Cap 3.Penyesalan

3 2 0
                                    

Rasa sakit adalah kunci utama kamu dewasa.Rasa kecewa adalah kunci utama kamu belajar ikhlas.Sedangkan sabar?Adalah kunci utama kamu akan mendapatkan segalanya.



"Gue merasa gagal!!!! Ahh...!!!!? Apa pantas gue di panggil seorang.kakak?."

Teriakan itu terdengar jelas di dalam sebuah ruangan yang sangat gelap hanya sekecil lampu neon yang menyinarinya dari ujung sana terlihat jelas betapa mengenaskan seseorang di sana rambut acak-acakan serta pakaian yang sangat menunjukkan sebuah keputusasaan. Digenggamnya sebuah botol bir yang tinggal setengah .

Prankkk...

"Gue bener-bener bodoh !!!Gue ditugaskan untuk menjaganya !!!Bukan melihatnya seperti ini apa gunanya gaya hidup jika tugas yang gue emban saja tidak bisa gue jalankan sebaik mungkin..Ahhghgg....!".

Petiknya keras sembari melempar botol bir hingga membentur tembok yang tak bersalah itu entah apa yang ia rasakan saat ini entah penyesalan apa yang Iya alami dan kenapa keadaannya menjadi seperti tak mempunyai semangat hidup.

Hujan menyertai malam itu desiran angin menghembus menerbangkan tirai yang ada di balik jendela kamar itu sunyi hanya ada suara tangisan dan petikan penyesalan yang terlontar dari sosok di ujung sana .Apa yang sebenarnya terjadi?.

Iya terus merancau mengatakan hal-hal yang mencerminkan sebuah keputusasaan yang amat teramat dalam .Tanpa dia sadari sebuah luka tak ia rasakan.

Desiran angin malam membuat suasana semakin mencekam raut wajah yang terlihat di sana menggambarkan betapa sakitnya dirinya saat ini.

"Andaikan saat itu gue ada. Mungkin saja dia tidak akan berakhir malang seperti ini. Dia dan keluarga ini adalah permata yang Gue punya!!Tapi Gue?Akhh....!!!! ini salah gue seharusnya gue selalu ada di dekatnya dalam keadaan apapun dan tidak pernah meninggalkan apalagi berpaling pandanga".

Sosok di sana memanglah sudah kacau dia melontarkan bait demi bait perkataan yang mencerminkan sebuah penyesalan. Yang terjadi saat itu adalah sebuah takdir yang telah tertulis dan harus dihadapi oleh keluarga besar itu. Keluarga yang seharusnya hangat keluarga yang seharusnya saling melindungi dan keluarga yang seharusnya menjadi impian bagi semua orang kini harus mengalami takdir yang begitu berat.

Suara sedu tangis di sana masih terdengar jelas. Bagaikan musik di tengah rintikan hujan. Bagaikan jeritan hati yang terucap jelas di malam itu.

Flashback...

"Kita harus datang ke party-nya Alena bagaimanapun dia adik lu". Ujar seorang pria yang tengah sibuk melajukan kendaraannya.

Laju mobil itu kian kencang melewati banyak kendaraan yang lalu lalang. Hujan menyertai di malam itu. Jalanan basah sorot lampu kota ada di mana-mana namun laju mobil itu kian bertambah kencang.

"Gue sudah bilang sama lo Ger dia memang adik gue. Tapi dia tidak pernah gue anggap sebagai adik kandung gue gue hanya ingin bertemu satu orang yang sangat berharga bagi gue di masa lalu. Tapi lo tau sendiri seberapa keras gue mencoba mencari tahu siapa orang yang ada di masa lalu itu semakin gue merasa diabaikan semakin ku tak dianggap oleh mereka bahkan sekeras apapun gue memohon siapa Han itu tak ada yang menjawab. Padahal Lo sendiri tahu dan gue juga pernah cerita sama lo kalau gue mempunyai kilas balik tentang dia entah siapa entah saat ini dia ada di mana bersama siapa dan apa hubungannya sama gue."ujarnya dengan panjang berdenging di dalam mobil itu. Mobil yang dilajukan oleh sosok bernama Gerry dengan sangat kencang.

Gue sudah bosan memperdebatkan ini sedangkan lo sendiri saja tidak tahu siapa dia lawas kenapa lo mencari keberadaannya sudah cukup kita harus fokus ke pestanya Alena sebelum semuanya terlambat gue nggak ingin adik lu punya penyesalan umur dia tidak panjang Syan. Lu tahu dia punya leukimia dan lu tahu kalau itu tidak bisa disembuhkan. Setidaknya kok ada di sana ikut merayakan ulang tahun adik perempuan semata wayang Lo itu."ucapan mereka sudah tak terkendali mereka saling Serang tanpa memikirkan keadaan di depannya hingga pada akhirnya.

Brakkkk....

"Aaaaaaa..!'

Mobil bercat merah itu tiba-tiba lepas kendali menabrak pembatas yang ada di sebelah kiri membanting mobil itu sangat keras dan membuatnya terbalik.

Kerumunan keramaian ada di sana di tengah hujan malam yang disertai hembusan angin yang kencang. Mereka melihat dan menyaksikan dua orang pemuda yang terkapar bersimpah darah karena insiden itu.

......

"Halo apakah ini dengan keluarga nyonya Alsan.?" Terdengar jelas suara sosok pria yang berat Tengah berdenging telinganya.

"Iya betul ini dengan saya suga. Pengawal pribadi keluarga Alsan."

"Kalau begitu mohon pihak keluarga datang ke rumah sakit karena saudara Arsan dan temannya Gerry mengalami kecelakaan berat dan kini sedang dirawat intensif di rumah sakit."

Suara dokter itu sangat berat namun terlihat begitu tenang mencoba menyampaikan pesan yang mungkin saja membuat keluarga konglomerat itu akan sok berat.

Suga erdiam sesaat. Telepon yang ia genggam terjatuh ke lantai tanpa ia sadar. Tangannya gemetar. Ingin rasanya air mata itu langsung meluncur deras dari kedua matanya namun ia mencoba tegar Karena bagaimanapun hari ini adalah hari bahagia keluarga besar yang sudah Ia anggap sebagai keluarganya Sendiri.

Dia menggigit tangannya mencoba menahan isak tangis agar tidak terdengar oleh semua orang yang sedang menikmati pesta Putri semata wayang keluarga Alsan. Alena Mac..

Ia mencoba tenang melihat sekitar mencari keberadaan nyonya besar dan tuannya. Terlihat Mereka ada di sana di samping putrinya yang hendak meniup sebuah lilin berangka 16.

Suara gemuruh lagu berkumandang sebelum pada akhirnya berhenti membuat semua orang tersentak ketika sosok dengan raut wajah sudah kacau membeberkan fakta yang terjadi. Kecelakaan maut menimpa putra konglomerat utama itu.

Off. ........... Ia beranjak dari duduknya,berjalan sempoyongan di tengah hujan dan di antara angin dan kilat yang menyambar.kaki itu melangkah entah kemana . Tujuannya sesuai dengan pikirannya .Arsyan.

Begitu jauh ia melangkah,suasana ramai mobil lalu lalang di tengah rintihan hujan.Namun,harinya sepi dan otaknya berisik . Penyesalan itu berkeliaran di otaknya .

Langkah itu terhenti tepat di depan pintu rumah sakit yang begitu besar.Ia terhenti sejenak menatap langit yang meneteskan air hujan malam itu.Langkah itu masuk perlhan banyak orang menatap nya namun ia abikan .

Isak tangis masih ia tahan,hingga sampai lah kaki jenjang itu di depan sebuah kamar yang megah.Ia perlahan masuk memaksakan kakinya untuk kuat walau dia gemetar . Melihat nyonya sedang menahan tangis disana.Melihat Alena seperti ingin berteriak namun mencoba menahan.Ia terhenti tak jauh dari keberadaan mereka Menatap dalam sosok yang berada disana.

"Maafkan kakak! Seharusnya kakak menjemput mu saat itu.Seharusnya kakak mendengarkan perkataan Alena saat itu."Ujarnya dengan sebuah penyesalan yang tersirat dari wajah itu.sembari menatap ruangan yang disana terkapar jelas seseorang yang sangat penting baginya.Arsyan.

Umpatan kekecewaan juga ia dengar dari mulut Alena.Ia tak menggubris karena memang ini salah dia.Andai dia saat itu sudah seharusnya menjemput Arsyan mungkin semua ini tak akan terjadi . Hatinya seperti terbakar melihat orang disana belum membuka matanya.Ia kecewa terhadap dirinya sendiri semua terlihat jelas dari wajahnya.Dia yang di percaya namun dia juga yang memusnahkan kepercayaan itu.

...........

Dia Farhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang