Halo, Pak Suami hadir lagi. Ingat ya, Pak Suami hadir cuma sekali seminggu. Gak lebih, kalau mau ketemu pantengin aja setiap hari Minggu ya.
Semoga aja masih ada yang suka cerita ini dan juga, jangan lupa krisar yang bermanfaat nya ditunggu plus jangan lupa klik bintang kecil di pojok bawah ya 😉
=>Pak Suami<=
Cazia duduk termenung di ruang dapur rumah Abenard. Pikirannya melayang ke tiga hari lalu. Saat niat baiknya ditolak tegas oleh ibu mertua Abe. Awalnya Cazia senang mendapat izin dari papa mertua kekasihnya itu, tapi ketika kilatan tidak suka yang dipancarkan oleh ibu mendiang mbak Dilla semakin berkobar, kebahagiaannya perlahan memudar.
Cazia masih ingat dengan jelas. Di mana ibu mbak Dilla mengatainya yang tidak-tidak dan mengusirnya dengan teriakan. Penolakan itu nyata dan Zia takut tidak mampu menghadapinya. Zia takut apa yang ia jalani bersama Abe akan berakhir seperti itu saja. Meskipun sepulang dari sana, lelaki itu menjanjikan untuk tidak melepaskannya dan terus berjuang sampai mendapatkan akhir yang pasti.
Cazia mengusap wajah dan membuang napas berat sebelum menoleh ketika mendengar derap langkah kecil menuju ke arahnya. Gadis itu tersenyum saat menemukan Bintang yang baru pulang sekolah berlari lalu memeluk pinggangnya erat.
"Tante, tadi Bintang di suruh gambar sama Bunda Aisyah," ujar Bintang mendongak.
Cazia mengusap kepala Bintang dengan sayang. Rasanya, air mata yang keluar sejak penolakan itu, ingin kembali merembes keluar. Cazia tersenyum berusaha menghalaunya. "Oh ya, terus Bintang gambar apa?"
Lalu anak lelaki kecil itu melepaskan tasnya dan mengeluarkan buku gambar. "Lihat! Ini Papa terus Bintang dan Tante. Tadi Bunda Aisyah nyuruh gambar keluarga, yang terdiri dari Ayah, Ibu. Tapi karena Bintang nggak ingat wajah Mama, Bintang gambar ini aja."
Cazia tersenyum, rasa haru karena Bintang jelas-jelas sudah menerima dan menganggapnya sebagian dari keluarga, membuat Cazia semakin sedih. Ia takut tidak mampu mengabulkan keinginan anak kecil tersebut.
"Bagus. Bintang pintar mengambar. Nanti lihatin ke Papa juga ya," Bintang mengangguk dengan mata yang mengamati gambarnya. Cazia pun kembali menggeser pandangan ke objek yang sama. "Bintang 'kan tahu wajah Mama, kenapa Mama nggak dibuat?" tanya Cazia hati-hati.
Bintang mendongak. "Bintang lupa wajah Mama, Tante. Bintang nggak punya gambaran, 'kan ini waktu kita pergi ke taman." Tunjuk Bintang ke gambar itu yang memang dibuat seperti nuansa piknik di taman beberapa hari lalu.
"Ya udah, nggak apa-apa. Sekarang Bintang ke kamar gih, mandi, bau matahari. Asem," ujar Cazia mengapit hidungnya setelah mengendus Bintang.
Anak itu memberengut dan mengerjap. "Bintang bau asam ya, Tan? Padahal tadi nggak main di luar, cuma main di dalam ruangan. Ada mainan baru."
Cazia mengangguk. "Iya, sana mandi. Tante mau masakin makan siang untuk Bintang dulu," usir Cazia seraya memberikan tas pada Bintang.
Bintang mengangguk dan mencium pipi Cazia lalu berteriak, "Mbok Ina ... bantuin Bintang mandi."
Cazia berdiri dari jongkoknya dan menggeleng pelan melihat kelakuan Bintang yang selalu menggemaskan di matanya. Ia kemudian berjalan menuju lemari es, melihat apa saja yang bisa ia olah untuk disajikan pada anaknya.
=>Pak Suami<=
"Mau di bantuin, Neng?" tanya Mbok Ina yang tiba-tiba muncul di belakang Zia yang berdiri di kabinet dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pak Suami
Romansa"Jadilah ibu untuk anak-anakku dan akan ku berikan seluruh hidupku." Cazia termangu diam, mengingat kembali kalimat yang selalu menggetarkan hatinya sejak pertama kali mendengarnya dulu. Kini setelah apa yang terjadi, ia mampu membayangkan kedepan s...