21. Ke rumah Moona

122 16 0
                                    

Siang menjelang sore, sinar matahari yang mulai meredup perlahan-lahan memancarkan cahaya keemasan melalui jendela besar yang menghadap ke halaman belakang. Di atas meja kecil yang berada di sudut ruangan, berdiri sebuah vas bunga melati yang baru saja dipetik dari taman, menyebarkan keharuman alami yang lembut. Di sampingnya, terdapat secangkir kopi hangat yang baru saja diseduh.

"See? Gue bahkan belum sempat ngetik kata-kata di chat, tapi lo udah nongol ke sini. Seharian aja kayaknya lo betah di rumah gue, deh. Padahal gue sendiri merasa terganggu. Pacar gue mau dateng sore ini, mending lo hari ini jangan ke sini deh. Besok aja," kata Moona, berusaha memasang wajah datar, padahal ia sendiri sedang menahan emosi yang meledak-ledak di dalam hatinya. Mau marah, tapi orang ini adalah anak teman bisnis ayahnya.

Sejujurnya ia tidak bermaksud mengusir Pekora seenak jidat, tetapi ia takut kalau Pekora akan membuat masalah nantinya dan berujung bertengkar dengan pacarnya. Ia harus meluangkan waktunya sendirian untuk Iofi, bukankah itu lebih baik?

"Kayaknya lo bakal terus nolak kedatangan gue di rumah besar lo ini kalo pacar lo sering dateng, jelas-jelas gue ini dinobatkan ayah lo untuk jadi partner lo. Lo tau sendiri kan, kedekatan ayah kita gimana? Masa anaknya gak deketan?" Ucap Pekora dengan seringainya membuat Moona menepuk dahinya sendiri.

"Bukan itu maksud gue. Itu cuma urusan ayah kita, bukan urusan kita. Udah deh, mending lo pergi, besok lo baru boleh ke sini." Tekan Moona, tetap berusaha.

"Gak mau gue. Nyokap lo aja ngizinin gue keluar masuk, ya berarti terserah gue lah. Emang kenapa sih kalo gue ada di sini pas pacar lo di sini juga?"

"Gak papa, lo bakal ganggu nanti."

"Gue gak ganggu."

Moona mendengus. "Terserah lo, ngapain juga gue ngurus lo."

Moona menyerah, daripada ia terus-menerus adu mulut dengan Pekora. Bisa gawat kalau ia benar-benar marah dan mengadukan semuanya.

Pekora menyilangkan kedua tangannya di dada, bingung ingin menjawab apa, tetapi ia tidak mungkin menyerah begitu saja. Ia masih punya banyak rencana cadangan jika rencana utama untuk mendekati Moona gagal. Ini terlalu membosankan baginya. Awalnya, ia sangat yakin karena akan bertemu Moona setelah sekian lama, tetapi yang terjadi malah ia harus menahan cemburu berat saat melihat crush-nya bersama wanita lain.

Tok, tok, tok!
Suara pintu diketuk oleh seseorang dari luar.

Pekora menghela napas. "Hhhh, dia udah dateng."

Moona membuka pintu rumahnya. Di depan pintunya, sudah ada Iofi dengan pakaian santainya. Sebuah kaos oversize bergambar alien. Moona pikir itu lucu dan cocok untuk Iofi.

"Sini masuk.."

Baru saja memasuki rumah pacarnya, Iofi disuguhi pemandangan ruang tamu bintang lima seperti yang selalu ia lihat film. Sofa berbulu yang seakan memintanya untuk segera duduk, meja kecil dengan vas bunga di atasnya, karpet bulu yang sepertinya nyaman, dan yang paling mengejutkan adalah akuarium yang ada di dalam dinding, berisikan ikan-ikan kecil.

Iofi melihat Pekora tetapi ia memilih untuk tidak memperhatikannya. Saat ini, ia ingin bersenang-senang dengan pacarnya.

"Hmm, ke kamar gue aja. Di sini ada nyamuk." Ajak Moona.

"Nyamuk? Perasaan gak ada."

Memang tidak ada nyamuk seperti biasanya, yang ia maksudkan adalah Pekora.

"Tuh, gue diem aja disindir," gumam Pekora, pelan.

Iofi melongo melihat kamar Moona. Kamar bernuansa hitam putih, dengan akuarium kecil yang berisikan ikan cupang, karpet bulu, dan kasur single. Ada juga polaroid foto Moona yang sengaja ditempel di dinding kamar, televisi besar, dan koleksi PlayStation beserta stick-nya di rak bawahnya. Jujur, ini termasuk ke dalam tipe kamar idaman Iofi.

"Anggap aja kamar lo sendiri." Moona merebahkan tubuhnya di ranjang tidurnya, bingung mau melakukan apa. Ia membiarkan Iofi melakukan apa pun di rumahnya, toh orang tuanya juga tidak ada di rumah.

Iofi menyalakan televisi lalu menyodorkan remote-nya ke arah Moona.

"Netflix." Singkat Iofi.

Moona mengangguk, ia segera membuka Netflix yang ada di televisinya.

"So, mau nonton apa?" tanya Moona.

"Movie."

"Movie apa?"

Iofi berpikir sebentar. Sebenarnya, ia tidak tahu mengenai beberapa movie yang bagus dan menarik untuk ditonton. Tetapi yang terlintas di pikirannya adalah ikan. "Hmmmmmmm, Finding Dory."

"Lo suka movie anak-anak, ya."

"Semuanya suka kok. Lagian kasian tau ikan itu, kayaknya ngidap penyakits deh. Ikan kok bisa ngomong kayak manusia."

"Kan kartun, ya bisa lah,"

"Btw, penyakit, bukan penyakits." Moona mengoreksi.

"Sama aja, Kak."

"Iya, terserah Iofi." Jawabnya singkat.

Moona melanjutkan bermain handphone, sesekali ia melihat ke arah TV yang menayangkan movie Finding Dory, movie terkenal dulunya. Ia juga akan memperhatikan Iofi, lalu tersenyum diam-diam.

"Lo lucu, beruntung lo jadi milik gue."

Iofi sibuk melihat ke arah televisi, dengan movie yang sudah berjalan sekitar 2 menit. Sekarang Ia jarang menonton movie, yang biasanya ia tonton kali ini adalah drakor, drakor, dan drakor. Ia malah menebak kalau Moona pasti suka menonton donghua.

"Iofi.." panggil Moona pelan, tangannya menarik bahu Iofi agar mendekat dengannya.

"Ha?" Iofi menoleh, kebingungan. Matanya bertemu dengan mata indah milik pacarnya.

"I'm yours..."

Iofi tertawa kecil, wajahnya memerah. "Yakin, Kak? Gak mau sama yang lain?"

Moona terkekeh, menarik Iofi ke dalam pelukannya. "Yakin, dong. Gue serius soal ini, Iofi. Gue nggak mau ada yang lain, cuma lo."

Iofi merasa hangat dalam pelukan Moona, tetapi ia juga sedikit gugup. "Aku juga serius, Kak. Tapi... ini kayak mimpi buat aku."

Moona menatap Iofi dalam-dalam, kemudian mengangkat dagu pacarnya dengan lembut. "Kalo ini mimpi, lo gak perlu bangun."

Dengan hati-hati, Moona mendekatkan wajahnya, dan Iofi yang tadinya masih ragu akhirnya membalas, mempertemukan bibir mereka dalam ciuman yang penuh kasih sayang.

Televisi yang menayangkan movie Finding Dory seakan tak lagi mereka pedulikan. Suasana kamar yang tenang, dengan hanya suara ikan berenang di akuarium dan detak jantung yang mulai berirama serempak, mungkin menjadi saksi.

Setelah ciuman itu, Iofi tersipu sambil menunduk. Moona hanya bisa lanjut terkekeh, padahal ia tidak punya niatan seperti ini awalnya. Ya mau bagaimana lagi? Sudah terlanjur..

"Makasih, Kak," ucap Iofi pelan, sambil menahan senyum. "Aku sayang banget sama Kak Moona."

"Gue juga sayang lo, Iofi. Jangan pernah berpikiran aneh lagi." Moona mengecup dahi Iofi dengan penuh kasih.

Waktu seolah berhenti sejenak bagi mereka, menikmati kehadiran satu sama lain tanpa gangguan dari dunia luar termasuk Pekora.

Sedangkan Pekora, ia sedang berada di kamar lain. Matanya berbinar-binar melihat foto seorang wanita yang terselip di album foto teman tongkrongan Moona. "Siapa wanita ini?" Batinnya.

 "Siapa wanita ini?" Batinnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*ilustrasi









MOONA IOFI: TRUE LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang