|TI GA PULUH LI MA|

66 3 1
                                    

Seharian ini Cazia dan Bintang di luar dan sore ini mereka berada di pusat perbelanjaan, berkeliling dari satu toko ke toko lain. Namun, cuaca semakin memburuk dan berita tentang badai salju segera tersebar di berbagai media. Cazia merasa akan sulit mendapatkan taksi atau sejenis lainnya karena jalanan akan tertutup sehingga Cazia memutuskan untuk menghubungi Abe dan mengeluarkan ponselnya.

Sebenarnya Cazia merasa khawatir jika Abe akan menolak permintaannya namun ia harus mencoba agar mereka tidak terjebak di pusat perbelanjaan ini sampai esok hari. "Halo, Mas... aku dan Bintang ada di luar dan seluruh media membicarakan badai salju akan datang. Bisa tolong jemput kami segera? Aku gak membawa mobil."

"Tentu, aku segera menuju sana. Tunggu sebentar, ya!" ucap Abe setalah terdiam beberapa saat yang membuat Cazia merasa sedih.

Cazia tersenyum merasa lega mendengar jawaban suaminya. Ternyata Abe masih peduli sama ia dan Bintang.

"Papa akan menjemput kita," ujar Cazia pada Bintang yang berada di sisi Cazia sejak tadi. Anak kecil itu bersorak senang dan tersenyum lebar. Sudah lama Bintang tidak jalan-jalan bersama ayahnya.

Beberapa menit kemudian, ponselnya bergetar dan Cazia melihat pesan dari Abenard yang mengkonfirmasi bahwa dia sudah dalam perjalanan.

"Buna, aku mau beli es krim sebelum pulang!" seru Bintang antusias ketika Cazia mengajaknya ke kasir untuk membayar semua belanjaan bahan dapur.

"Oke. Kita cepat-cepat ya. Semoga papa tiba, sebelum badai datang."

Mereka menuju bagian es krim kemasan dan membeli satu untuk Bintang. Namun, saat mereka baru selesai dari meja kasir, Cazia melihat langit semakin gelap.

=>Pak Suami<=


Abenard merasa belakangan ini ia merasa jauh dengan istri dan anaknya, hal itu sebenarnya membuat Abe merasa kecewa pada dirinya sendiri karena itu hari ini ia akan menjemput Cazia dan menghabiskan waktu bersama, mungkin sekedar menginap semalam di luar tidak masalah. Alyssa ada teman di rumah, wanita hamil itu tidak akan kesepian.

Saat Abe sedang mengemudikan mobilnya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia melihat nama Alyssa di layar. Abe menghela napas sebelum mengangkat telepon.

"Ada apa, Alyssa?"

"Mas, perutku keram dan sangat sakit! Aku gak tahu harus berbuat apa," jelas Alyssa dengan suara gemetar dan meringis menahan sakit.

Abenard merasakan kepanikan dalam suara Alyssa. Mendengar itu dia segera memutar haluan mobilnya, melupakan bahwa Cazia dan Bintang sedang menunggu. Melupakan bahwa rasa bersalahnya akan semakin tinggi.

Di otak Abe saat ini hanya ada Alyssa dan bayinya. Entah sejak kapan, intensitas Alyssa menarik perhatiannya. Bukan. Tepatnya bayi yang dikandung Alyssa. Mungkin sejak Abe merasakan euforia memenuhi segala ngidam yang dialami Alyssa dan berlindung di balik kehamilan Alyssa yang lemah, membuat Abe selalu 24 jam siap siaga menjadi suami Alyssa.

"Oke, tenanglah. Saya akan segera ke sana," ujar Abe menenangkan sambil mengebut menuju lokasi Alyssa, khawatir akan keadaan istri dan anaknya.

Sementara di tempat lain, Cazia dan Bintang masih setia menunggu Abe, namun setelah menunggu beberapa lama, Cazia mulai merasa gelisah. Abe tak kunjung datang. Cazia takut suaminya itu terjebak badai. Akhirnya Cazia mencoba menelpon Abenard lagi, tapi tidak ada jawaban.

"Mas, kamu di mana? Kami sudah menunggu lama."

Cazia menatap Bintang yang terlihat bingung. Sesekali Bintang menatap ke luar melalui dinding kaca yang mulai berembun. Angin sudah mulai terlihat kencang.

Pak SuamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang