Cap 20.Janji seorang sahabat

2 1 0
                                    

Terkadang sebuah kepercayaan bisa di lihat dari sebuah janji, bagaimana orang itu menjalankan janji sebaik mungkin.

                           🌹🌹🌹🌹🌹

Pagi menyingsing , sorot sinar sang surya masuk melalui celah jendela di ruangan sunyi itu. Ia terbangun dengan sebuah sorot mata yang amat begitu cantik di pagi hari. Ia sendirian lagi-lagi tidak ada siapa-siapa disana. Ya, memang inilah keadaannya saat ini sendirian di sebuah ruangan yang membuat-Nya muak.

"Malam yang indah. " Ujarnya, sesaat setelah kilas balik malam itu  terlintas itu hadir.Senyuman itu hadir di sertai dengan sorot sang surya yang mengintai.

Tangan itu meraih sebuah ponsel lipat yang ada disana, dan setelahnya kembali di sibukan degan sebuah rutinitasnya.

Aurelia Vaganza :Kalian gak jenguk gue apa?
Kanya dwi            :Gue masih siap-siap
Bintang Lisa         :Gue nunggu Askala
Kanya dwi             :Gak usah lo tunggu
Bintang lisa           :why?
Aurelia Vaganza   :Kenapa dengan Askala? Dia sibuk? .

Tak ada sebuah respon lagi di group itu, perkataan bahkan yang menjadi pertanyaan terkahir dari Aurelia pun tak ada jawaban apalagi reaksi. Entah apa yang terjadi disana. Namun, sudah beberapa hari dia tidak bertemu degan Askala. Kecuali hari itu, hari dimana ia pertama kali sadar namun kembali tertidur. Ia di beritahu oleh sahabat baiknya. Kanya, yang mengatakan kalau Askala jenguk saat dirinya tertidur. "Mungkin dia sibuk. " Gumamnya setelah mengingat sebuah perkataan Kanya kalau Askala datang hari itu.

Ia memainkan telfonnya, membuka sebuah galeri foto dimana banyak kenangan di dalamnya. Sampai pada akhirnya tangan itu berhenti pada salah satu foto yang ada disana. Farhan.

"Lo kemana tumben hari ini gak datang.? " Gumamnya lirih, mata indah itu menatap sebuah foto disana. Seakan menuangkan seutas harapan untuk sebuah kedatangan.

Kring....

Sebuah telepon berdenging disana, membuyarkan semua pikiran dan lautan yang ada.
 

"Hallo...! Sepatah kata keluar dari sana. Dan ia tau siapa yang menelponnya. Alaza. Walau laki-laki itu menggunakan nomor baru. Namun, dari suaranya saja ia sudah tahu siapa yang menelponnya.

" Bu bos......Hari ini anak-anak sedang sibuk, kita semua gak bisa datang maaf ya buboss... Tapi tenang, di depan sudah ada Langit dan Gabriel yang berjaga untuk bu bos..! " Ucap Alaza  memberi sebuah informasi, namun sedikit samar-samar karena terdengar sebuah kebisingan.

"Kenapa disana rame banget!! Dimana Farhan dan yang lain.!" Ucapnya dengan sebuah nada yang naik satu oktaf.

Tut.. Tut...

Telepon itu terputus tiba-tiba tak ada jawaban. Bahkan, untuk berpamitan singkat saja tidak terucap.

Entah apa yang ia pikirkan. Mendengarkan kebisingan dan ribut disana seolah menghantui pikirannya. Ia ingin memastikan namun mana bisa? Memastikan semua baik-baik saja walau dirinya sendiri saja sedang tidak baik-baik saja. Ia hanya terduduk pikirannya acak-acakan. Ia tak tahu harus bagaimana. Ia takut jika sesuatu terjadi pada mereka semua. Entah apa yang terjadi dia hanya ingin tahu. Tapi? Melihat keadaannya dia tak tahu harus berbuat apa.

"Di depan sudah ada langit. " Ia mengingat sebuah kata yang tak lama baru saja ia dengar. Ia tahu siapa Langit. Bahkan, di pikirannya ia tahu harus berbuat apa.


Bu bos:Lo bisa masuk, gue mau bicara.

Sebuah pesan masuk datang dari handphone milik-Nya. Mata itu terdiam memastikan siapa yang mengirim nya pesan. Ia sontak berbalik badan melihat dari sebuah kaca. "Bu bos. " Gumamnya sembari memastikan ulang, kalau bu bos nya yang mengirimi sebuah pesan.

Bu bos:lo sendiri an, jangan ajak Gabriel biarkan dia berjaga diepan.

Sebuah pesan kembali masuk , membuat seorang Langit tak hentinya bertanya-tanya dengan dirinya sendiri.

Tanpa pikir panjang, dan ia tak mau bu bos nya itu menungu langkah itu perlahan berjalan menuju ke sebuah pintu yang ada disana.

"Lo mau kemana. " Tegur Gabriel yang sedang berjag disana.

"Bu bos ingin bicara sama gue. " Jawab Langit dengan ekpresi datarnya.

"Jangan pernah bilang kalau situasi saat ini anak-anak sedang mencari seorang pengkhianat. Dan jangan beri tahu bu bos kalau... "

"Tentu gue akan diam saja. " Ujarnya memotong pembicaraan yang belum saja di selesaikan oleh Gabriel disana.

"Gue hanya gak ingin bu bos banyak pikiran! Dan malah jadi penyebab bu bos kembali drop. " Jelasnya dengan sorot mata yang menyimpan sebuah kekhawatiran.

"Emm.. "
Ia hanya membalas ucapan itu dengan sebuah anggukan ia faham, saat ini Farhan kekasih bu bos mereka sedang beranjak dari markas untuk menuju lokasi Adipta. Lokasi dimana sarang para pengkhianat berada.hanya mereka berdua yang tidak bisa terjun langsung ke sana. Selain mereka ditugaskan untuk menjaga bu bos mereka. Mereka berdua adalah kunci dari terbongkarnya seorang pengkhianat yang ada di Askara mua. Farhan tak ingin jika mereka kenapa-kenapa. Menugaskan mereka saat ini untuk berjaga-jaga adalah hal dan pilihan yang tepat.

Berjalan perlahan memasuki sebuah ruangan yang sunyi hanya ada dia yang tak duduk di sana Lengkap dengan alat medis di samping kanan kirinya.

"Gue nggak tahu apa yang terjadi hari ini dan gue juga nggak tahu apa yang akan kalian lakukan hari ini tapi, setidaknya kalian ngasih tahu gue selayaknya kalian seorang sahabat."

Buah perkataan yang baru saja ia dengar menggetarkan hatinya ia tak ingin suasana semakin memanas hanya karena sebuah kebohongan tetapi ia sudah berjanji untuk tidak membicarakan dan memberitahu perihal hari ini.

Dia hanya terdiam menunduk di hadapan seorang Aurelia. Tanpa sepatah kata apapun dan tanpa sebuah penjelasan sedikitpun.

"Kalau lo nggak mau ngasih tau gue, tentang apa yang terjadi hari ini .Tolong bawa gue ke tempat Farhan berada saat ini gue nggak bisa hubungin dia bahkan tadi Alaza saja telepon gue pakai nomor yang entah..Gue sendiri tak tahu itu nomornya siapa. "

Buah permohonan bahkan permintaan terucap dari mulutnya namun apa yang ia dapat sebuah balasan atau jawaban tentu tidak orang yang ia ajak bicara di sana masih terdiam tidak mengeluarkan sepatah kata apapun bahkan merespon ucapannya saja tidak.

"Gue udah janji demi kebaikan lo bu bos. " gumamnya dalam hati Ia hanya berjanji untuk tidak berbicara apapun itu demi sebuah kebaikan demi sebuah kesehatan dan tentunya demi sebuah kepercayaan mulutnya seperti terkunci rapat namun hatinya tidak rela sedangkan pikirannya berkecamuk ingin mengatakan semuanya. Tapi apalah daya semua harus ia kunci rapat sampai Farhan datang.

"Maaf Bu Bos tapi ini sudah menjadi janji kita semua untuk tidak memberitahu perihal hal ini hari ini saja percayakan semuanya pada Farhan percayakan sama pada anak-anak sekarang Bahwa hari ini akan segera
berlalu."

Ia memberi sebuah jawaban yang dari tadi Aurelia tanyakan. Namun tentu saja jawaban itu tidak memuaskan baginya. Ia hendak bertanya lagi mencari sebuah informasi tentang ada apa hari ini ?Namun, semua sia-sia laki-laki bernama Langit Itu keluar begitu saja dari ruangannya Ingin rasanya ia berteriak Ingin rasanya iya memanggil namun tiba-tiba lagi dan lagi rasa lemas Itu hadir.

Ya kembali merebahkan tubuhnya di atas berangkar itu memejamkan sedikit matanya walau pikirannya berkecamuk kemana-mana.

"Kamu dimana? " Ujarnya pelan sebelum ia menutup lemah kedua matanya.

                               ....

"Maafkan gue Bu Bos gue nggak bisa ngejelasin semuanya karena ini sudah janji yang harus kutepati. " ujarnya yang melihat dari sebuah kaca seseorang yang mulai melemah di sana. 

"Ini yang terbaik untuk dia. "Timpal Gabriel sembari menepuk bahu sahabatnya itu.

Dia Farhan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang