Four

65 11 1
                                    

Hogwarts, 1996.

"Kau ingat 3 anak tahun ke 5 yang baru di Hogwarts, mereka sangat mirip dengan Draco, terlebih Scorpius dan Lysander, seolah mereka adalah kopian dari Malfoy," ucap Pansy pada ruang rekreasi Slytherin. Ucapan gadis itu tentunya membuat Draco menerawang kembali bagaimana rupa triplets. Dalam hati Draco mengumpat, mereka memang terlihat mirip dengannya.

Demi membuang segala pikiran konyolnya, Draco memutuskan keluar asrama. Berharap jalan-jalan tidak bertujuan miliknya sedikit mengurangi pikirannya yang mulai penuh.

Ini sudah hampir tengah malam, dipastikan bahwa yang tersisa di kastil hanya para prefek dan murid nakal yang melanggar jam malam. Draco salah satu murid nakal itu. Dia benci menjadi pemikir, sudah cukup tugas dari Dark Lord yang menyuruhnya memperbaiki Vanishing Cabinet, ditambah dengan sosok 3 anak yang dia sadari memiliki rupa yang sama sepertinya.

"Halo, Malfoy," pemuda dari Slytherin itu mendengus begitu mendengar suara seorang gadis. Dia Luna Lovegood, gadis dari asrama Ravenclaw dan merupakan anggota D.A. Sebuah kesialan bagi Draco bertemu murid aneh seperti Luna.

"Apa kau menguntit ku Loony? Menggelikan," sinis Draco menatap Luna dengan pandangan kesal. Sedangkan yang ditatap menggelengkan kepalanya.

"Tidak, aku hanya lewat dan kebetulan kita bertemu," jawab Luna tenang.

"Bagiku bukan kebetulan, tapi kesialan," hardik Draco. Luna? Gadis itu tidak peduli, dia tidak memikirkan ucapan-ucapan orang seperti Draco. Pemuda itu bukan yang pertama menghardiknya dengan kata-kata kasar, bahkan ada yang ucapannya jauh lebih kasar, dan itu dari teman satu asramanya.

"Aku hanya merasa harus menghampirimu, kau terlihat tidak baik-baik saja," sejenak Draco terdiam. Dari sekian banyak orang-orang yang dia kenal, Luna adalah orang pertama yang terang-terangan menanyakan keadaannya.

"Apakah aku harus berterimakasih atas kepedulianmu?" Dengusnya malas.

"Tidak juga, kau juga tidak perlu menjelaskan jika tidak mau," ujar Luna.

"Pergilah, melihatmu membuatku mual," cerca pemuda itu.

"Aku memang akan pergi, sampai jumpa," ujar Luna ramah, kemudian mulai melangkah pergi kembali ke asramanya.

"Aku berharap tidak akan berjumpa lagi, oh sial, benar-benar sial. Entah siapa yang akan menjadi pasangan Loony itu, tapi aku yakin siapapun dia akan menyesal nantinya," Draco menggerutu, kepalanya pusing memikirkan banyak hal, dan bertemu dengan Luna menambah kekesalannya.

Setelah melewati waktu jalan-jalan tanpa tujuan, Draco memutuskan kembali ke asrama. Disana dia menemukan sosok gadis yang sempat menjadi perbincangan asramanya, tengah duduk di ruang rekreasi dengan buku yang dia baca. Dia Selene Carter. Draco bahkan sempat mendengar gosip dari asrama lain yang sangat menyebalkan, bahkan membuat Draco ingin melemparkan mantra ke arah si tukang gosip. Bagaimana mereka menyebut gadis Carter dan kedua adiknya itu sebagai anak simpanan ayahnya. Itu gila, dan Draco benar-benar marah akan hal itu.

Merasa ada yang memperhatikan membuat Selene lantas mengangkat wajahnya. Gadis itu mencengkram bukunya dengan erat kala melihat wajah Draco menatapnya. Dia tidak mau berurusan dengan Draco. Selene dan kedua adiknya sepakat untuk meminimalisir interaksi mereka kepada seluruh murid Hogwarts di tahun ini, mereka tidak mau membuat interaksi yang berdampak besar merubah masa depan sebelumnya. Maka dengan cepat, dia menutup bukunya dan segera berbalik ke kamar asramanya.

"Tunggu!" Jantung Selene berdetak lebih cepat, ini bencana!

"Ada apa Malfoy?" Sulit baginya menahan getaran ketika dia berucap. Dia terlampau panik, tidak siap berinteraksi dengan sang ayah. Draco adalah sosok yang dia cintai dan dia hormati, sosok ayah yang begitu berarti baginya, Selene tidak bisa bersikap biasa saja. Mendapati sikap Draco yang sangat berbeda dengan karakternya di masa depan membuat Selene merasa tidak baik-baik saja. Dia terbiasa dengan sang ayah yang berperilaku hangat dan menyenangkan.

Draco hanya menatapnya dalam diam, sedangkan Selene menunggu lanjutan apa yang keluar dari mulut pemuda pirang. "Tidak jadi, pergilah Carter," dengan itu, Selene segera berlari menuju kamarnya. Sedangkan Draco tetap terdiam ditempatnya.

Niatnya menggunakan legilimency dia urungkan, Draco begitu penasaran siapa Carter sebenarnya, tapi ada bagian dalam diri Draco yang tidak tega melihat wajah Selene berkerut kesakitan karena mantra itu membuat korbannya merasa sakit pada bagian kepala, dan Draco tidak menyukai jika Selene kesakitan.

Detik itu juga dia mengerang, perasaan asing yang menyebalkan. Dan Draco tidak menyukainya. Cinta? Tidak, Draco yakin itu bukan perasaan suka layaknya perempuan dan laki-laki, perasaan asing yang Draco sendiri tidak tahu itu apa.

.
.
.

Pemuda berusia 15 tahun mengumpat pelan, kepalanya terus memutar kesana kemari mencari perkamen yang berisi tugas di kelas studi muggle, dia ingat mengerjakan tugas itu dan menaruhnya di meja ruang rekreasi semalam.

"Sial, aku menaruh itu dimana sebenarnya?" Lagi-lagi umpatannya keluar. Selene dan Lysander sudah lebih dulu berangkat, sedangkan dia masih harus mencari perkamennya.

Tiba-tiba sebuah gulungan perkamen diarahkan padanya, dan Scorpius merasa jantungnya mendadak berhenti. Itu ayahnya dengan ekspresi yang datar, menyodorkan perkamen miliknya. 

"Kau harus teliti menaruh barang-barangmu," ucap Draco, ucapan itu juga sering Draco gunakan di masa depan ketika anak-anaknya melupakan barang-barang mereka. Bedanya adalah Draco di masa depan mengucapkannya dengan intonasi bersahabat, tidak seperti sekarang yang cenderung mencemooh. Scorpius mengatupkan bibirnya. Rasanya dia ingin menemui Dumbledore dan memaksa untuk pulang sekarang, dia tidak mau berhadapan dengan ayahnya versi sekarang. Dia tidak menyukai beradaptasi dengan perubahan signifikan laki-laki yang sebelumnya tidak ragu mencium kepalanya dan mengucapkan afirmasi positif untuk selalu membuatnya merasa senang. Scorpius ingin ayahnya versi masa depan.

"Terimakasih Malfoy," ucap anak itu dan mengambil perkamennya. Dia segera pergi meninggalkan Draco untuk segera ke kelasnya.

Draco menghela napas perlahan, lagi-lagi dia tidak jadi menggunakan legilimency. Sesuatu dalam dirinya menolak untuk menyakiti Scorpius. Draco ingin menarik kesimpulan tapi itu tidak mungkin. Dia merasa punya ikatan tersendiri terhadap kembar Carter. Pemuda pirang itu menggelengkan kepalanya dan membuang jauh-jauh pikiran itu. Draco melakukan apparate ke Malfoy Manor karena junjungan ayahnya memanggil seluruh death eater.

TBC

Time Turner | DRUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang