BAB 6: STRONG WOMAN

21 2 0
                                    

"Na, sorry, soal tadi-"

"Pak Tristan, tidak perlu minta maaf. Saya tahu kesalahan saya dimana. Saya terima kemarahan Bapak."

Gue pikir mau ngapain dia deketin gue. Tahunya cuma pengen minta maaf? Basi! Dia udah maki-maki gue di depan orang, terus sekarang diam-diam di belakang mereka dia tahan tangan gue, ngebiarin mereka belok di koridor sedangkan gue di belakang di briefing sama dia yang pengecut ini.

Dipikirnya gue cewek apaan emang? Tipe masokis yang suka disiksa dan dimaki terus abis itu dilembutin dah disayang?

Apa sampai segitunya dia pikir gue punya penyakit jiwa? Cih!

"Pertama! Saya sudah bilang saya sanggup untuk melakukan presentasi. Saya sangat profesional Pak. Meski saya masih lebih muda dari bapak, tapi saya tahu apa yang harus saya lakukan supaya perusahaan Bapak tidak menderita kerugian. Saya pasti lakukan yang terbaik, consider it done!" ucapku pasti.

"Dan yang kedua, Bapak nggak usah khawatir kalau kemarahan Bapak tadi bisa bikin saya jadi nggak bisa bedain mana urusan pribadi dan mana kepentingan perusahaan. Saya ini orangnya fair Pak. Dan saya gak baperan kok. Liat aja, saya strong and independen woman. Permisi Pak"

Cukup sekian dan terima kasih! Gue langsung jalan dan ninggalin dia. Mau dia berpikir apa juga serah deh!

Kalau dibilang sakit hati karena omongannya, ya lumayan gue sebel! Tapi kalau dibilangin laporan gue terlalu ngejelimet dan ketebalan kayak gitu ya wajar sih. Masa iya klien mau baca sedetail ini? Mereka kan bukan dospem yang ngecekin kata per kata dari skripsinya mahasiswa. Kecuali kalau gue kirimin ini dari beberapa hari yang lalu ke mereka, ya mungkin aja mereka baca. Cuma kalau sekarang dadakan kayak gini, apalagi mereka ingin informasi yang padat dan cepat, gue akuin gue salah! Makanya gue ambil beban ini.

"Tunggu dulu!"

Tau apa maunya nih bos labil, dia ngejar gue dan pegang tangan gue, tahan gue.

"Pak, yang lain udah duluan naik lift. Kalau kita berdua naik barengan, ini bahaya. Nanti disangka kita janjian lagi. Bapak duluan deh. Nanti saya belakangan. Saya alasan kalau saya lagi ke toilet dulu makanya lama."

"Kamu beneran nggak apa-apa? Aku lagi nggak ngomong sebagai bos kamu ya, Na. Dan kamu tahu peraturannya kalau kita berdua gak ada siapa-siapa, ngomongnya nggak pakai bahasa formal!"

Hell, nih orang. Beneran kayaknya dia mikirnya gue cewek yang gampangan banget di permainkan ya? Oke deh, gue jabanin mau lo!

"Iya Kak Airlangga. Tenang aja, doain aja aku berhasil dipresentasiku nanti. Udah Kak, naik duluan gih! Aku nyusul belakangan."

Gue coba buat yakinin dia lewat senyuman dan gue harap dia ngerti kalau gue akan berusaha yang terbaik. Kalaupun dia nggak percaya sepenuhnya, minimal dia kasih gue kepercayaan sepuluh persen aja, itu udah cukup.

"Kamu duluan aja! Biar aku naik lima menitan lagi. Dan sorry banget ya Na, kalau bikin kamu jadi nggak enak."

"Aman Kak Angga. Sampai jumpa di atas."

Gue bukan anak manja yang butuh disayang-sayang.

Gue tahu kok kejamnya kehidupan. Gue juga udah terbiasa kerja keras. Project ditolak dan disudutin kayak gini bukan baru sekali gue hadapin. Zaman masih ada di OSIS dulu juga sama. Ngajuin proposal ditolak, ikutan rapat ditentang semua sarannya, pas ikutan BEM juga sama. Yah, namanya politik dan ekonomi enggak jauh beda. Termasuk urusan politik di kantor ya begini-begini juga!

Anyway, urusan dia kalau dia ngerasa nggak enak sama gue. Siapa suruh labil dan ngomel-ngomel nggak jelas kayak gitu, padahal dia bisa ngomong baik-baik kan? Yang pasti dia udah ngizinin gue naik duluan ya udah! Gue masuk ke dalam lift dan gue ninggalin dia di sana sambil sedikit menundukkan kepala mengapresiasi si bos.

Si Tomboi Mencari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang