Hampir sebulan berlalu sejak Cazia mengetahui kondisinya, namun rahasia itu masih ia simpan rapat-rapat. Hari ini, Cazia duduk sendirian di sudut kafe, memandang ke luar jendela sambil menyesap secangkir teh hangat. Kafe ini terletak tidak jauh dari kantor suaminya, Abenard, tempat yang sering menjadi tempat persinggahannya untuk berpikir dalam diam.
Pikirannya terus berputar, memikirkan bagaimana ia akan memberitahu Abenard. Setiap kali Cazia hendak memulai percakapan, hatinya selalu ragu, takut akan reaksi suaminya. Bagaimana jika Abenard kecewa? Bagaimana jika hubungan mereka berubah karena hal ini?
Sementara itu, putra mereka, Bintang, saat ini sedang pergi bersama orang tua Cazia. Kesendirian di kafe memberinya kesempatan untuk merenung lebih dalam. Rasanya setiap detik semakin berat ketika rahasia itu dipendam. Namun sampai saat ini Cazia belum siap menghadapi percakapan yang tak terhindarkan itu.
Cazia menatap cangkir tehnya yang hampir kosong, menarik napas panjang. Dia tahu waktunya semakin dekat. Cepat atau lambat, ia harus berbicara dengan Abenard. Tapi untuk sekarang, Cazia hanya ingin sejenak mengistirahatkan pikirannya dari kekhawatiran yang terus menghantui.
Saat tengah tenggelam dalam pikiran yang kusut, Cazia mendadak terusik oleh suara gaduh yang datang dari arah meja tidak jauh darinya. Ia mengangkat pandangan dan melihat seorang gadis muda, sepertinya salah satu karyawan kafe, sedang beradu argumen dengan beberapa pria bertubuh besar. Nada bicara pria-pria itu kasar dan mengancam, sementara gadis itu tampak ketakutan. Suaranya gemetar saat mencoba membela diri.
Cazia memperhatikan dengan seksama, merasa tidak asing dengan gadis muda itu. Salah satu pria itu mendorong gadis tersebut dengan kasar, nyaris membuatnya terjatuh. Hati Cazia berdegup cepat. Dari cara mereka berpakaian dan sikap mereka yang intimidatif, Cazia langsung menebak bahwa para pria itu adalah rentenir. Mereka pasti datang menagih utang atau membuat masalah lain yang biasa dihadapi orang-orang kecil seperti gadis itu.
Suasana di kafe mendadak berubah tegang. Beberapa pelanggan lain memperhatikan, tapi tidak ada yang berani campur tangan. Cazia merasa gelisah, namun juga tak bisa mengalihkan pandangan. Nalurinya ingin menolong, tetapi ia ragu. Ia tahu situasi ini berbahaya dan mencampuri urusan rentenir sering kali bisa berakhir buruk. Akan tetapi, melihat gadis itu semakin terpojok dan tak berdaya, membuat hati kecilnya tidak tega untuk hanya diam saja.
Cazia menatap sekeliling kafe, mencari tanda-tanda kalau ada yang akan bertindak. Namun, sepertinya semua orang memilih untuk pura-pura tak melihat.
=>Pak Suami<=
Setelah beberapa saat yang penuh ketegangan, akhirnya pegawai lain kafe itu berhasil mengusir para preman dengan sikap tegas dan berani. Keributan perlahan mereda, tetapi gadis muda itu tampak masih terkejut. Tak lama manajer kafe memanggilnya.
Cazia memperhatikan dari tempat duduknya, hatinya bergetar. Dia mengenali gadis itu, sering melihatnya bekerja di kafe. Terdapat rasa empati yang mendalam dalam dirinya, terlebih ketika melihat wajah gadis itu yang terlihat begitu ketakutan. Tiba-tiba, gadis itu keluar dari pintu belakang dan tanpa sadar, Cazia mendapati dirinya memandang ke arah jendela.
Entah dorongan dari mana, setelah membayar pesanannya, Cazia merasakan semangat yang tak terduga. Ia berdiri, mengambil napas dalam-dalam dan tanpa pikir panjang bergegas mengikuti gadis itu. Dia tahu betul bahwa ini mungkin tindakan yang impulsif, tetapi dorongan untuk membantu membuatnya melangkah lebih jauh.
Cazia berjalan cepat menuju pintu keluar, berharap bisa mengejar gadis itu. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang, mencampuradukkan rasa khawatir dan rasa ingin tahu.
“Hey!” Cazia memanggil gadis itu, suaranya sedikit bergetar, tetapi cukup jelas untuk menarik perhatian.
Gadis itu berhenti sejenak dan menoleh, tampak terkejut melihat Cazia mendekatinya. "Maaf, ada apa?" tanyanya terlihat ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Suami
Romance"Jadilah ibu untuk anak-anakku dan akan ku berikan seluruh hidupku." Cazia termangu diam, mengingat kembali kalimat yang selalu menggetarkan hatinya sejak pertama kali mendengarnya dulu. Kini setelah apa yang terjadi, ia mampu membayangkan kedepan s...