BAB 2

0 1 0
                                    

---

**Bab 2: Kegagalan yang Menyakitkan**

Pagi itu, Jakarta bersinar cerah, tetapi di dalam ruangan kecil Alia yang dikelilingi oleh hologram dan peralatan teknologi, suasana terasa jauh dari cerah. Alia duduk di depan komputernya, menatap dengan cemas pada layar yang menampilkan email dari Akademi Teknologi Nasional. Setelah semalam yang melelahkan, saatnya telah tiba untuk mengetahui hasil dari proyek finalnya.

Tangan Alia bergetar saat dia membuka email tersebut. Dia membaca hasil penilaiannya dengan mata yang penuh harapan dan ketegangan. Ketika kalimat pertama muncul, matanya membesar, dan napasnya tertahan. "Kami menyesal menginformasikan bahwa proyek simulasi Anda tidak memenuhi standar yang diharapkan..."

Ketika kalimat selanjutnya menguraikan alasan kegagalannya—kesalahan kecil dalam integrasi data yang tidak terdeteksi—rasa sakit hati dan kekecewaan melanda dirinya. Dia telah memberikan yang terbaik, dan hasilnya terasa seperti pukulan telak.

Alia terdiam, tidak mampu bergerak. Kesulitan meresap ke dalam pikirannya, dan dia merasa seolah-olah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Dia mengingat semua jam yang telah dia habiskan untuk memastikan simulasi itu sempurna, dan merasa bahwa semua usaha itu sia-sia.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk. Ibunya, Rina, memasuki ruangan dengan tatapan khawatir. "Alia, kamu baik-baik saja? Aku dengar suara jatuh dari sini."

Alia tidak dapat menahan diri lagi. Dia berbalik dan memeluk ibunya, air mata mulai mengalir. "Aku gagal, Bu. Semua kerja keras ini... tidak ada artinya. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang."

Rina membelai rambut putrinya dengan lembut. "Kita semua menghadapi kegagalan, sayang. Itu tidak berarti bahwa semuanya berakhir. Ini hanya salah satu dari banyak rintangan yang harus kamu hadapi. Ingat, setiap kegagalan adalah pelajaran."

Setelah beberapa saat, Alia menarik napas panjang dan meresapi kata-kata ibunya. Dia tahu ibunya benar, tetapi kemarahan dan kesedihan masih menyelimuti dirinya. Dia merasa kehilangan arah dan pertanyaan yang mengganggu pikirannya—apakah dia benar-benar mampu mewujudkan impiannya?

Hari itu berlalu dengan lambat. Alia mencoba mengalihkan pikirannya dengan melakukan pekerjaan rumah dan mencoba menjaga dirinya sibuk. Namun, di malam hari, dia tidak bisa tidur. Kegagalan itu terus berputar di kepalanya, dan dia mulai meragukan kemampuannya sendiri.

Keesokan paginya, Alia menerima panggilan telepon dari Dr. Adrian. Dengan hati-hati, Alia menjelaskan hasil evaluasi dan bagaimana dia merasa hancur. "Saya ingin tahu, apakah saya benar-benar bisa melanjutkan setelah kegagalan ini?" tanyanya, suaranya penuh dengan keraguan.

"Alia," suara Dr. Adrian terdengar penuh perhatian dan tegas. "Kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Tapi ini juga merupakan kesempatan untuk menganalisis apa yang salah dan memperbaikinya. Aku akan datang dan kita akan meninjau simulasi bersama. Ada hal-hal yang bisa diperbaiki dan mungkin kita bisa menemukan solusi."

Setelah menutup telepon, Alia merasa sedikit terhibur. Setidaknya, dia tidak sendirian dalam menghadapi kegagalan ini. Meskipun rasa sakit masih ada, dia mulai merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi tantangan berikutnya.

Di malam hari, Alia menghabiskan waktu meninjau kembali proyeknya. Dengan tekad yang diperbaharui, dia memulai perbaikan, menganalisis data dengan cermat, dan mencoba memperbaiki kesalahan yang terlewat. Dia tahu bahwa untuk bangkit dari kegagalan ini, dia harus berkomitmen sepenuhnya dan mengatasi masalah dengan kepala dingin.

Alia tidak tidur sama sekali malam itu, tetapi dia merasa lebih percaya diri saat matahari terbit. Meskipun jalan di depan masih penuh dengan ketidakpastian, dia bertekad untuk menghadapi apa pun yang datang dan tidak menyerah pada impiannya. Dengan semangat baru, dia menantikan pertemuan dengan Dr. Adrian, berharap dapat menemukan jalan keluar dari kegelapan ini dan melanjutkan perjalanan menuju mimpinya.

---

Bab 2 ini menggambarkan dampak emosional dari kegagalan dan bagaimana Alia berjuang untuk bangkit. Ini menambahkan kedalaman pada karakter, memperlihatkan dukungan dari ibunya, dan membangun antisipasi untuk langkah selanjutnya dalam cerita.

MimpikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang