Chapter 6

13 4 2
                                    

Dea berjalan mengitari mall, entah sudah jam berapa sekarang gadis itu masih mengitari mall tanpa membeli sesuatu. Yang dia lakukan adalah melihat-lihat barang-barang mahal yang tidak mungkin dia beli dengan uangnya sekarang. Dia sedikit menyesal sekarang, berjalan-jalan untuk menikmati hari liburnya ternyata hanya membuat kakinya lelah. Semakin besar mallnya semakin mahal barang-barangnya, Tidak ada yang bisa dia beli, dea akhirnya memilih untuk makan di sebuah restoran dan memesan menu yang paling murah. Jujur untuk membeli sebuah makanan dea masih mampu untuk membelinya, namun gadis itu terlalu sayang terhadap uangnya. Baginya dia berkerja keras bukan untuk dihambur-hamburkan.

Perutnya terasa kekenyangan sekarang, ternyata menu murah itu memiliki porsi yang banyak. Setidaknya tidak ada rasa kecewa sekarang. Dea lanjut berjalan, kini pemandangannya tertuju pada toko buku. Itu satu-satunya toko yang belum dia kunjungi saat ini, dea jarang untuk pergi ke toko buku. Menurutnya buku membuatnya ngantuk, maka dari itu dia malas untuk membeli buku. Lebih seru untuk menonton flim dari pada membaca. Tapi untuk sekarang mungkin tidak ada salahnya untuk mencoba masuk ke toko itu.

Tempat ini benar-benar penuh dengan buku. Walau mereka menjual juga beberapa alat tulis, dan barang electronik. Tapi tetap saja buku menjadi senter di sini, buku tersusun rapi di rak-rak tersebut. Bahkan ada juga yang terletak di meja yang mereka gunakan untuk memajang buku. Dea menyelusuri berbagai rak, sambil melihat sampul buku yang didesain dengan cantik. Ada juga desain yang simple yang hanya lebih condong pada judulnya. Dia terus berjalan kearah rak-rak yang diisi oleh buku-buku novel, sambil melihat berbagai buku, mulai dari yang tipis hingga buku yang tebal halamannya. Dea sempat berfikir apakah ada yang akan membaca buku setebal ini? Mustahil untuk dea melakukannya.

Kini pemandangannya tertuju pada sebuah buku, sampulnya sangat berbeda dengan yang ada di sekitarnya. Buku lain benar-benar memiliki kualitas gambar yang bagus pada sampulnya. Hanya buku ini yang berbeda, tulisan berwarna hitam dengan baground berwarna putih. Buku ini di taruh berdampingan dengan buku yang memiliki kualitas dalam seni gambarnya. Dea sempat bingung kepada penulisnya, kenapa membuat sampul yang seperti ini? Tidak ada yang ingin membelinya jika sampulnya saja tidak membuatnya menarik. Dia membalikan buku, dan membaca blurb dari buku itu,

Perasaan seseorang itu bersih dan suci. Namun cinta yang membuatnya kotor, cinta yang menulis kisah perjalanan seseorang. Tinta cinta tidak dapat menghilang, itu seperti noda yang jika kau hapus hanya akan membuatnya membekas. Pilihan ada pada kita menulis akhir yang baik atau sebaliknya....

Kali ini dea kembali melihat depan sampul buku tersebut. Ini seperti kertas putih, sedangkan judul tersebut yang mengotorinya. Ah kali ini dia paham sekarang, hitam putih ini memiliki makna dari cerita yang penulis buat. Bagaimana akhirnya itu membuat dea penasaran, kini dia akhirnya memilih untuk membeli buku tersebut. Hitam putih itu akhirnya memenangkan perhatian dea dari sekian buku yang memiliki desain gambar yang bagus. Buku ini lebih membuat orang penasaran terhadap isinya, entah bagus tidaknya buku tersebut yang jelas kita yang menentukan.

Gadis itu keluar dari toko tersebut sambil menenteng kantung buku yang dia beli, entah kapan dia akan membacanya. Bahka dirinya sendiri tidak yakin bahwa dia akan membacanya, dea masih berperinsip bahwa buku hanya akan membuatnya mengantuk.

Di luar toko, lampu-lampu terlihat lebih terang. dea melihat jam tangannya, kini telah menunjukan pukul sembilan lewat. Dia harus pulang sekarang, jika tidak dia akan terlambat untuk menaiki kereta. Gadis itu akhirnya berjalan arah pintu keluar, kini ibu kota benar-benar terlihat gelap. Namun pertokoan dan gedung-gedung masih terang menderang. Jarak stasiun kereta tidak jauh dari tempat ini, dia memilih untuk berjalan sedikit kearah stasiun.

Langkah dea terus berjalan menyulusuri trotoar, jalan masih ramai sekarang. Itu menambah keberaniannya untuk berjalan ke stasiun tanpa ketakutan. Sambil melirik kiri kanan melihat-lihat toko yang dia lewati sepanjang jalan. Kini pandangannya melirik kearah restaurant, restorant yang dia ketahui yang baru dibuka. Ini adalah restaurant yang pernah dia kunjungi dan berjumpa dengan Adrian. Entah kenapa dia jadi teringat dengan Adrian, pria yang memiliki sifat aneh. Mengingat kejadian itu membuat dea menarik nafasnya, apa yang sedang dilakukannya sekarang? Apa pria itu akan bertingkah kesakitan lagi? Ah pikirannya menjadi semakin pusing saat memikirkannya.

Entah suhu tubuh dea yang semakin dingin, atau ibu kota yang semakin mendingin. Udara saat ini benar-benar terasa lebih dingin untuk dea, angin bahkan berhembus lebih kencang dari biasanya. Dea tidak tau jika suhu ibukota saat malam akan terasa sedingin ini sekarang. Dea pun mulai mempercepat langkahnya, namun langkahnya tiba-tiba berhenti saat setetes air mengenai wajahnya. bahkan tidak sampai sepuluh detik saat tetesan air mengenai wajah dea, kini tetesan itu menetes semakin banyak dan deras.

Hujan kini menyelimuti ibu kota. membuat dea memilih untuk meneduh di pinggiran toko, memperhatikan hujan yang semakin deras entah kapan akan berhenti. Gadis itu dapat merasakan bagaimana percikan air membasahi kakinya. ah gadis itu tidak menyukai hujan, hujan selalu menghambat pekerjaannya. Apalagi sekarang dia tidak membawa payung, benar-benar menghambat perjalanan dea untuk kembali pulang.

Hujan semakin deras, bahkan suara kendaraan yang berlalu-lalang tidak terdengar di telinga dea. Dea memperhatikan orang-orang yang sedang ikut berteduh. Sambil memperhatikan hujan berharap untuk segera berhenti.

Matanya menangkap sosok yang aneh, 'siapa orang gila yang berjelan di derasnya hujan saat ini' seru dea dalam hati. Matanya memandang kearah seorang pria yang sedang berjalan di derasnya hujan. Pria itu berjalan seakan hujan tidak pernah terjadi, seakan tidak masalah jika tubuhnya basah dan kedinginan. dari jauh dea dapat melihat pria itu, postur tinggi membuat dia menjadi objek pemandangan orang-orang yang sedang berteduh. Dia memperhatikan lagi sosok itu cahaya lampu jalan dan toko-toko yang terang membuatnya bayangan pria itu masih dapat dilihat, dea memperhatikan dengan seksama terlihat familiar. Langkah kaki yang tidak bertenaga seakan pemilik tubuh itu kosong tanpa kehidupan, seakan dia melangkah tanpa roh dalam tubuhnya. Ah sekarang dia tau siapa dia, itu Adrian. Apa yang sedang pria itu lakukan sebenarnya?

***

"aku dapat melihat jelas apa yang kamu pikirkan saat melihat ku. siapa gadis ini? Bagaimana bisa dia muncul? Ah gadis ini menganggu ku. semua itu dapat dibaca dengan jelas di wajah mu" ucap gadis dandelion. Itu membuat Adrian heran, sudah 22 tahun sejak Adrian menciptakan dunia ini untuk menangkan pikirannya. Dan tidak ada sosok yang muncul, hanya sebuah tempat yang tenang dan santai.

"aku tidak bisa menjawab siapa aku,bahkan aku tidak tau siapa nama ku. begitupun aku tidak tau bagaimana aku muncul di sini. Oh untuk aku menganggu mu aku minta maaf, aku tidak bermaksud" gadis dandelion itu menjawab pertanyaanya sendiri. Tidak, itu adalah pertanyaan yang dipikirkan oleh Adrian. Gadis itu dapat membacanya dengan jelas, seakan isi pikiran Adrian dapat bersuara. Adrian benci saat gadis itu menjawab pertanyaan di pikirannya. Rasa kegelisahan mulai muncul dalam benak Adrian. Terlebih saat gadis itu menjawab dengan senyuman itu. Adrian tidak bisa menahannya lagi, kini kegelisahan itu tiba-tiba menjadi sebuah amarah.

"KAU PERGI DARI DUNIA KU!!!!" Ancam Adrian. Kini ia berdiri teriakannya keras hingga bergeming. Urat di lehernya tercetak jelas. Teriakan itu membuat dunia ini seakan berhenti bekerja, langit biru kini terselimuti oleh awan abu-abu. Angin kini berombang-ambing seperti ombak di laut. Bunga dandelion berterbangan secara acak tidak beriringan. Dunia tersentak dengan teriakan itu.

Gadis dandelion kini berdiri memandang Adrian, wajahnya yang biasa terselimuti mentari kini menjadi berwarna abu-abu. Gadis dandelion masih berdiri seakan dunia yang sudah berubah ini tidak menganggunya sama sekali. Di balik cahaya itu gadis dandelion sedang menatap Adrian yang sedang melampiaskan amarahnya. Wajah pria itu masih berkerut marah, pikirannya sekarang benar-benar kacau. Semakin banyak yang Adrian pikirkan semakin besar emosinya. Adrian oh Adrian kau akan menghancurkan dunia yang sudah bertahun-tahun telah kau ciptakan dengan teriakan itu. gadis dandelion kini masih memandang kearahnya, di balik cahaya yang abu-abu gadis itu tersenyum kearah Adrian.

"kau yang menciptakan aku Adrian"

~Next Chapter~

LADY DANDELIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang