Senin, 22 April, pukul 20.00
"Kau tidak boleh ke kantor polisi lagi! Kau tidak boleh ke mana-mana juga sementara ini." Suara Tante Jess bergema di kamarku. la mondar-mandir tegang di dekat tempat tidur. Cantiknya menyeramkan. Semoga Taec Oppa tidak pernah melihatnya seperti ini. Ah, ya, apakah baju lelaki itu terkena darahku, saat membopongku masuk ke perpustakaan? Semoga tidak. Sisi positifnya, ia dapat nilai positif dari Tante Jess, jadi positif akan ada kelanjutan. Tiga positif yang membuatku meringis geli.
Tante Jess menangkap senyumku dan mendelik. "Aku tidak main-main, Jennie. Kau melanggar batas. Membohongi Pak Dongjin dan membahayakan diri sendiri. Kau diskors sebagai Ruby!
Aku mengembuskan napas, pasrah. Tidak berani memandang Jackson Oppa. Tidak ada kemarahan pada mata teduhnya, tapi aku yakin pikirannya terbebani. Aku pernah pingsan, aku pernah mimisan, tapi pingsan bersamaan dengan mimisan deras bukan kombinasi bagus. Tante Jess dan Jackson Oppa jadi panik. Tadi aku dilarikan ke IGD. Untungnya aku baik-baik saja, hanya perlu beristirahat, yang berarti pulang ke rumah milik Tante Jess dan Jackson Oppa, dan itu juga berarti penyelidikanku akan terhambat.
"Apa yang kau pikirkan?" Jackson Oppa menjangkau bahuku.
"Apa aku juga dilarang ke sekolah? Ada tugas-tugas yang harus kukumpulkan besok." Aku tidak memprotes, tapi Tante Jess seperti dapat bahan bakar baru untuk marah lagi.
"Harusnya itu kau pertimbangkan sebelum melanggar aturan! Lagian Jackson Oppa tanya, apa yang kau pikirkan tadi sampai berani memasuki ruang bukti? Aku tahu, Lisa pernah satu sekolah denganmu. Aku tahu kau penasaran, tapi sampai membahayakan diri sendiri seperti itu, apa layak?" Mata Tante Jess tajam menembus pertahananku.
Begitu saja aku tersedu. Dalam hati aku berteriak mendebat, Kalau untuk mereka yang berselingkuh saja Ruby turun tangan membantu, kenapa tidak untuk orang yang kukagumi? Lisa bukan hanya teman satu sekolah, ia cinta pertamaku. Lisa melakukan banyak hal untukku, walaupun aku tidak tahu detail dan alasannya. Aku terlalu takut terluka hingga mengabaikan semua petunjuknya selama ini. Kalau aku tidak sebodoh itu, Lisa mungkin masih ada dan selamat.
Kenangan Lisa yang hidup telah memberikan makna baru pada kejadian-kejadian lama. Bagaimana mungkin, selama ini kuanggap sekadar kepingan memori pengisi kotak kaleng? Lisa lebih dari itu. Lisa ....
Jackson Oppa meraihku ke dalam pelukan. Tangisku semakin keras. "Apa yang kau pikirkan sekarang?" Ia berbicara lembut sambil mengusap punggungku. "Belum pernah kau menangis seperti ini. Pasti ada kaitannya dengan kau menangis di sekolah tadi."
Kubenamkan mukaku di dadanya. "Lisaku tidak mungkin bunuh diri. Aku harus tahu kejadian sebenarnya." Suaraku teredam, mereka mungkin tidak mendengar kata-kataku dengan jelas, tapi sedikit beban di dadaku terangkat.
Tante Jess menyodorkan kotak tisu, lalu duduk di pinggir tempat tidur. "Jadi, kalian akrab lebih dari sekadar teman satu sekolah?"
Aku menggeleng. Menggigit bibir.
"Kau suka dia? Tapi tidak berbalas?" Jackson Oppa menebak jitu. Nadanya tidak senang.
Tangisku sudah mendesak lagi.
"Karena itu kau tidak mau menerima fakta." Tante Jess mendesah. "Kejadiannya sudah tiga bulan. Waktu itu, beritanya lumayan gencar di media. Kasusnya ditangani Iptu Taeyang, tapi sempat juga jadi pembicaraan di kantorku. Bagaimana kau menahan diri selama ini? Muncul di kantor, seolah tidak terjadi apa-apa. Kau tidak pernah bicara atau aku yang terlalu sibuk? Kau tidak percaya padaku? Ya, Tuhan, Jennie!"
Kugigit bibir. Selama ini, aku tutup mata, telinga, dan mulut. "Kalau aku membicarakan Lisa, berarti kejadian itu nyata."
"Tapi memang nyata, Jen! Aku datang ke TKP⸺"
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBY : From Your Death (JENLISA)
FanfictionSeorang gadis dengan kemampuan psikometri. Sesosok kenangan yang dihidupkan. Seorang gadis lainnya yang luput dari kematian. Dan sebuah janji untuk saling menjaga. Ini cerita keduaku. Enjoy! Genre : Fanfic, Fantasy, Romance Publish : 20 April 2024