Abenard merasa sangat tidak nyaman dengan keadaannya hari ini. Pekerjaan yang biasanya bisa diselesaikan dengan baik kini terasa kacau, seolah-olah setiap langkah yang diambilnya salah. Mood-nya yang buruk dan pikiran yang kacau membuatnya sulit berkonsentrasi. Namun, penyesalan mulai menghantui dirinya.
Dia teringat bagaimana Cazia menangis semalaman dan betapa sulitnya bagi istrinya menghadapi masalah itu sendirian. Abenard tahu betul bahwa keputusan untuk pergi semalam hanya membuat keadaan semakin buruk. Kini, hatinya dipenuhi rasa bersalah. Abe bertekad untuk memperbaiki kesalahan ini dan segera pulang untuk berbicara dengan Cazia. Mungkin, dengan kehadirannya, ia bisa memberikan dukungan yang dibutuhkan Cazia dan membantu meredakan kesedihannya.
Abe menyadari bahwa cinta dan kebahagiaan yang ia miliki bersama Cazia dan Bintang jauh lebih berharga daripada hal-hal lainnya. Meskipun Cazia tidak bisa hamil lagi, ia tahu bahwa Bintang sudah cukup untuk melengkapi keluarga mereka.
Perasaan cinta Abe kepada Cazia tidak berkurang sedikit pun. Baginya, keberadaan Bintang sudah menjadi anugerah yang tak ternilai. Ia ingin Cazia tahu bahwa ia akan selalu mendukungnya, tidak peduli apapun yang terjadi.
Saat perasaannya semakin kuat, Abenard memutuskan untuk berbicara dengan Cazia dan menyampaikan betapa berharganya dia di hidupnya. Ia ingin Cazia merasa dicintai dan diperhatikan serta menegaskan bahwa kebahagiaan mereka sebagai keluarga jauh lebih penting daripada semua kekhawatiran lainnya. Dengan keyakinan ini, Abenard berharap dapat menghapus kesedihan yang menyelimuti hati Cazia dan membangun kembali kehangatan yang mereka miliki.
=>Pak Suami<=
Abenard berdiri di ambang pintu, tubuhnya seolah kaku melihat Cazia yang baru saja keluar dari kamar Bintang. Pandangan mereka bertemu, dan dalam sekejap, Abe bisa merasakan kesedihan di mata sang istri, terpancar dari tatapan sendunya. Suara lembut Cazia memecah keheningan.
“Mas.…” gumam Cazia pelan, nyaris seperti bisikan.
Abe merasa dadanya sesak mendengar panggilan itu, penuh dengan kesedihan dan kebingungan yang terpendam. Langkahnya maju perlahan, mendekati Cazia. Dia ingin sekali memeluknya, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahwa dia mencintainya tanpa syarat, tapi kata-kata seakan sulit keluar.
"Dek, Mas...," Abenard berusaha memulai, tapi berhenti sesaat. Tatapan mata mereka berbicara lebih banyak daripada yang bisa diungkapkan kata-kata.
“Mas tidak butuh yang lain lagi," Abenard akhirnya berkata, suaranya tegas namun lembut. "Mas cuma butuh kamu dan Bintang. Apapun yang terjadi, Mas ada di sini untuk kamu."
Cazia mengerjapkan mata, air matanya mulai mengalir lagi. Tapi kali ini bukan karena rasa putus asa, melainkan karena kata-kata Abenard yang begitu tulus menyentuh hatinya.
Mereka masuk ke dalam kamar. Saling mendudukkan tubuh di pinggir kasur. Suasana yang awalnya hangat tiba-tiba berubah ketika Cazia mengungkit perihal pernikahan mereka.
"Mas, aku juga merasa cukup ada kamu dan Bintang. Tapi aku berpikir bagaimana caranya memberikan Bintang adik agar dia nggak kesepian?" suara Cazia bergetar dan Abenard merasa hatinya kembali tertekan. "Mas... kamu mau berkenalan dengan Alyssa?"
“Lalu apa hubungannya dengan Alyssa?”
Abenard menanggapi, merasa marah saat menyadari kemana arah pembicaraan istrinya. Dia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Baginya, gadis bernama Alyssa itu seharusnya bukan menjadi bagian dari percakapan ini. Dia sudah jelas menyatakan betapa dia tidak menginginkan orang lain dalam hidupnya.
“Alyssa, gadis yang baik dan patuh. Dia berjuang untuk ibu dan adik-adiknya. Saat ini dia sedang mengalami kesulitan. Aku merasa, seperti... kita bisa berbuat lebih banyak membantunya. Kita bisa mempertimbangkan hal lain untuknya." Cazia melanjutkan, tapi kalimatnya terputus oleh kemarahan Abenard.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Suami
Romance"Jadilah ibu untuk anak-anakku dan akan ku berikan seluruh hidupku." Cazia termangu diam, mengingat kembali kalimat yang selalu menggetarkan hatinya sejak pertama kali mendengarnya dulu. Kini setelah apa yang terjadi, ia mampu membayangkan kedepan s...