19. Lancang

129 12 0
                                    

"Nan ayo pulang, udah hampir magrib" Anselma sengaja tidak merespon ucapan Rian. Ia menarik pergelangan Nando dan mengajaknya pergi.

"Sell? Can we talk?" Rian mencoba mencegah kepergian Anselma.

"i can't, excuse me" acuhnya lalu pergi begitu saja

"Eh rai, yan dulann, makk tungguu" Nando dengan cepat menyusul sepupunya. Ia tak mau sepupunya pulang sendirian.

"Ngapain kabur mak?"

"Ck lu apaa sih, udah mau magrib gaenak sama bunda"

"Alah alesan"

Sesampainya di depan motor Nando, Anselma langsung memakai helemnya sayangnya karena ia sanagt terburu-buru untuk menghindari Rian, ia kesusahan memasang kaitan helm yang ia gunakan.

"Ck bodolah gausa pake beginian"

"Eh apa apaan helm kegedean sok sokan gak dikait sini gua bantu, makanya gausa buru-buru, magrib masih kurang 30 menit, kek dikejar setan aja lu mak" Nando dengan teliti
memasangkan kaitan helm yang Anselma gunakan.

Kejadian tersebut disaksiakan oleh dua pasang mata, yang satunya tersenyum manis yang satunya tersenyum masam.

"Nando soswit banget ke selma ya yang" Raisa mencoba mengkode Rian

"Yang?"

"Eh maksudku yan heheh"

"Hm gak biasa aja, cuman pasangin kaitan helm aku juga bisa"

Senyum yang semulanya manis berubah menjadi kecut, raisa mendengus , ia sangat kesal kenapa Rian sangat memperhatikan Anselma, dan tampaknya dia cemburu bukan?

"Kamu bisa pulang sendiri kan? Aku mau jemput bunda?"

"Loh kok gitu sih anterin aku dulu lah"

"Sory rai, aku gaenak sama bunda, udah nungguin, aku duluan".

"Sialannn masak naik gojek lagi, huhh ya  udah deh chat nathan aja dari pada naik gojek" bathin Raisa

Masih ingat Nathan? Mantan raisa.

****

"Mak mau sampe kapan?" Diperjalanan Nando mencoba membuka suara.

"Apanya yang mau sampe kapan?"

"Tadi lu ngapain menghidar?".

"Apaan sih nan siapa yang menghidar, lagian menghindar dari siapa coba?" Anselma pura pura tidak faham dengan arah biacaranya.

"Mak gua udah tau, lewat diary lo" Anslema tercengang, bagaimana bisa sepupunya ini membaca diarynya

"Diary pink yang halaman ke 28nya betuliskan pantaskan aku? Atau haruskah aku menyerah darinya?' itu milik lo kan mak"

Plakk

"Nan ko lu lancang sih" suaranya tampak bergetar. Air mata Anselma kini sudah siap terjun dari pelupuk matanya. Ia panik tidak karuan. Rahasia yang selama ini ia simpan rapi, sudah berantakan.

"Sorry kalo gue lancang mak, waktu kita belajar UTBK lo, ketiduran habis nulis diary itu gue kepo, gue benar-benar lancang maaf mak"

Tidak ada jawaban dari sang empu.

"Mak? Mak lu marah sama gue?"

Karena tidak ada jawaban nando melirik lewat spion motornya terlihat jelas anselma yang kini menangis seraya menggigit bibir bawahnya. Ia tak mau Nando mendengar isak tangisnya.

Mengetahui Anselma sedang menangis Nando memilih untuk berhenti di tepi taman dekat komplek rumah Anselma. Ia menarik sepupunya kedalam dekapannya.

"Maaf gue lancang".

"Nasi udah jadi bubur" saut selma dengan isak tangisnya.

"Mak dengerin baik-baik. Lu gaboleh kaya gini, Lu gaboleh egois sama diri lu sendiri, perasaan lu itu valid mak, lu harus perjuangin itu, gue tau marwah seorang perempuan itu dikejar bukan mengejar, tapi mengejar bukanlah hal yang salah mak, itu gak papa, siti khadijah aja bisa mengejar cintanya masak lu gabisa mak"

"Gua bukan siti khadijah nan"

"Lu memang bukan siti Khodijah tapi lu bisa mencontoh perjuangannya. Gue tau lo punya ambisi yang tinggi, cita cita dan harapan yang besar, lu bisa mak dapetin semuanya, mimpi maupun cinta, kenapa lu harus nyerah, apa karena raisa?"

Anselma melonggarkan pelukannya "lu udah baca sampai mana?"

"Gue cuman baca halaman 28, tapi gue tau lu sama raisa mulai renggang, feeling gue benar ternyata hal yang membuat lu menyerah begitu saja karena sahabat lu sendiri, mak, kalian sama sama lagi berjuang gaada salahnya berjuang secara sehat, gak perlu menyerah, gausa dengerin apa yang orang lain katakan pada lu, selagi lu berada dijalan yang sehat, lu masih boleh terus melangkah meraih hal tersebut"

"Denger mak, gue sedih liat lu tiap hari matanya sembab, gaada semangat hidup mak, sorry kalo akhir akhir ini gue sering ganggu lu, gue cuman gamau liat lu sedih mak, lebih baik liat lu ngomel dari pada lu murung dikamar, mak hidup gak semua tentang menghargai perasaan orang, yang lu bawa diri lu, jadi lu harus mengutamakan hal tersebut. lu harus juga inget masi ada ibu lu, mami gua, papi gue dan pastinya diri gue sendiri yang sayang sama lo, life must go on right? Lu yang bilang sendiri ke gua kalo gua lagi bersedih, ayo mak kemabali menjadi selma yang tangguh dan ambisius, jangan melempem kek krupuk seblak"

Anselma tersenyum haru ia tak menyangka sepupunya yang menyebalkan ini rupanya sangat menyayanginya.

"Makasi nan"

"Yauda yuk pulang udah magrib ntar ibu gue nyariin lu" nando kini menarik anselma membawanya keatas motor

Plakk

"Sembarang ibu gue itu" omel selma




Mundur Perlahan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang