Dua Belas

76 7 5
                                    

Manchester, 3 bulan kemudian

Fletcher Moss Park & Botanical Gardens, merupakan salah satu destinasi yang paling sering Rega kunjungi selama berada di Manchester. Musimnya sedang bagus dan mendukung untuk menikmati kesejukan di kebun Botani ini. Jika sedang merindukan rumah, rindu kampus, rindu Bandung, maka tujuannya adalah kebun ini.

Tidak ada yang tahu di mana Rega berada kini kecuali dua orang, Farida Wijaya dan Adjinata Wijaya. Kedua orang tua Bara. Mertua baik hati yang sedang memberikan pelajaran pada anak lelakinya.

Rega dengar dari Farida, Bara kelimpungan mencari keberadaan Rega. Bahkan menyewa detektif swasta untuk menemukan keberadaannya. Sayang, Bara belum jujur pada kedua orangtuanya tentang hilangnya Rega. Dia berlagak seolah hubungannya dengan Rega baik-baik saja dan Rega ada di rumah seperti biasa.

Rega berhenti di bawah pohon yang cukup rindang, ada sebuah bangku taman yang nyaman untuk diduduki. Kepalanya terasa berat, akhir-akhir ini Rega memang merasa ada yang aneh dengan kepalanya. Sakit bukan main, lalu mual menyerang dan akan hilang dalam beberapa jam. Rega tidak berani periksa karena takut menghadapi kenyataan, bagaimana jika ternyata ada penyakit berat mematikan yang dia derita? Kan tidak lucu, Rega belum menyaksikan penyesalan Bara.

"Excuse me, may I sit here?" Seorang pria blonde dengan perut buncit minta izin untuk duduk di sebelah Rega.

"Oh, sure."

Fokus Rega kembali ke perutnya. Lalu jakun samar di lehernya dan suara khas lelaki. Rega yakin sosok di depannya adalah lelaki.

"Um ... Maaf, eh sorry for my rudeness."

"Orang Indonesia?" tanya pria itu setelah mendengar penuturan Rega yang belepotan dengan aksen bahasa Inggris terkesan kaku.

"Iya, kakak juga?"

Pria itu mengangguk, "akhirnya bertemu dengan saudara setanah air."

"Kakak maaf, ini kenapa?"

"Oh saya tahu kamu pasti penasaran, habisnya sejak tadi fokusnya ke sini terus, sih. Hello om, salam kenal, saya sebentar lagi keluar dari perut momma."

Orang itu bersuara menirukan suara anak kecil. Rega takjub. Dia sampai tidak bisa berkata apa-apa.

"Nama saya Saka, kamu?"

"Oh, Rega. Saya dari Bandung, sudah tiga bulan di sini. Selamat atas kehamilannya Kak, semoga lahirannya lancar."

"Terima kasih, Rega. Kamu sendirian?" Saka celingukan, mencari orang lain yang menemani Rega.

"Sendiri, saya di sini sendirian."

"Kerja di mana?" tanya Saka.

Rega menunduk malu, dia selama ini hanya rebahan aja di rumah bahkan sepertinya berat badannya sudah bertambah perutnya sedikit buncit mencuat dan pipinya chubby.

"Saya di sini dibiayai ibu mertua," tutur Rega. Tidak menutupi kenyataan yang ada.

"Ah ... Istri kamu di mana?"

"S-suami, saya menikahi laki-laki, Kak."

Saka tertawa, "jangan gugup, saya tidak apa-apa, kamu pikir saya bisa hamil begini siapa yang hamilin? Ya suami lah. Kita sama, gak usah malu."

"Kak, habis begituan emang bisa langsung hamil, ya? Maaf ini pertanyaannya nyeleneh banget."

Saka senyum lagi, duh, ini orang manis banget. Kenapa ya gak bertemu dengan Rega sejak dulu, udah baik, cantik suaranya lembut dan halus.

"Bisa tergantung kondisi tubuh, ada yang ditakdirkan memiliki rahim hal ini memang kondisi langka yang disebut persistent Müllerian duct syndrome (PMDS). Hal ini menyebabkan seorang laki-laki terlahir dengan alat kelamin laki-laki, tapi punya organ reproduksi internal perempuan.

Chasing HappinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang