BAB 11: NO FEELING CONFESSION

27 1 0
                                    

Airlangga's POV

"A-aku tuh udah pasang alarm buat bangun dua tiga jam abis tidur bentar eh tapi-"

"Kamu nggak bangun! Papa matiin alarm kamu."

"Papa? Beneran?"

"Hm, Mana kamu ngorok kenceng banget loh kata Papa kamu, Ari! Tadi malam tuh Papa ke sini sama Pak Arifin. Dan Papa cerita ke Mama kalo kamu tuh kayak kebo tidurnya mana ngoroknya itu ngeganggu banget, sahut-sahutan sama alarm kamu yang berisik sampai bikin Nak Angga gak bisa tidur!"

Sebetulnya aku tuh tadi malam pengen bilang sama om Fathan jangan ngebahas masalah ini sama anaknya tapi kayak biasa, aku nggak bisa konsentrasi dan udah kepotong lagi sama pembicaraan lain yang bikin aku lupa buat nyampein ke dia jangan cerita-cerita sama siapapun soal Anna yang mendengkur. Termasuk ke Anna sendiri.

Aku tahu Anna udah capek banget dari kemarin pagi. Kerjaan yang aku kasih ke dia itu nggak sedikit. Ditambah lagi dia juga pasti under pressure banget waktu harus presentasi karena dia nggak tahu siapa yang harus dipresentasiin. Sampai akhirnya ada kecelakaan, dia juga yang nungguin aku sendirian karena ternyata Papa lagi ngurusin masalah kecelakaanku sama lawyer dan di sini papa sama Krisna berusaha untuk bicara sama keluarga korban yang aku baru tahu tadi malam dari percakapanku sama papa kalau ternyata ada dua orang yang meninggal. Itu bisa bikin aku mendekam di penjara 15 sampai 25 tahun.

Mereka melakukan yang terbaik untuk bicara sama keluarga korban dan syukurlah! Masih bisa dinegosiasikan dan mereka mau berdamai. Om Fathan, papanya Anna yang memiliki akses ke media, dia juga menolong untuk menghapuskan video tentang kecelakaan itu di interenet.

Gak kurang dari dua puluh miliar uang damai yang harus dibayar untuk mobil yang ada di depanku dan mobil yang ada di sampingku.

Kalau mobil yang di belakang itu salah mereka sendiri dan nggak ada hubungannya sama aku. Mereka nggak bisa nuntut apa-apa karena sudah jelas lampunya merah dan mereka tetap melaju. Nggak mungkin kan mereka buta? Sudah bagus kami tidak minta ganti rugi akibat kecelakaan itu.

Papa sibuk karena papa juga harus ngeberesin sama pihak kepolisian.

Ini semua nggak mudah! Apalagi keluarga korban juga berkali-kali nggak mau terima jumlah uang yang ditawarkan papa karena mereka berpikir nyawa keluarganya yang hilang nggak bisa terbayarkan dengan uang.

Aku ngerti. Tapi pas mereka mendengar angka di atas sepuluh miliar, terus lawyer kami juga bilang kalau itu negosiasi terakhir kalau mereka tetap tidak mau maka tidak masalah ini diselesaikan karena hukum tapi tidak akan ada uang kompensasi sebesar itu. Ternyata nyawa itu tidak lebih penting daripada uang. Sangat lucu, tapi aku merasa bersyukur juga karena masalah ini urusanku jadi selesai meski uang yang dikeluarkan nggak sedikit.

Dan semalam aku yang melihatnya seperti tidak bisa tidur makanya sengaja menghubungi papaku untuk meminta orang tuanya membawakan pakaian ganti karena aku ingat dia bilang dia gak biasa tidur dengan pakaian yang sudah dipakainya seharian .

Tapi pas Om Fathan datang, memang dengkuran sudah terdengar. Tadinya Om Farhan ingin membangunkan anaknya karena khawatir menggangguku, tapi aku sengaja membiarkannya lagi pula aku merasa lega karena dia sudah tertidur. Justru aku tidak merasa tenang kalau dia masih sadarkan diri.

Kenapa? karena jujur saja aku merasa tidak nyaman tentang urusan ganti baju di ruang pasca operasi.

Seumur-umur belum ada perempuan yang menyentuh area terlarang di tubuhku itu!

Aku tidak tahu waktu aku tidak sadarkan diri mungkin ya ada suster yang membantuku tapi itu Aku tidak ingat kan. Tapi di saat aku sadar, tentu saja aku tidak akan pernah mengizinkan perawat menyentuhku.

Si Tomboi Mencari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang