Chapter 5

13 4 0
                                    

Gadis itu terbangun, setelah beristirahat beberapa jam dia meresakan badannya terasa lebih segar ketimbang semalam. Dea merenggangkan badannya, ritual yang dilakukan banyak orang untuk melemaskan otot-otot dari kegiatan tidur. Dea melirik situasi saat ini, matanya melirik kesekelilingnya. Dia mulai ingat tentang segala macam kejadian yang terjadi semalam, pria itu memberikan tempat untuknya beristirahat. Tempat tidur ini benar-benar sangat nyaman, terlalu empuk hinggat terasa seperti tidur di atas awan. Bukannya memilih untuk bangun, dea malah memilih untuk berbaring lagi. Sepertinya tempat tidur ini memiliki efek candu.

Dia memejamkan mata sebentar, di sini di dalam ruangan ini terasa sangat hening. Hingga kamu tidak akan tau apa yang akan terjadi di luar, bahkan waktu pun seakan terasa berhenti. Berbicara tentang waktu? Sudah jam berapa ini? Dea bangkit dari rebahannya. Matanya terbuka lebar dia tersadar bahwa dia harus bekerja saat ini. Terlambat sama dengan pemotongan gaji, dia melirik kearah jam tangannya. 9.30 kini dia benar-benar terlambat.

"astaga demi apa bagaimana mungkin pria itu tidak membangunkannya" gerutu dea sebal. Dia bangkit dari tempat tidur rambutnya acak-acakan, bahkan kameja yang dia gunakan dari kemarin sudah tidak terbentuk lagi. Dia melangkah kearah pintu membukanya dengan perlahan melihat keberbagai arah ruangan yang kosong itu. apa bosnya itu juga belum bangun? Dia melangkah perlahan mengelilingi ruangan ini. Terasa luas Karena tidak memiliki prabotan. Kain gorden telah terbuka cahaya matahari masuk ke dalam ruangan mengisi ruang kosong ini. Dea melihat ke luar jendela, dari sini dia dapat melihat bagaimana pemandangan ibu kota. manusia yang berlalu lalang di bawah gedung terlihat sekecil semut, Bahkan gedung yang mewah memiliki pemandangan yang bagus. Langitnya terlihat cerah dengan birunya, sedangkan awan tidak nampak menghiasinya.

Dea berfikir lagi jika kain ini telah terbuka. Berarti pria itu telah bangun, karena yang dia ingat kain ini masih tertutup setiba kehadiran mereka. Dia pun melangkah lagi, kini dia tiba ke sebuah dapur. Ah andrian tidak berbohong saat mengatakan di sini masih meliki prabotan. Dea melihat sebuah bungkusan di atas meja makan. Dia mengenal bungkusan itu, bungkusan yang berasal dari toko roti yang selalu dia singgah saat pagi. Terdapat catatan yang ditempel di luar bungkusan.

'hari ini bolos kerja, untuk bertemu dengan klien saya sudah menyuruh tia. Mandilah sebelum keluar, di balik cermin kamar mandi telah ada alat mandi yang kamu butuh'

Dia memandang lagi kearah bungkusan roti tersebut, apa roti ini dia gunakan untuk membungkam ku untuk menjaga rahasianya? Hufft seharusnya dia memberikan ku lebih mahal dari pada ini. Pikir dea, gadis itu tentu tidak akan menyebarkannya rahasianya. Dia hanya tidak ingin terlibat lebih jauh dengan masalah orang lain. Baginya beban masalahnya sudah berat untuk dipikul, jadi gadis itu sebisa mungkin untuk tidak menambah beban dari orang lain. Walau masih banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan.

***

"ah bagaimana pun itu, rumah sendiri memang lebih nyaman." Seru dea saat dia telah tiba di apertemennya. Setelah berberes-beres dia langsung bergegas untuk pulang. Apartement yang besar itu benar-benar terasa sepi, menetap lebih lama lagi mungkin dia akan menjadi gila. tidak ada TV, isi kulkas yang kosong, ruangan yang kosong, bagaimana laki-laki itu bisa bertahan di tempat yang hampa itu? satu-satu tempat yang dapat dinikmati adalah pemandangan dari jendelanya. Maka dari itu setelah membersihkan diri dea memilih untuk pergi.

Dea berbaring di kasurnya, kasur itu tidak seempuk kasur yang dimiliki oleh bosnya. Tapi setidaknya ini lebih nyaman daripada memakai barang milik orang lain. Dea mengecek ponselnya, penuh dengan notifikasi, ah dia lupa temannya harus menggantikan pekerjaannya.

'sakit apa kamu? Betapa kagetnya aku saat pak Adrian memanggil ku untuk menggantikan pekerjaan mu. Kamu harus mentraktir ku makan pokoknya' membaca pesan itu dea hanya ketawa membayangkan raut wajah tia yang kesulitan. Karena itu yang sering di rasakan dea saat teman-temannya sakit atau cuti.

'maafkan aku, aku akan mentraktirmu nanti' balas dea. Tidak berlangsung lama bunyi notif kembali.

'tidak perlu, kau istirahat saja. Aku sangat berterima kasih jika kamu kembali dalam keadaan sehat' dea bersyukur mendapat teman kerja yang baik. Itulah kenapa dia masih bertahan di tempatnya bekerja, walaupun memiliki atasan segalak Adrian. Tapi apa benar dia segalak itu? mengingat kejadian semalam sepertinya sudah tidak ada rasa takut jika melihat atasannya, perasaanya sekarang malah lebih condong pada prihatin. Entah apa yang membuat dea berfikir seperti itu, apa karena kejadian semalam? memikirkan semua itu membuat dia makin pusing. Daripada itu sepertinya dea lebih memilih untuk menghabiskan waktu liburnya yang tersisah sekarang ini.

Di tempatnya berbaring dea berfikir, apa yang harus dia lakukan sekarang. Dia terus berfikir untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Selain hari minggu dea akan menjadi budak korporat yang menghabiskan waktunya untuk bekerja hingga dia harus sering lembur. Dea sempat heran kenapa kesibukannya itu tidak pernah membuatnya sakit. Tubuh gadis itu benar-benar tahan banting.

***

Ruangan ini sunyi, tidak memiliki satu tanda kehidupan. Ruangan yang kosong, gelap, dan hening. Dari sini dapat dia perkirakan bahwa gadis itu telah pergi. Adrian menyalakan beberapa lampu agar dapat berjalan, tapi tidak semua lampu dia nyalakan membuat pencahayaan tidak dapat menggapai beberapa sisi ruangan. Adrian melangkah dengan perlahan ke dalam kamar tidur, tempat tidur itu terlihat rapi pertanda seseorang telah merapikannya. Tentu gadis itu yang merapikannya, hanya dia yang berkunjung terakhir kali.

Setelah membersihkan diri, kini Adrian telah berganti pakaian dengan celana olahraga panjang dan kaos putih polos. Kini dia terlihat lebih sederhana tanpa jaz, dasi, dan rambut yang ditata rapi. Dia mengenggam sebuah tab di tangannya, sambil melihat beberapa email yang masuk. dia berjalan kearah dapur berfikir untuk meminum segelas air sebelum dia tidur.

Hari yang melelahkan bagi Adrian, ada satu hal yang ingin dia lakukan sekarang yaitu pergi ke dunia yang dia ciptakan.

***

"aku belum setua itu untuk dipanggil ibu tau" ucap gadis dandileon, wajahnya masih seterang mentari hingga sulit untuk melihat wajah aslinya di balik cahaya. Gadis itu duduk di sebelah Adrian. Sambil melihat ke hamparan rumput.

"tempat ini cantik, apa kamu selalu menikmati pemandangan ini?" Tanya gadis dandelion. Pertanyaannya tidak dijawab oleh Adrian. Pria itu sedang memikirkan bagaimana bisa gadis ini datang ke dalam dunianya. Ini adalah tempat yang hanya boleh digunakan olehnya. Ini tempat ternyamannya, dunia rahasia yang hanya boleh dia seorang yang mengetahuinya.

"jangan takut, aku ada di sini" ucap gadis dandelion lagi. Kali ini Adrian menatapnya, dia dapat melihat bagaimana angin menghempaskan rambut gadis itu. gadis itu menatapnya lagi, wajahnya masih terhalang mentari tapi bibirnya dapat dilihat oleh Adrian. Gadis itu tersenyum kearahnya, tapi senyum itu tidak membuat Adrian merubah ekspresinya. Seakan tubuh pria itu kosong tidak memiliki kehidupan. Gadis dandelion pun kini berdiri sambil berlari kearah hamparan rumbut meninggalkan Adrian yang duduk sendirian di bawah pohon. Suara tawa gadis itu dapat di dengar dari tempat Adrian duduk, menari-nari dengan bunga dandelion yang berterbangan tertiup angin. Rumput-rumput bergoyang seakan mengikuti gadis itu bermain.

Adrian memandang pemandangan itu, pemandangan di depannya sekarang bukan hanya hamparan rumput dan bunga dandelion yang bertebaran dengan tenang. Seorang gadis yang entah darimana asalnya, menambah pemandangan baru di dunia yang dia ciptakan. perasaan tenang? Entahlah baginya itu menganggu.

Tapi itu tidak mengusiknya.

~ Next Chapter ~

LADY DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang