BAB 3: GUE GAK GITU!

29 6 0
                                    

"Arianna?"

"Eh, i-iya Kak?"

"Cobain cincinnya! Saya mau lihat jari kamu muat nggak pakai cincin itu? Biar saya tahu ukuran pasnya juga buat cincin pernikahan kita nanti"

Gue sama sekali gak pernah berminat untuk menikah muda! Lagian ... gue tuh masih mau berkarir. Nggak lucu aja di usia gue yang sekarang udah gendong anak.

Terus apa nih maksudnya? Bos ini dari kemarin-kemarin dia tuh cueknya parah banget! Galaknya juga ampun-ampunan bikin gue demam tiap hari. Nggak sedikit gue dimaki-maki di depan R&D team. Gue masih inget kok awal-awal gue di sini tiap hari itu pasti kena jadi korban mulut pedesnya. Untung aja mental gue baja jadi nggak ada tuh drama nangis abis dimarahin Bos.

Nah sekarang dia ngasih gue cincin? Dia ngajakin gue nikah? yang bener aja! Siapa juga yang mau?

"Pak Tristan! Oh maaf Kak Angga! Kakak ini serius mau ngajakin aku nikah?" jawab gue yang masih bersikeras ga mau pake tuh cincin.

Haram dah di jari gue pake benda begonoan. Ya kali dia pikir luka batin gue tiap hari dengerin marahnya dia kemarin-kemarin itu bisa ilang dengan cincin tunangan gitu? Dih!

"Semuanya sesuai dengan janji aku lima tahun yang lalu. Dan kamu juga sudah menerima hubungan kita. Jadi tidak ada alasan untuk aku mengatakan tidak."

Tau nggak? Waktu dia ngomong gitu, ni badan tuh rasanya kayak merinding aja! Jijik, geli, amti-amit jabang bayi deh rasanya! Gue pengen nolak!

KAMU TAHU, PAPAMU TIDAK AKAN HIDUP SAMPAI SEKARANG KALAU OM ARIFIN TIDAK MENDONORKAN SATU GINJALNYA UNTUK PAPAMU.

Cuma kalau ingat apa yang mama bilang tentang utang keluarga ini memang berat sih! Papa gak mungkin hidup kalau gak diberikan satu ginjalnya om Arifin. Itu artinya Papa nggak akan ketemu mama dan gue nggak mungkin ada di dunia ini. Jadi keluarga kami bisa seperti sekarang melalui pertolongan Tuhan juga lewat kebaikan om Arifin.

Lalu gimana sekarang gue mau nolak anaknya? Serba sulit padahal cinta pun belum ada buat dia. Tiap hari yang terus terpupuk dalam hati gue itu sumpah serapah buat nih bos kejam. Makanya, ini ... aneh!

"Aku janji menikah denganmu tapi aku tidak janji kalau aku akan menyentuhmu."

Dan lebih weird lagi saat gue denger pernyataan the almighty bos Tristan.

"Maksudnya apa nih?"

"Aku udah mengamatimu beberapa bulan terakhir ini. Kamu gadis yang tomboi. Tapi aku berterima kasih padamu karena kamu mau menurut pada mamamu untuk mewujudkan satu permintaanku, kamu memanjangkan rambutmu. Karena biar kamu tomboi, kamu ini akan jadi calon istriku. Aku gak mau aja punya calon istri rambutnya nyamain rambutku pendeknya."

Sial! Jadi sejak lulus SMA, mama nyuruh gue sengaja panjangin rambut itu semua karena permintaannya dia bukan karena Mama pengen lihat rambut gue panjang sekali seumur hidup kaya yang dia bilang? Kamvret emang! Tahu gini gue nggak akan nurut! Mana gerah lagi kalau punya rambut panjang gini tuh! Sampoan mesti tiap hari kalo ga mo ketombean. Belom lagi nih, nyisirnya buang masa!

Tapi tunggu dulu! Gue nggak boleh fokus cuma soal rambut. Gue harus dengerin lagi apa yang dia bilang! Karena ini adalah masa depan gue.

"Na, sini bentar!"

"Eh, apa?"

"Muter, sini bentar!" ucapnya memberi tanda kalau gue masih muterin mejanya dia dan diri di hadapan dia di kursi kebesarannya itu.

"Apa Kak?" tanya gue pas udah di hadapannya.

"Sini duduk!"

Gila, sih? Apa maksudnya nyuruh gue duduk di pangkuannya? Alergi gue sama cowok! Sorry gue nggak bisa duduk di sana.

Si Tomboi Mencari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang