Sambil memakai dasi, Raihan menatap bayangannya di cermin panjang yang menempel pada lemari. Dia memiringkan kepalanya, kembali menata rambut tebal kecoklatan miliknya sebelum dia membawa backpack-nya pergi ke ruang makan.
Pemandangan luar biasa menarik perhatian Raihan saat dia melangkahkan kakinya ke dalam ruangan.
Sinar matahari pagi perlahan menembus jendela besar diantara pohon-pohon yang tinggi, meja yang disimpan di tengah ruangan dihias rapi dengan peralatan makanan dan vas bunga di tengahnya, dan bau sedap makanan yang sedang diletakkan di atas meja dengan anggun oleh sang ibu memenuhi indra penciumannya.
Untuk sesaat, Raihan berharap bahwa dia dapat melihat pemandangan luar biasa itu setiap hari. Namun, dia segera menggelengkan kepalanya setelah menyadari bahwa itu adalah hal yang tidak mungkin dan mulai menyapa dengan senyuman cerah.
"Morning, Ibu."
Sang ibu yang menyadari kehadirannya membalasnya sambil tersenyum.
"Morning, Sayang, sini duduk."
Raihan menyimpan backpack-nya di sebelah kursi yang dia duduki. Menatap menu sarapan dengan mata yang berbinar.
"Wah, ini Ibu yang masak sendiri?"
"Iya, seratus persen masakan Ibu sendiri. Kelihatannya enak 'kan?"
Raihan mengangguk mengiyakan, kemudian keduanya menoleh setelah mendengar suara familiar dari arah pintu.
"Pagi semuanya. Ayah bisa cium aromanya dari luar, kayaknya enak semua menu sarapan hari ini."
"Iya dong, siapa dulu yang masak?"
"Sudah pasti Ibunya Raihan."
Raihan tersenyum pada ayahnya yang rapi mengenakan jasnya berjalan menghampiri dengan langkah tegap disertai senyuman singkat dengan sedikit candaan.
"Pagi juga, Ayah."
Sementara ibu mulai menyajikan nasi pada piring suami serta putranya, ayah menepuk bahu Raihan sebelum duduk.
"How's your study? Is everything going well?"
"It's going well, Ayah."
"Glad to hear that."
"Oh, ya, Ayah. Ada surat izin dari ekskul yang harus ditandatangani-"
Sang ibu memotong perkataan Raihan sebelum dia sempat menyelesaikannya.
"Sudah, makan dulu, ngobrolnya bisa nanti lagi."
Keduanya mengangguk mengiyakan. Raihan menatap piring miliknya yang hanya terisi nasi, kemudian dia mengambil beberapa lauk yang telah disiapkan di atas meja pada piringnya dan mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.
Matanya perlahan melebar setelah merasakan rasa yang sempurna bagi lidahnya. Baginya, makanan buatan sang ibu tidak kalah sedap dari restoran favoritnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABCDLOVE
TeenfikceIni adalah kisah empat orang remaja yang memiliki kehidupan berliku yang dipenuhi oleh tawa, persahabatan yang tak terduga, dan cinta.