6. Sex Behind the Deal 21+

32.6K 83 4
                                    

Sore itu, Sheila sedang merapikan berkas-berkas di mejanya ketika telepon di sudut meja berdering. Dia mengangkatnya, dan suara Hana, asisten administrasi, terdengar di ujung sana.

"Bu Sheila, sopir Pak Hadi sudah menunggu di lobi kantor," kata Hana dengan nada sopan.

Sheila menatap jam di pergelangan tangannya, menyadari bahwa waktu yang dijanjikan telah tiba. Senyumnya tipis terbentuk di bibirnya, menunjukkan bahwa ia sudah siap untuk pertemuan berikutnya.

"Baik, Hana. Saya segera turun," jawab Sheila dengan suara tenang, lalu menutup telepon.

Sheila berdiri dari kursinya dan mengambil tasnya. Dia memeriksa penampilannya sekali lagi di cermin kecil di sudut ruangan, memastikan bahwa dia terlihat sempurna. Setelah itu, dia melangkah keluar dari ruangannya dengan percaya diri, berjalan menuju lobi di mana sopir Pak Hadi sudah menunggu.

Saat sampai di lobi, Sheila melihat sebuah mobil mewah terparkir di depan pintu masuk. Seorang sopir dengan seragam rapi keluar dari mobil dan dengan cepat membuka pintu belakang untuknya.

"Silakan, Bu Sheila," ucap sopir itu dengan sopan.

Sheila mengangguk dan masuk ke dalam mobil tanpa sepatah kata pun. Pikirannya sudah fokus pada apa yang akan terjadi nanti. Mobil melaju pelan meninggalkan kantor, membawa Sheila menuju pertemuan malam yang telah disepakati dengan Pak Hadi. Mobil mewah berhenti di depan hotel bintang lima yang megah, dan sopir membukakan pintu untuk Sheila. Dia melangkah keluar dan memasuki lobi hotel yang mewah, di mana suasana elegan dan pelayanan yang halus menambah kesan eksklusif. Sheila disambut oleh seorang petugas resepsionis yang segera memeriksa nama dan mengarahkan Sheila menuju lift.

Ketika Sheila sampai di depan pintu kamar Pak Hadi, dia mengetuk dengan lembut sebelum pintu dibuka oleh Pak Hadi sendiri. Pria itu tampak santai dan tidak terlalu formal. Dia hanya mengenakan handuk, dengan perut buncitnya terlihat jelas. Dari dalam kamar, asap rokok masih membubung, menambah suasana santai yang kontras dengan nuansa bisnis yang sering mereka bicarakan.

"Selamat datang, Sheila," ucap Pak Hadi dengan suara yang penuh kehangatan, sekaligus menyalami Sheila dengan tatapan penuh hasrat. Dia tampak tidak terganggu dengan penampilannya yang tidak resmi.

Sheila melangkah masuk ke dalam kamar dengan senyum lembut. "Terima kasih, Pak Hadi," jawabnya, sambil melihat sekeliling kamar yang mewah dan penuh dengan fasilitas yang menunjukkan kelas atas.

Pak Hadi mengisyaratkan Sheila untuk duduk di sofa yang ada di tengah kamar, sementara dia sendiri kembali duduk sambil mengisap rokok. Dengan gerakan yang sudah sangat terbiasa, Pak Hadi memiringkan tubuhnya, berusaha membuat Sheila merasa nyaman sekaligus menyiratkan ketertarikan yang jelas.

Sheila duduk di sofa yang menghadap ke arah Pak Hadi, mencoba untuk mempertahankan sikapnya yang tenang dan anggun. Meski begitu, suasana antara mereka tidak bisa dipungkiri; ada ketegangan yang menghangat di udara.

"Jadi, Sheila," kata Pak Hadi sambil meletakkan rokoknya di asbak, "saya sangat senang kita bisa meluangkan waktu malam ini untuk membahas lebih lanjut. Tapi sebelum kita membicarakan hal-hal formal, mari kita menikmati waktu ini dengan lebih santai."

Sheila menyadari maksud dari kata-kata Pak Hadi dan menyesuaikan sikapnya. Dia tahu bahwa pertemuan malam ini lebih dari sekadar urusan bisnis, dan dia siap memainkan perannya dengan baik. "Tentu saja, Pak Hadi," ucapnya dengan nada menggoda. "Saya juga sangat menantikan waktu kita malam ini."

Pak Hadi tersenyum puas, jelas bahwa dia merasa nyaman dengan suasana yang telah terbangun. Sheila mengambil tempat di sebelah Pak Hadi, mendekatkan dirinya dengan penuh percaya diri, dan menyadari bahwa pertemuan ini akan menjadi malam yang penuh dengan kejutan dan ketegangan baru.Pak Hadi menarik Sheila ke dalam pelukannya dengan penuh gairah, merapatkan tubuhnya ke tubuh Sheila yang lembut. Tangannya yang kasar mulai mengusap pundak Sheila, lalu perlahan turun ke dada Sheila yang masih tertutup oleh baju kerja. Sementara itu, tangan Pak Hadi yang lain masih memegang rokok, menambah kontras antara kenyamanan dan ketegangan di ruangan tersebut.

Executive Bitch 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang