinggal di kos kecil. Bunda marah, dan meminta Ayah buat menceraikan Bunda."
Tidak hanya Haris, Fani kini turut menitikkan air matanya. "Tapi karena Ayah gak mau cerai dari Bunda, sedangkan Oma selalu memaksa Ayah buat ceraiin Bunda, pada Akhirnya Bunda kabur dengan membawa Reyhan. Sedangkan Reina, Bunda percayakan sama Ayah." Haris mengusap air matanya yang hampir menetes.
"Bertahun-tahun Ayah mencari keberadaan Bunda, namun percuma. Bunda menghilang tanpa jejak. Ayah sudah meminta polisi untuk mencari keberadaan Bunda, tapi nihil. Sampai pada akhirnya Ayah hanya bisa berdoa dan berharap kalian kembali." Haris menepuk pundak Reyhan. Reyhan terperengah, wajahnya datar tanpa ekspresi apapun.
"Jadi, bagaimana keputusan kalian?" Tanya Reyhan.
Haris menghembuskan napasnya kasar, "Ayah dan Bunda sepakat untuk tinggal terpisah dulu sampai Ayah berhasil meyakinkan Oma."
Reyhan menatap Haris tajam, "Bukankah kalian belum bercerai? Lalu kenapa harus tinggal berpisah?"
"Bunda gak mau kejadian itu terulang lagi Rey." Ucap Fani, Reyhan mengalihkan pandangannya.
"Terserah." Reyhan bangkit dari duduknya dan berjalan memasuki rumah tanpa memedulikan tatapan keluarga barunya.
"Maafin Ayah Rei. Ayah belum siap cerita sama kamu." Reina menatap ayahnya lekat. "Kenapa Oma gak setuju Ayah nikah sama Bunda?"
"Bunda bukan berasal dari keluarga yang kaya nak. Orang tua bunda sudah gak ada semenjak Bunda usia 12 tahun. Bunda juga jauh dari kerabat yang lain, jadi harus banting tulang buat hidup." Fani menggenggam tangan Reina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengangkasa [Terbit]
RandomTuhan, aku ingin bahagia. Akankah harapanku dapat mengangkasa? Meskipun mustahil, apakah bisa? ___ "Hai!" "Gue Reyhan."