Suasana canggung menyelimuti Aya dan Gara yang duduk berhadapan di depan meja makan- atau mungkin hanya Aya sendiri yang merasa canggung.
Dia diam-diam mengamati Gara makan dalam diam, mau tidak mau melirik piring laki-laki itu lalu mengeluh dalam hati. Tiga tahun hidup bersama Gara, Aya jadi kenal kebiasaannya ketika mereka makan bersama: Gara akan mengambil sedikit lauk yang disajikan di atas meja.
Awalnya Aya aneh dengan perilaku laki-laki itu, hingga dia mulai mengamati Gara selama makan dan mendapati bahwa Gara akan menghabiskan semua lauk pauk hingga tak tersisa ketika Aya selesai makan.
Sudah tiga tahun memendam pertanyaan tersebut, akhirnya kini Aya tidak bisa menahan diri untuk bertanya, "Kenapa lo selalu ambil lauk dikit sewaktu makan masakan gue?"
Gara mengangkat pandangannya, satu alisnya terangkat samar. "Kenapa? Lo gak suka gue ambil dikit?"
"Iya." Aya menghela napas tak berdaya. "Kenapa lo selalu ambil lauk dikit selama makan bersama gue? Dan setelah gue selesai makan, lo baru makan hidangannya sampai habis semua? Aneh, tau."
Bukannya menjawab, senyum tipis terulas di bibir laki-laki itu setelah Aya menyelesaikan ucapannya. "Lo perhatiin gue?"
Aya mengerutkan bibirnya ketika fokus utama Gara bukan menjawab pertanyaannya. "Gue gak bakal jawab sebelum lo jawab pertanyaan gue."
Gara memberinya anggukan pelan. "Gue mau lo makan tanpa kekurangan," jawabannya tenang.
Meski penjelasannya singkat, tetapi Aya terdiam cukup lama karenanya. Jadi Gara ingin memastikan Aya kenyang dan tidak kekurangan lauk selama makan sehingga dia membatasi diri dalam mengambil lauk dalam tahap awal? Dan ketika Aya selesai makan, dia baru akan menghabiskan semuanya tanpa terkecuali.
Tatapan Aya berubah rumit. Dia tidak berpikir Gara memberinya perhatian setransparan ini tanpa dia duga.
"Berarti lo makan sisaan gue," sahut Aya berusaha membuatnya jijik.
Aya sudah menilai Gara sejak lama. Laki-laki itu benar-benar definisi dari istilah 'lahir dengan sendok emas di mulut'. Dia berasal dari keluarga yang sangat kaya, bahkan dia selalu menerapkan etiket dalam kehidupan sehari-harinya. Contohnya saat makan, Gara sangat jarang memulai percakapan, duduk tegak, bahkan saat makan dia tidak pernah menimbulkan banyak suara seperti suara benturan sendok atau suara menyecap.
Dengan pengetahuan demikian akan Gara, Aya jadi mengambil kesimpulan lain bahwa seharusnya Gara akan memperhatikan kebersihan, terutama makanan. Jadi ucapan Aya perihal 'makanan sisa' seharusnya akan menohok Gara.
Aya menyesap air, gugup, mengamati ekspresi laki-laki itu agar tidak ketinggalan sedetik pun emosi yang melintasi wajah tampan tersebut. Tetapi sejauh yang Aya lihat dalam ekspresi Gara selepas dia mengatakan kalimat tersebut, alih-alih mendapati ekspresi kusut ataupun rasa jijik, senyuman ringan malah terulas di bibir Gara.
"Saliva lo aja gue telan, kenapa sisa makanan lo nggak?"
Sontak Aya tersedak mendengar ucapan eksplisit Gara. Dia segera meletakkan gelas di atas meja, menepuk lembut dadanya yang terasa sakit. Sambil terbatuk, mata Aya terarah pada Gara yang lanjut makan dengan tenang. Tatapan laki-laki itu terkonsentrasi pada makanan di piringnya, seolah tidak pernah melontarkan ucapan memalukan.
Ketika batuknya mereda, bibir Aya terbuka, hendak mengatakan sesuatu, namun dia urungkan dan menunduk melanjutkan makannya yang tertunda. Sepertinya berbicara selama makan memang hal yang berbahaya.
Setelah menghabiskan makanannya, Aya berdiri. Sejak tadi warna merah mencurigakan tidak surut dari wajahnya. "Gue ada tugas kuliah, tolong bersihin meja makan setelah selesai," ucapnya cepat sebelum melarikan diri ke kamar tidurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't Take My Eyes Off You
RomanceKejadian aneh menimpa Aya. Hidupnya yang damai perlahan mulai berubah dengan kebingungan menyertai. Namun semua itu tak luput dari kehadiran seorang pria, Gara. Kehadiran tanpa absen Gara bukan hanya memberi kenyamanan untuk Aya, namun juga kebingun...