“… sepuluh, sebelas, dua belas, tiga belas, empat— Tante!”
Cazia tersenyum lebar ketika Bintang berdiri dari pangkuan ayahnya dan berlari padanya. Cazia berjongkok seraya merentangkan tangan agar anak kecil berusia empat tahun itu dapat memeluknya.
“Lagi ngapain, Sayang?” tanya Cazia setelah mencium pipi Bintang.
“Lagi belajar hitung-hitungan sama Papa,” jawabnya mengalungkan kedua tangan pada leher Cazia yang menggendongnya.
“Terus Bintang sudah hapal sampai berapa?” tanya Cazia mendekati Abenard yang memandang kedekatan anak semata wayangnya dengan wanita yang baru di lamarnya dua hari lalu.
Cazia melirik wajah polos Bintang yang terlihat berpikir dengan tangan yang ia usap di dagu. Membuat Cazia menggeleng seraya tersenyum kecil. Lalu dengan lembut, ia kembali mencium Bintang.
“Mas,” sapa Cazia seraya menyalami Abenard dan duduk di sebelah pria tersebut dengan Bintang di pangkuannya.
“Seratus! Seratus, Tante,” seru Bintang.
Abenard tertawa sambil mengacak rambut anaknya. “Bintang juga sudah bisa menulis, Tante,” jelas Abenard yang membuat Cazia berdecak kagum.“Wah, seriusan?”
Bintang mengangguk, ia beranjak dari pangkuan Cazia dan berlari menuju sudut meja. Mengambil buku tulis dan pensil. Anak itu kembali mendekati kedua orang dewasa yang tengah memperhatikan setiap gerakannya.
“Lihat, Tante! Bintang bisa nulis nama Bintang sendiri.” Bintang meletakkan buku tulis tersebut ke atas sofa. Di antara Cazia dan Abenard. Cazia menunduk lalu memperhatikan anak kecil yang sebentar lagi akan menjadi anaknya itu. “Bin … tang A … ri … fa … dil Dem … ma … ri … o,” ujarnya mengeja sembari menuliskan setiap abjad sesuai dengan namanya.
Cazia tidak berhenti tersenyum dan mengusap kepala Bintang. “Itu m-nya dua, Sayang. Satu dihapus ya,” jelas Cazia seraya menunjukkan bagian yang salah dari tulisan Bintang yang terlihat besar-besar dan tidak rapi tersebut.
“Yang ini, Tante?” tanya Bintang mendongak. Cazia mengangguk seiring Bintang kembali fokus pada bukunya setelah menjangkau penghapus.
“Wah, Bintang hebat, Sayang! Tante bangga.”
“Iya, dong. Kan, Tante yang minta Bintang belajar. Biar nanti masuk TK, ibu gurunya nggak susah lagi ngajar Bintang yang bandel. Iya’kan Tante?” tanya Abenard tersenyum santai mencoba mengganggu Bintang.
“Bintang nggak bandel.”
“Terus yang di bilang Bunda Aisyah, apa? Katanya Bintang di sekolah PAUD suka nggak nurut apa yang dibilang Bunda Aisyah,” goda Abenard yang semakin membuat Bintang cemberut.
“Bintang nggak bandel, Tante,” lirih Bintang seolah ingin menangis.
Cazia mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Bintang nggak bandel. Papa aja yang bandel sudah isengin Bintang.”
=> Pak Suami <=
“Besok setelah ke pemakaman almarhum istri, Mas, kita ke rumah orang tua Dilla ya, kita minta restu ke beliau. Bagaimana pun, Mas sudah anggap beliau orang tua, Mas.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Suami
Romance"Jadilah ibu untuk anak-anakku dan akan ku berikan seluruh hidupku." Cazia termangu diam, mengingat kembali kalimat yang selalu menggetarkan hatinya sejak pertama kali mendengarnya dulu. Kini setelah apa yang terjadi, ia mampu membayangkan kedepan s...