***
Angin berhembus terasa lebih berat di sini, udara benar-benar lebih lembab dari biasanya. Pohon-pohon terbentang mengitari danau. Adrian memandang keheranan ini bukan tempat yang sering dia kunjungi. Dia melirik kesana-kemari melihat dengan perasaan asing, tempat yang dia tempati sekarang. Dalam benaknya adrian bertanya-tanya di mana padang rumput itu? di mana bunga dandelion yang berterbangan tertiup angin? Tempat ini benar-benar berbeda dari mimpi yang sering dia lihat.
Di sini sinar matahari tidak dapat masuk dengan baik, kerena pohon menutupi cahaya itu hingga hanya menampakan sebagian cahaya yang masuk dari sela-sela daun. Tempat ini lebih tenang dari padang rumput yang dihiasi bunga dandelion. Bahkan di sini adrian dapat mendengar kicauan burung. danau di depannya terbentang dengan hiasan Bunga water lily yang mengambang di permukaan air, Cahaya mentari tidak akan menyilaukan matanya.
Bagaimana dia bisa berada di sini? Kenapa bisa dia disini? Entahlah pertanyaan itu tidak dapat dia jelaskan, mungkin ini cara pikirannya agar tidak dapat melihat gadis dandelion lagi. Di tempat ini hanya dirinya sendiri dengan pemandangan yang menenangkan, kicauan burung, dan suara air danau, serta bunga lily yang mengambang di air.
Ah ini tidak buruk.
***
Matahari bersinar terang saat ini, terik yang menyengat dapat dirasakan oleh kulit. Siang ini ibukota masih mempertahankan panasnya, banyak orang yang berlalu lalang yang tidak menyukai panasnya matahari di siang hari ibukota. Di tambah dengan polusi berbagai kendaraan menambah ketidaksukaan orang yang berlalu-lalang.
Sebuah mobil melintasi jalanan ibukota, mobil putih itu melaju dengan kecepatan normal. Adrian yang mengendarai mobil itu, berusaha fokus menatap kearah jalanan. Entah kemana dia akan pergi saat ini, yang jelas siang ini dia meninggalkan pekerjaannya di kantor. Membiarkan karyawannya bekerja tanpa ada atasannya. Itu membuat karyawan merasa legah saat mendengar bahwa adrian akan pergi entah kemana. Sehingga mereka dapat bekerja tanpa perasaan tertekan, kemanapun atasannya pergi itu bukan urusan bawahannya. Sehingga banyak yang tidak memperdulikan hal itu.
Mobil putih kini telah parkir di sebuah rumah, rumah ini besar dan nyaman. Halamannya terlihat hijau penuh dengan berbagai tanaman, terasa sejuk saat adrian tiba di sini. Adrian memakirkan mobilnya dekat di halaman rumah itu, pria itu keluar dan mulai mengetuk pintu.
"iya sebentar" terdengar sahutan dari dalam rumah itu. langkah kaki pemilik rumah bahkan dapat terdengar dari luar, semakin dekat kearah pintu. Adrian masih menunggu dengan berdiri di balik pintu.
"astaga ian, mari masuk" seru pemilik rumah, wanita paru baya yang masih terlihat cantik bergaya dengan pakaian yang sederhana itu kini mempersilahkan adrian untuk masuk. adrian tidak mengangguk, ekspresinya masih dengan dinginnya. Bahkan ekspresi itu tidak membuat wanita itu merasa aneh. Seakan dia telah terbiasa dengan ekspresi dingin yang selalu adrian tunjukan.
Kini mereka berdua duduk dalam ruangan, sebuah ruangan yang terpisah dari tempat-tempat di rumah tersebut. Adrian duduk di sebuah sofa empuk yang terasa nyaman, seakan sang pemilik rumah sengaja mempersiapkan kursi itu agar yang menduduki tidak merasa adanya tekanan. Kini wanita itu duduk di depan adrian. Sambil memandang kearah pria itu dengan seksama, tatapan adrian hanya melirik ke sebuah jendela yang memperlihatkan ayunan yang sedang digantung di bawah pohon besar.
"bagaimana mimpi mu?" ucap Alana. Wanita parubaya yang sedang duduk menatap kearah adrian, dengan nada yang seramah mungkin agar pria itu tidak merasa tersinggung.
"kali ini berbeda" ucap adrian singkat. Itu membuat tante Alana penasaran, bukan tanpa alasan adrian adalah salah satu pasiennya yang unik. Selama merawat adrian, pria itu selalu bermimpi. Mimpi yang sama selama bertahun-tahun namun, adrian selalu tertutup tidak pernah memberi tahukan tentang apa yang sebenarnya yang dia alami. Yang dia katakana hanya tentang bagaimana dengan mimpinya, pohon, daun dan bunga dandelion. Jadi apa yang berbeda dengan mimpinya kali ini.
"apa yang berbeda?" Tanya tante Alana.
"aku menjumpai perempuan dalam mimpi ku" jawab adrian.
"perempuan? Apakah kamu melihat wajahnya?"
"tidak wajahnya tidak dapat dilihat" jawab adrian.
"bagaimana rupanya?"
"rambutnya terurai, angin selalu bertiup kearahnya. Bunga dandelion selalu berterbangan di sekitarnya, dia memakai gaun putih melebihi lutut." Jawab adrian.
"apa dia ibuku? Itu pemikiran ku pertama kali saat melihat kemunculannya" Tanya adrian lagi. sambil menatap serius kepada tante Alana seakan dia ingin menerkamnya jika dia memberikan jawaban yang salah.
"aku tidak tau, tapi dari deskripsi mu sepertinya dia perempuan berusia muda" jawab tante Alana.
"hmm aku juga berfikir begitu" seru adrian.
"bagaimana perasaanmu saat kemunculannya" Tanya tante Alana lagi.
"perasaan? Jika di mimpiku memiliki pisau aku akan membunuhnya agar dia menghilang dari dunia ku" jawab adrian dingin, seutas senyum muncul dari bibir adrian. Mata pria itu menatap kearah tante Alana. Seakan sedang menyindirnya.
"jadi apakau membunuhnya?"
"belum sempat karena sejak itu, dunia ku berubah" jawab adrian.
***
Bau ruangan kini penuh dengan bau makanan yang sedang dimasak oleh dea, harum wangi tersebut membuat dirinya sendiri tidak sabar untuk memakannya. Sejak kejadian dia hujan-hujanan bersama adrian. Dea jarang melihatnya lagi, pria itu tidak terlalu sering untuk berada di kantor. Sangat mengherankan bagaimana kantor masih berjalan dengan kondusif saat ketidak hadiran adrian.
Gadis itu kini meletakan semua makanan yang telah dia masak ke sebuah meja yang tidak terlalu besar. Hanya diisi oleh dua kursi saja, apertemennya tidak sebesar adrian sehingga dia harus menggunakan barang-barang yang memiliki ukuran yang besar. Lagi pula hal itu sepertinya akan lebih mahal.
Sebelum kegiatan makannya dimulai dea kini sedang memilih flim yang akan dia nonton sambil makan, memilih berdasarkan moodnya kali ini. kadang itu sesuatu yang romantis, kadang misteri, bahkan kadang kala flim horror.
Flim telah terputar, gadis itupun kini memulai kegitan makannya itu. nasi goreng dengan telur, itu menu makanan yang dimasak olehnya kali ini. saat malam hari itu menu yang gampang untuk dibuat olehnya. Bahkan kadang kala dea akan membeli makanan di pinggir jalan saat pulang bekerja.
Bunyi notifikasi berbunyi dari ponselnya, dia melirik kelayar ponsel melihat siapa yang mengiriminya pesan itu. tertulis dengan jelas nama pak Adrian dengan huruf capital, sontak itu membuat gadis itu hampir tersedak melihat nama itu. bukan namanya yang membuat dea hampir tersedak. Tapi isi pesan itu yang membuatnya tersedak.
'aku di depan pintu, buka cepat' bahkan ketikannya terdengar seperti suruhan. Gadis itu lantas bergegas kearah pintu, dia tidak lagi memperhatikan penampilannya. Ini sudah malam, jam kerja telah usai. Tapi kenapa pria itu selalu memaksa gadis itu bekerja, ah perasaan jengkel muncul dalam benak dea.
Dia lantas membuka pintu, dengan perlahan sambil mengatur nafasnya. Kini sosok itu telah terlihat di depan dea. Pria tinggi itu, ternyata benar-benar berada di depan apertemenya. Bagaimana dia bisa tau apertemennya. Tidak dapat dipercaya oleh dea.
Dea memandang kearah adrian, pria itu kini berdiri dengan menggunakan kaos putih dengan celana jeans. Rambutnya tidak tertata sehingga terjuntai menutup dahi bahkan hingga menyentuh ujung hidungnya. Tangan kanannya memegang tas yang dipikul, sedangkan tangan kirinya memegang sekantong yang berisi makanan. apa maksudnya itu, kini pemandangan dea kepadanya benar-benar membuat gadis itu tidak dapat berkata apa-apa.
Adrian melangkah masuk dengan santai seakan gadis itu telah mempersilahkan masuk kepada dirinya. Gadis itu di depan pintu masih dengan posisi tidak dapat berkata-kata, astaga apa yang sebenarnya yang ingin dilakukan oleh adrian.
"aku akan tidur di sini" ucap adrian yang sedang berbaring di atas ranjang gadis itu.
"Apa?!"
~ Next Chapter ~
KAMU SEDANG MEMBACA
LADY DANDELION
RomanceDea, seorang wanita muda yang bekerja di sebuah perusahaan besar, terlibat dalam situasi yang rumit dan penuh ketidakpastian dengan bosnya, Adrian. Meskipun Adrian dikenal sebagai sosok yang dingin dan sulit didekati, pertemuan demi pertemuan antara...