[ H e a r t b u r n ]
Satu-satunya yang aman untuk membicarakan soal rencana mereka adalah sebuah kamar pada ruangan rumah sakit, yang penghuni utamanya masih terbaring diatas pembaringan, alat-alat penunjang kehidupannya mulai berkurang, sebab kondisinya lebih-lebih baik dari sebelumnya. Keamanan atas perintah Kafssa diperkuat. Dia menempatkan empat orang penjaga didepan pintu kamar, memberitahu kalau seseorang yang tidak diundang tidak diperbolehkan masuk. Juga, ruangan mereka saat ini sengaja dipasangkan benda yang mampu menghilangkan suara, jaga-jaga kalau seseorang mengincar pembicaraan. Kafssa tak akan memberi celah bagi siapapun untuk mengacau.
“Mau bergerak kapan? Gua udah nggak sabar, lo tau sendiri kalau 'mereka' makin tenang pasti bakal ada sesuatu yang terjadi.” Hugo duduk disalah satu kursi, kaki kanannya menopang di kaki kiri, bergoyang-goyang asal sebab kebosanan. Telunjuk cowok itu mengetuk-ngetuk permukaan meja, sengaja menciptakan suara ketukan yang setidaknya masih terdengar diantara kesunyian antar mereka.
Kafssa menyenderkan tubuhnya di dinding, dengan dua tangan terlipat dan posisi kaki yang menyilang. Kali ini dia datang dengan setelan formal, sehabis menghadiri pertemuan dengan kolega bisnis bersama sang ayah. Kemeja biru tua berlengan panjang sengaja digulung hingga siku, dua kancing atasnya terbuka, kesan panas yang menggoda benar-benar menyatu sempurna. Hair down Kafssa adalah hal paling mematikan, mungkin kalau para kaum perempuan melihatnya mereka akan menjerit histeris dengan binar kagum berlebihan. Tak menampik kalau Hugo pun mengakui ketampanan seorang Kafssa yang sulit diabaikan begitu saja. Kafssa berkata tegas, “Everything is arranged, so don't be presumptuous or mess up the plans. Just set your own plan.” Cowok itu mengambil langkah ke arah meja panjang, langsung berhadapan dengan Hugo tetapi dia tidak menduduki diri di kursi kosong. Kafssa menopang tubuhnya dengan kedua tangan, memposisikan diri agak merunduk dan melakukan tekanan terhadap lawan bicaranya. “Lo tau? Gua benci perecok, pengusik, perusuh, or other similar terms. Jadi, tetap tau batasan setelah semua berakhir.”
Hugo mengusap leher belakang sejenak, merasa kalau hawa panas menjalari sekitaran kepala sampai leher. Cowok itu tertawa pelan, walau sedikit terusik dan terancam Hugo masih mempertahankan nyali serta keberanian. “Oh, c'mon dude. We have the same goal, but i want to break his neck before you. Can I?”
Tatapan Kafssa semakin menusuk, Hugo mengangkat sebelah alisnya mempertanyakan dalam diam. Kafssa kembali berdiri tegap, terdiam hitungan menit, lalu posisinya berubah, cowok itu duduk diatas meja dengan satu kaki yang menapak lantai. “You're brat! He won't die quickly, just wait for your turn to play.”
“Jadi kapan?” Sesaat Hugo menyadari tingkahnya layak anak kecil yang gemar berputar-putar dikursi. Cowok itu menggerakkan kursi yang memiliki roda dibawahnya supaya berjalan ke sisi lain, dengan begini dia bisa melihat wajah Kafssa dibandingkan harus menatap punggung tegap yang tak memiliki wajah itu.
“Sedikit lagi.” Sahutan singkat itu memantik penasaran lain terhadap sesuatu.
“Buktinya?”
Kafssa menyeringai. “It's in my grasp.”
“Seberapa banyak?” Hugo penasaran mendengarnya.
“Cukup.” Bahkan lebih mudah dibandingkan meretas situs web perusahaan pesaing. Kafssa juga merasa kalau bukti-bukti lebih cepat dia dapatkan dengan mudah sebab menaruh kamera pengintai serta perekam suara yang diselipkan pada beberapa benda, yang dimiliki targetnya.
Hugo sepenuhnya memercayakan apa yang dilakukan Kafssa dan menahan hasrat membunuh guna mendukung lancarnya rencana yang dirangkai. Pula selama beberapa bulan mengintai musuh demi mengumpulkan bukti-bukti kejahatan, alih-alih langsung menyerang karena bukti akurat telah di dapat, Kafssa masih menahan pergerakan dengan dalih tak akan membiarkan musuhnya musnah dengan mudah. Mereka harus diberikan kesengsaraan lebih dulu sebelum menuju neraka. Hugo memejamkan mata, bayang-bayang seseorang tersenyum manis dan cantik menginvasi kepalanya. “Kita harus lakuin ini sebelum dia sadar.” Tandasnya. Kalau-kalau mereka melaksanakan aksi balas dendam pada target yang sama dan dengan alasan yang hampir serupa pula, sosok yang menjadi pemicu dan landasan mereka sepakat kerja sama tentunya tidak boleh mengetahui kekejaman yang mereka lakukan di masa mendatang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heartburn
Teen FictionJust a new and better version! ★ Pada akhirnya, salah satu dari sang pemilik cinta abadi harus mengalah pada untaian garis takdir, semesta mengutuk cintanya yang hadir agar tak terbalaskan--karena karma merupakan akar dari penderitaan seseorang seba...