entah sudah berapa kali dia melihat tempat ini. hembusan angin benar-benar menyapuh tubuhnya, rambutnya terhempas ke belakang. tapi ini terasa nyaman, pemandangan padang rumput terbentang luas sepanjang mata memandang, dihias dengan bunga dandelion yang berterbangan tertiup angin. ini cantik.
Entah sudah berapa kali ia memimpikan tempat ini. tapi ini tidak membuatnya khawatir, ini bukan mimpi buruk. tempat ini terasa lebih nyaman dari pada dunia nyata. hanya disini ia bisa menenangkan pikirannya dari hiruk pikuk dunia nyata.
Dagunya bertopang pada lutut, duduk di bawah pohon besar. Ahhh ini terlalu nyaman, ia sempat berfikir apakah tempat ini ada di dunia nyata? Jika benar ia ingin mengunjunginya. Suara angin benar-benar seperti sebuah violin yang merdu. Kira-kira berapa lama mimpi ini bertahan? Kuharap ini bisa bertahan lama.
***
"DEA!!! Sudah berapa kali ku katakan berhenti membuat kesalahan!"
Dea terdiam entah sampai mana suara teriakan itu terdengar. Matanya memandang lantai, lihat bagaimana pria itu membuatnya seperti bayi. gadis itu ingin menangis tapi tidak bisa, tangannya dingin. Dea tidak bisa membantah perkataanya. Padahal dia hanya membuat sebuah kesalahan kecil dari proposal yang atasannya suruh buat.
"Perbaiki lagi!" nada Ini bukan terdengar seperti perintah, Raut wajahnya terlihat mengancam.
Lagi dan lagi gadis itu menghembuskan nafas panjang saat keluar dari ruang itu. Mata para karyawan lain memandang kearahnya. Ah lihatlah wajah orang-orang yang memandangnya saat ini, gadis ini terlihat sangat menyedihkan sekarang.
"kau terlihat kacau" seru uti wanita yang duduk disamping meja kerja dea.
"bagaimana tidak ini masih pagi dan aku sudah mendapatkan teriakan itu" ucap dea sambil menyandarkan kepalanya di atas meja.
"ku dengar karena dia tidak berhasil mendapatkan sebuah kerja sama dari perusahaan besar itu" seru dina wanita yang duduk di depan meja dea.
"Hah? Bahkan itu bukan proyek yang dikerjakan Dea kenapa amarahnya harus dilimpahkan kepada orang yang tidak ada hubungannya"
"entahlah, mending kita fokus aja sama kerjaan kita sekarang. Jangan sampai kita yang jadi target pelampiasan amarahnya" ucap dina, Kali ini dia memberi nasehat kepada kedua temannya itu.
Kepala dea masih bersandar di atas meja, benar yang dikatakan dina, Lebih baik fokus untuk sekarang ini. Entah masalah apalagi yang akan didapatkannya jika atasanya melihat dirinya bersandar di atas meja, mungkin dea akan dianggap sebagai seorang pemalas. Dia menegakkan kepalanya berusaha tegar, jangan membuat masalah lagi pikirnya. Dan untuk selanjutnya dia berfikir akan memberikan hasil revisi lewat email saja. Sepertinya gadis itu tidak punya nyali lagi untuk bertatapan dengan atasanya itu.
"nih" ucap uti sambil Memberikan sebuah permen lollipop di atas meja dea. melihat itu gadis berambut panjang tergerai tersenyum, setidaknya dia punya teman kantor yang pengertian. Sebuah permen itu sesuatu yang maniskan? Sepertinya uti ingin mengatakan setidaknya ada yang manis di pagi yang sial ini.
"terima kasih" sambil meraih permen itu.
Lampu perkotaan benar-benar menyala sangat terang, sepertinya semakin malam perkotaan semakin ramai. Jalan-jalan pertokoan benar-benar cantik saat malam hari, terlihat lebih bercahaya. Walau kecantikan itu tidak membuat beberapa orang bersemangat. Salah satunya dea gadis yang kini sedang berjalan menyulusuri jalan perkotaan. Hembusan nafas terasa lebih panjang saat pekerjaanya telah selesai. Apa yang dipikirkan saat ini tentu saja karena pekerjaannya, membuat beberapa dokumen yang harus dikumpulkan hari ini. Hingga dia harus pulang sedikit terlambat, apa yang diinginkan gadis itu saat ini adalah pulang dan beristirahat. Tapi dia sepertinya tidak bisa menahannya lagi perutnya kelaparan, sepertinya pekerjaan ini membuat dia selalu lupa untuk makan.
Kini dea berhenti di sebuah restoran, restoran itu menarik perhatian dea dari luar terlihat nyaman dan tentu nampak ramai. Sepertinya ini restaurant yang enak pikir gadis itu lihat saja semua pelanggan yang terlihat memenuhi tempat itu.
"permisi apakah di sini masih memiliki meja untuk satu orang?" Tanya dea pada seorang pelayan yang kebetulan melewati dea.
"selamat datang, bentar ya kak saya akan mengeceknya" ucapnya yang langsung bergegas meninggalkan dea yang sedang berdiri di depan pintu.
Gadis itu melihat sekeliling tempat ini, dekorasinya tidak ada yang spesial. Di lihat dari tempatnya sepertinya cukup dengan kantongnya. Ah mengingat tentang kantong, dia tersadar kalau dia harus menghemat. Sudah tanggal berapa ini? Gadis itu mulai menghitung beberapa tagihan yang harus dibayarnya.
"permisi kak, untuk sekarang mejanya sedang penuh. Tapi kalau kakak mau kakak boleh berbagi meja dengan meja yang diujung sana" ucap pelayan itu pada dea, sambil menunjuk kearah meja yang diduduki oleh satu orang pria disana.
"oh tidak masalah" ucap gadis itu ramah kepada pelayan. Hal itu tidak masalah untuk dea, sepertinya gadis berambut panjang tergerai itu sudah terlalu malas untuk keluar dan mencari restaurant lagi.
"mari kak ikut saya" ucap pelayan itu yang mengantar dea ke meja tujuan.
"permisi kak, kalau kakak tidak masalah apakah bisa berbagi meja dengan pelanggan ini?" ucap pelayan itu sopan kepada pria yang duduk sendirian.
Dea memandang pria itu dengan seksama, rambut yang hitam pekat menutup dahi, postur badan yang tegap, aura yang terkesan dingin, Mata pria itu memandang kearah dea.
"boleh silahkan" ucap pria itu dengan suaranya yang berat.
Mata dea terbuka kaget, suasana restaurant terasa menghening seketika. 'Sedang apa pria ini disini, kenapa di saat seperti ini, oh tidak seharusnya aku pergi saat pelayan mengatakan meja sedang terisi penuh' Penyesalan sesalu datang diakhir pikir gadis itu..
"P Pak" ucap dea berusaha bersikap santai. Tapi sepertinya raut wajahnya tidak demikian, dia tidak dapat mempertahankan sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dan itu sangat mudah dibaca pria yang kini kembali menatap ponselnya itu.
"duduklah" singkat, padat, dan dingin.
Saat ini suasana terasa canggung, atmosfer di sini terasa dingin. Gadis itu tidak tau harus bersikap bagaimana. Tidak dapat berkata apa-apa lagi, dea berusaha mengalihkan pandanganya ke layar handphone. Tapi itu tidak berhasil, perasaannya saat ini benar-benar satu tingkat berada di atas canggung. Bahkan makanan yang dipesan oleh dea tidak terlihat menggugah seleranya, sepertinya gadis itu tidak dapat mengunyah makanan. Mulutnya terasa kaku nafsu makanannya benar-benar hilang.
"bagaimana dengan laporan yang ku suruh revisi tadi" ucap pria dingin tersebut. Dea benar-benar hampir tersedak mendengar perkataanya. 'apalagi sekarang disaat seperti ini dia masih saja menanyakan perihal pekerjaan, dia gila' pikir dea kesal. Tapi sepertinya dia harus memendam perasaan kesalnya itu.
"sudah selesai saya perbaiki saya mengirimkan langsung pada bapak melewati email" ucap dea dengan suara sedikit pelan. Pria itu tidak menjawab perkataan dea, dia benar-benar hanya menatap dingin ke arah layar ponselnya. Seakan dia tidak mendegarnya, dea benar-benar tidak dapat berfikir jernih. Ingin rasanya gadis itu berlari meninggalkan bosnya itu.
Gadis itu memandang kearah bossnya lagi dengan perlahan, sambil berfikir apakah dia berencana untuk menetap terus di situ? Makanannya telah habis, apalagi yang harus dia lakukan. Ingin rasanya dea mengusirnya. Tapi lagi-lagi yang dapat dia lakukan hanya memendam pemikiran buruknya itu.
Setelah selesai makan, dea bergegas ke kasir untuk membayar pesanannya. Pria tinggi itu pun beranjak keluar. Perasaan legah muncul saat bossnya tidak berada di sekitarnya, hari ini benar-benar sial. Entah dosa apa yang dia lakukan kemarin sampai dia harus menderita sampai saat ini.
"saya mau bayar mbak" ucap dea sambil memberikan sebuah kartu untuk kasir.
"oh tidak usah mbak, pria tadi sudah membayar semuanya" ucap mbak kasir tersebut. Dea memandang bingun. Sejak kapan pria itu membayarnya, yang dea ingat bossnya duduk tanpa berdiri sama sekali. Tapi, dea mulai membuang pikiran itu. Mungkin dia legah karena tidak perlu membayar makan yang dia makan tadi.
~ Next Chapter ~
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY DANDELION
RomanceDea, seorang wanita muda yang bekerja di sebuah perusahaan besar, terlibat dalam situasi yang rumit dan penuh ketidakpastian dengan bosnya, Adrian. Meskipun Adrian dikenal sebagai sosok yang dingin dan sulit didekati, pertemuan demi pertemuan antara...