Chapter 2

20 5 0
                                    

Mimpi ini lagi, tempat yang nyaman. Angin berhembus menerpa badannya secara acak, ini tidak mengganggu sama sekali. Ini terasa sangat sejuk, mungkin ini salah satu tempat di surga. Kamu tidak akan merasakan tekanan di tempat ini.

Awan melayang di langit menghias langit yang biru. Ia masih duduk di bawah pohon, sejauh mata memandang tempat ini merupakan padang rumput yang hanya setinggi lutut. Berkali-kali telah dilihatnya pemandangan ini, tapi tidak pernah bosan untuk melihatnya berulang kali. Bunga dandelion bertebaran berhambur mengikuti kemana pun angin bertiup. Sungguh pemandangan yang indah, sudah berapa kali ia memimpikan ini? Terasa hangat, sejuk, dan nyaman.

Rasanya ia tidak ingin bangun dari mimpi ini. Dunia begitu kejam, dunia begitu jahat. Dan ia akan sendirian lagi dan lagi. Di dunia nyata ia hanya mahluk dengan tubuh tanpa arwah, begitu kosong dan hampa.

***

Udara ibukota masih terasa sejuk, langit masih terlihat kehitaman. Ini masih terlalu dini untuk beraktifitas. seorang gadis keluar menggunakan handuk dari kamar mandi, seakan dia telah bersiap untuk memulai hari yang melelahkan ini.

Rambutnya yang basah dia ikat menggunakan handuk yang kecil, agar air tidak menetes ke lantai. Dea duduk di depan meja rias yang memiliki cermin membuka handuk di kepalanya. Dan dia mulai mengeringkan rambutnya dengan hair dryer, sambil mengecek dengan tangan bagian mana yang Nampak masih basah.

Setelah selesai berdandan dia mulai beranjak kearah lemari, membukanya sambil berfikir apa yang harus dia kenakan untuk kerja hari ini. Pilihannya jatuh pada sebuah kameja berwarna pink, dengan celana kain hitam.

Dea kembali ke cermin melihat dirinya lagi, melihat apakah ada sesuatu yang kurang dari penampilannya. Setelah dirasa cukup, dia mengambil tasnya yang berisi barang-barang yang dibutuhkan untuk di bawah ke kantor.

Gadis itu memang selalu bersiap lebih awal, dia tidak ingin terkena macetnya ibu kota. Dia juga tidak ingin terburu-buru karena mengejar waktu. Gadis itu keluar dari apertementnya dengan perasaan siap untuk menghadapi hari ini. Dia keluar sambil memegang handphone untuk memesan ojek online.

Tempat pemberhentiannya tidak langsung di depan gedung kantornya dia memilih untuk singgah ke sebuah toko roti yang tidak jauh dari gedung tersebut. Dea selalu singgah ke tempat ini jika masih banyak waktu yang tersisah. Karena toko roti ini selalu buka lebih awal dari banyak toko yang lain. Pilihan roti yang variasi, dan tentu harganya yang terjangkau.

Dengan tas selempang berwarna coklat dan tangan kanan yang memegang bungkusan berisi roti dan susu coklat. Dea berjalan keluar dari toko itu. Langkahnya pelan sambil sesekali melihat kearah jam di tangan kirinya.

Dea tersentak saat berpapasan dengan pria yang tinggi, yang hampir menabraknya. Dia mulai memandang ke arah pria itu. Kameja putih berdasi biru, Dengan tangan kanan yang memegang sebuah jaz. Aroma parfumnya tercium dari hidung dea, aroma maskulin.

"minggir" ucap pria itu ketus pada dea. Seketika lamunan dea tersadar, astaga dia harus tau siapa yang dia jumpai saat ini.

"mari pak silahkan lewat" ucap dea saat mengetahui bahwa itu adalah atasanya. Bahkan sekarang masih pagi, tapi kenapa dia harus bertemu dengan pria itu? Ah ini pasti pertanda buruk. pikir dea sambil terus melangkah, alangkah baiknya jika gadis itu pergi dari hadapannya sekarang.

Untuk pergi ke kantornya gadis itu harus menyebrangi jalan. Dia berdiri sambil menunggu lampu jalan berwarna hijau. Detik-detik itu terasa sangat lama saat harus menunggu, dea memandang jam tangannya lagi. Masih banyak waktu untuknya tiba di kantor tanpa terlambat.

Dea menghirup aroma yang familiar, gadis itu melirik kearah kanan aroma itu berasal dari pria tinggi yang berdiri tepat di sampingnya. Dea harus mendongak ke atas untuk melihat wajah pria itu dari samping, terlihat aneh. Mata yang menatap lurus, terlihat sangat lelah. Dea mulai berfikir berapa banyak pria ini bekerja? Sepertinya dia tidak punya waktu untuk istirahat. Tiba-tiba pria itu mulai melangkah, meninggalkan dea yang mulai tersadar dari pikirannya. Dea memandang lampu lalu lintas yang telah berwarna hijau.

Sepanjang jalan dia memandang punggung pria itu, ada sesuatu yang berbeda dengannya. Tapi sekali lagi, dea menghempas pemikirannya itu. Pria itu pantas mendapatkannya karena apa yang dia lakukan pada dirinya kemarin.

"kamu udah tau kan kalau kita akan meeting jam 10?" ucap dina yang tiba-tiba muncul dari belakang dea. Gadis itu melirik ke arahnya mendongak keatas menatap dina.

"ia aku tau, aku udah dengar infonya tadi" jawab dea sambil melirik kearah berkas yang di taruh dina di atas mejanya.

"baguslah, ini materi nanti. bos baru memberikannya tadi pagi. Dibaca ya jangan sampai kita jadi bahan pelampiasan amarahnya lagi" ucap dina. Dea sedikit tidak suka jika harus mengetahui pembahasannya disaat waktu yang mempet. Apalagi mendengar kata 'bos' yang memberikan materinya, kemungkinan besar atasannya akan hadir dalam meeting.

"okey, thanks ya din" ucap dea, Sambil membuka map yang diberikan dina.

Dalam ruang meeting terdiri lima orang, dea dan dina duduk bersebelahan Sedangkan di hadapan mereka berdua terdapat atasannya dan seorang wanita. Dea tau siapa gadis itu, dia adalah assistennya. Sedangkan yang sedang berdiri di depan monitor adalah doni, manejer perencanaan. Suasana di dalam ruangan terasa sekali dinginnya, bukan karena AC tapi seorang pria yang sangat mendominasi yang sedang berapa di depan dea. Pria itu benar-benar mampu membuat orang terlihat terintimidasi.

Dea tidak berani untuk melihat mata atasannya, jadi gadis itu hanya mendengar doni menjelaskan materinya, sedangkan matanya melirik kesana kemari. Sampai matanya teralihkan oleh sesuatu yang menarik.

Tangan seorang pria yang terlihat bekas sayatan. Kuku tangan yang nampak berantakan seakan itu dipotong menggunakan gigi. Bahkan dea dapat melihat ada bekas darah di ujungg jarinya walau tidak terlalu nampak. Apakah dia yang melakukan itu? Kukira pria itu selalu menjaga penampilannya. Lihat saja pakaian yang dia gunakan saat ini, stelan itu, rambut yang disisir rapi, bahkan parfumnya. Pikir dea. Namun lagi-lagi dia berusaha untuk tidak terlalu memikirkannya, gadis itu berfikir bisa jadi tangannya terluka Karena dia sedang membongkar mesin atau sebagainya.

"sekian dari penjelasan saya, mungkin ada yang ingin ditanya?" Tanya doni.

"selama lima tahun peningkatan pengguna dari Aplikasi ini semakin membaik kurasa tidak masalah untuk menetapkan rencana yang telah disampaikan" seru dina yang menatap bossnya itu, pria itu hanya duduk menatap ponselnya Tanpa memberikan kritik, saran, atau pertanyaan.

"perkembangan pengguna memang stabil, tapi itu tidak menutup kemungkin orang-orang akan selalu menggunakan Aplikasi ini. Kurasa kita harus memperkuat kepercayaan pengguna sehingga mindset orang terhadap aplikasi ini bukan sebagai solusi, melainkan kebutuhan yang harus mereka gunakan" kali ini dea yang berbicara, perkataanya membuat rekan yang berada di dalam ruang itu mengangguk setuju. Bagaimanapun mereka harus mengantisipasi terhadap kompotitor baru yang akan mereka hadapi di masa depan.

"okey rapat kali ini sampai di sini, lusa kita akan melakukan rapat lagi. Kuharap saat itu kalian sudah memiliki sebuah rencana yang lebih baik" ucap pria itu dengan suaranya yang berat. Bahkan saat selesai mengatakan itu, dia langsung beranjak pergi yang diikuti oleh assistennya meninggalkan dina, dea, dan dino.

"hufft ku kira aku bakal diteriakin lagi, aku sangat gugup saat aku disuruh untuk menyiapkan materi" seru dino yang terlihat legah karena kali ini dia tidak membuat masalah.

"haha semangat ketua" ucap dina.

"bersemangat lah kamu harus menghadapinya lagi lusa" seru dea terkekeh. mendengar ucapan dea, membuat perasaan dino yang telah legah kembali menjadi gugup. Ah sepertinya aku ingin mengambil cuti ku sekarang pikir dino.

~ Next Chapter ~

LADY DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang