Gym, disinilah tempat paling membosankan menurut Iofi. Tetapi itu tidak berlaku bagi pacarnya, Moona. Moona sudah berlangganan di gym, bahkan setiap hari ia meluangkan waktu sekitar tiga jam untuk bersenang-senang dengan hobinya di gym, mungkin itu memang bakatnya dan ia sangat pintar dalam urusan olahraga. Iofi yang memaksa ikut, tetapi ia baru berpikir kalau itu akan sangat menyakitkan karena pacarnya itu pasti akan memintanya untuk mencoba semua macam alat olahraga disana. Mungkin Iofi akan keluar dari gym dalam keadaan punggung encok, dan pasti seluruh tubuhnya akan sangat kesakitan.
Walaupun begitu, Iofi sangat kagum dengan bangunan besar gym yang sepertinya terbuka untuk umum. Mata Iofi berbinar. "Jadi ini gym nya? Besar juga ya tempatnya." Iofi sangat kagum dengan bangunannya, mungkin karena efek gym anak kelas atas alias gym untuk orang-orang berdompet tebal. Jangan ditanya deh, kualitas gym nya bintang lima.
Tampak kekaguman di wajah Iofi. "Aku baru pertama kali ke tempat yang kayak gini, keren juga ternyata."
"Seharusnya lo bersyukur punya pacar kayak gue, soalnya gue bisa ngajak lo kesini kapanpun lo mau."
Ucap Moona dengan bangga. Padahal Iofi sendiri tidak betah jika berlama-lama berada di dalam gym."Ih, iya-iya."
Mereka berdua masuk di pintu utama gym lalu melangkah menuju tangga utama yang terletak di sebelah kanan. Lantai pertama adalah gym khusus pria, sedangkan lantai kedua adalah ruangan besar gym yang hanya diperuntukkan bagi para wanita. "Waw, alat olahraga nya kelihatannya lengkap, walaupun aku sama sekali gak tau cara gunainnya gimana, tapi yang penting menarik dimataku. Kalau dimata kakak mah kayaknya semuanya menarik, termasuk toilet juga menarik mungkin."
Iofi baru ingat, mereka berdua harus ganti. Iofi tidak mau merengek kepanasan jika berolahraga menggunakan sweater. "Temenin ganti, kak! Kakak juga mau ganti kan?" Tanya Iofi, ia memerhatikan Moona yang sedari tadi sibuk dengan handphonenya.
Moona meletakkan handphonenya di saku celananya. "Iya, sini ikut gue."
Iofi mengikuti langkah kaki Moona ke toilet. "Ah.. toiletnya bagus, gak ada bau-bauan aneh yang biasanya ada di toilet umum pinggir jalan." Saat memasuki gym, Iofi memang sepertinya sangat kagum, dan ia terus memuji setiap hal yang menurutnya menarik, tetapi bukan berarti ia tertarik dengan toilet, ia hanya kagum mengapa tidak ada bau-bauan aneh yang biasanya ia cium di toilet umum manapun.
Hanya ada empat bilik toilet, tiga terpakai dan hanya menyisakan satu bilik toilet. "Kakak duluan sana." Ucap Iofi, ia mendorong lengan Moona.
Moona menghembuskan nafasnya. "Lo aja, gue bisa ganti disini."
Hanya ada perempuan disini, kenapa harus malu.. begitu yang ada di pikiran Moona.Iofi mengangkat sebelah alisnya. "Emang bisa?"
"Ya bisalah, tinggal lepas jaket."
"Ah.. yaudah."
Perempuan dengan sport bra memang sudah biasa ditemukan di area kawasan gym. Jika ditanya mengapa mereka tidak malu satu sama lain, jawabannya tidak.. karena mereka fokus dengan diri mereka masing-masing sehingga mereka tidak akan memerhatikan orang lain. Namun hal tersebut tidak berlaku bagi Iofi. Ini bukan pertama kalinya Iofi melihat Moona hanya memakai bra, ia memang pernah melihatnya saat pertama kali ia merasa jatuh cinta dengan Moona.
Iofi keluar dari bilik toiletnya, ia selalu terpana dengan tubuh pacarnya yang bisa dibilang berotot. "Berapa tahun kakak dapet tubuh kayak gitu?"
"Lima bulan."
Lima bulan? Waktu yang sangat singkat. Mustahil bagi Iofi untuk menempuh waktu sesingkat itu. Mungkin lima tahun adalah waktu yang paling singkat bagi Iofi jika ingin memiliki tubuh atletis seperti itu.
"Kakak cocok jadi model iklan Calvin Klein yang edisi sport bra. Kakak juga kayaknya demen sama brand itu sampe kaos aja logonya Calvin Klein. Mending kakak ngelamar aja jadi model disana, fiks! Kalo menurut aku
Kakak pasti diterima tuh. Terus aku tinggal minta foto-foto kakak deh, atau kalo gak aku download semua video iklan yang modelnya itu kakak." Ucap Iofi, ia terkekeh sendiri dengan perkataannya."Gue gak ada niatan jadi model iklan.."
Iofi mencubit pipi Moona. "Udah tau duluan kok. Kakak kan pemalas, jadi model kayak gitu tuh pasti berat kalo buat kakak."
"Yeah.. you know."
Sekarang Iofi yang menarik Moona keluar dari toilet. Jika masih berada di toilet mungkin bisa saja Iofi melakukan hal-hal yang ia mau karena sepertinya matanya sudah tertutup oleh kabut. Tetapi ia tahu batas, karena mereka baru berpacaran kemarin.
Mata Iofi berkeliling, mengamati hal-hal yang menurutnya menarik. "Banyak AC, pantes kakak betah.."
Moona tersenyum kecil. "Gue emang betah disini."
Iofi ingin mencoba beberapa alat yang menurutnya menarik, tetapi Iofi bahkan tidak pernah mencoba semua alat yang ada di depan matanya sekarang. Dimata Iofi, terdapat beberapa alat yang mirip dengan alat untuk mengeksekusi mati di film yang pernah ia tonton, seram.. tetapi menarik juga.
Iofi menunjuk ke arah sebuah benda yang ia tidak tau apa nama benda itu. "Kak, ini namanya apa?"
"Itu barbel, coba angkat, kayaknya cuma dua kilo." Ucap Moona dengan santainya.
"Dua kilo gini aku belum tentu bisa kak. Dulu, aku pernah coba-coba alat aneh kayak gini, tapi endingnya aku juga cuma lihat soalnya aku sama sekali gak bisa. Emang kakak biasanya berapa kilo?"
"Tiga puluh kilo."
Mata Iofi mulai melebar, tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pacarnya. "WHAT THE F**K, ITU SERIUS KAKAK GAK KEBERATAN?"
"Engga kok."
Moona meminta Iofi untuk mengangkat barbel dengan berat dua kilo itu. Dengan segala kekuatan, Iofi mulai mengangkatnya.. ouh, tidak seburuk yang ia pikirkan. Tidak seberat yang ia bayangkan, ternyata ringan-ringan saja. Padahal ia sudah membayangkan tangannya akan patah mendadak ditambah lagi tulangnya pasti ada yang bengkok, ya.. begitu yang ia bayangkan.
Iofi tidak ingin terlihat lemah dimata pacarnya. Ia akan melakukan apapun asalkan tidak dipandang lemah. "Ah yang kayak gini mah gampang kak, lihat nih! Aku bisa angkat yang dua kilo. Sekarang tambah satu kilo lagi, lihat nih masih kuat tanganku, kak."
Moona tersenyum miring. "Coba yang lima kilo."
"Gampang! Barbel yang lima kilo mah juga kecil, kak. Nih-- awwwwhhh! Sakit!!" Iofi meringis, tangannya menjadi merah karena dipaksa mengangkat.
"Otot lo masih kaku, jangan banyak gaya."
Iofi semakin meringis. "Awhh, anjir berat banget. Gak mungkin itu lima kilo, pasti kakak dari awal sengaja nambahin sepuluh kilo! Iya kan kak? Ngaku deh."
"Huh, terserah Iofi." Moona malas jika ia dipaksa terus menanggapi. Namun bukan berarti ia tidak perhatian dengan Iofi, ia perhatian.. hanya saja ia gengsi. Gengsi untuk menunjukkan bahwa ia sebenarnya khawatir, ah.. ia juga tidak tau sampai kapan seperti itu.
"Tuh kan apa kubilang."
...
Mereka melanjutkan kegiatan mereka selama lebih dari tiga jam. Iofi benar-benar encok diakhir, tidak seperti Moona yang malah bertambah kuat seiring dengan apa yang ia lakukan. Sepertinya Moona sudah berteman akrab dengan alat-alat menyeramkan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOONA IOFI: TRUE LOVE
RomanceAirani Iofifteen, seorang wanita cantik yang jatuh cinta pada pesona seorang bad girl yang penuh dengan aura memikat bernama Moona Hoshinova. Akankah mereka memiliki hubungan?