Senin, 22 April, pukul 01.30
"Apa yang kau tulis di diary, Lisa? Apa yang kau tulis buat Rose?"
"Aku tidak ingat."
"Tidak ingat, atau tidak mau bilang?" Aku menaikkan suara tanpa sadar.
"Ah, kau marah pada Rose yang sudah membawa diary-ku, tapi melampiaskannya padaku!" Lisa merajuk. "Kau cemburu!"
"Ya. Sangat. Puas?"
Lisa tertawa. "Kenapa?"
"Kenapa aku cemburu?"
"Ya."
"Karena aku bagai Jennie yang merindukan Lisa! Pungguk tidak cukup mewakili aku! Kau juga bukan bulan yang pasif, tapi kau menulis untuknya," semburku dengan muka panas. "Dan aku tidak mungkin mengambil bukumu dari tas Rose lalu membaca isinya. Tuhan tahu, sulit sekali menahan tangan ini. Sulit juga untuk menahan mulut, biar Jisoo tidak terluka, tapi lebih sulit lagi mengakui, ternyata banyak sekali yang aku tidak mengerti tentangmu. Rasanya kita jadi jauh lagi."
"Karena itukah kau pindah tidur ke sini?"
"Aku perlu menjauh dulu dari Rose, Jisoo, dan diary-mu. Walk-in closet ini aman." Kubenamkan muka pada bantal dan menjerit untuk melepas segala rasa. "Selamat tidur, Lisa."
"Hei, aku tidur di mana? Sofa ini cuma cukup buat satu orang.
Aku mengerang. "Kalau tidak mau tidur di dalam kepalaku, tidur saja di kasurmu sendiri bersama Jisoo. Pergilah."
"Tapi aku kan kenanganmu. Memangnya bisa kenangan jauh-jauh dari inangnya?"
Aku sampai terduduk kesal. "Jadi, maumu apa?"
Lisa tidak menjawab. Aku mendesah. Percakapan kami mulai melenceng dari karakter Lisa. Aku sadar, itu gara-gara emosiku. Sambil mengatur napas, aku kembali berbaring. Sepi melingkupi kamar baju ini. Wangi Lisa sangat terasa di sini. Menjadi aroma pengantar tidur. Aku memeluk bantalnya. Menarik selimutnya hingga ke kepala. Hangat.
"Hei, aku akan tetap di sini, bersamamu!" Suara Lisa begitu jelas. Aku mengangguk. Tidak peduli lagi apakah itu bagian dari kenangan terkubur atau halusinasi yang muncul dari kerinduan.
***
Aku bangun kesiangan, kudapati Jisoo sudah berpakaian rapi, duduk membaca di meja makan. Rose pergi duluan untuk kuliah pagi, katanya. Subuh-subuh tadi, gadis itu pergi ke convenient store 24 jam untuk membeli sarapan untuk kami bertiga. Untukku, onigiri dan sup krim hangat. Baik sekali, tapi itu tidak mengurangi kekesalanku karena diary Lisa dibawanya serta.
"Maaf, kau jadi telat kuliah," kataku kepada Jisoo.
Gadis itu tersenyum lebar. "Lucky me. Kuliah pagi dibatalkan. Aku masih bisa mengantarmu pulang dulu. Mandi sana ...." Kalimatnya menggantung. Matanya membulat, seperti menyadari sesuatu. Lalu blushing hingga ke telinga.
Tawaku tersembur. "Jangan khawatir, aku terlatih untuk tutup mata batin di kamar mandi orang lain. Sengsara banget hidupku kalau segala terbaca tanpa kenal situasi." Apalagi kamar mandi Lisa. Dalam pemeriksaan semalam, aku baca getarannya dari luar saja.
Tak lama kemudian, aku sudah diantarkan Jisoo ke tempat kos. Hanya lima belas menit dari apartemen Lisa. Kami berpisah dengan pembagian tugas. Jisoo membawa laptop Lisa untuk diservis dan Rose menghubungi Mommy Chit, sedangkan aku menapak tilas peninggalan Lisa di seluruh pelosok sekolah. Misi hunting yang membuatku bersemangat datang ke sekolah meski terlewat dua mata pelajaran. Ada tempat-tempat yang harus kuperiksa, selagi semua orang berada di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUBY : From Your Death (JENLISA)
FanfictionSeorang gadis dengan kemampuan psikometri. Sesosok kenangan yang dihidupkan. Seorang gadis lainnya yang luput dari kematian. Dan sebuah janji untuk saling menjaga. Ini cerita keduaku. Enjoy! Genre : Fanfic, Fantasy, Romance Publish : 20 April 2024