___
"Lo yakin mau nekat nerobos hujan?"
Bastian menghentikan langkah Pra yang ingin berlari menuju motornya. Akhir-akhir ini cuacanya tidak bersahabat. Hujan seringkali turun dan membuat aktivitas terhambat. Pra dan Bastian baru keluar dari kelas setelah mata kuliah 'Sistem Kontrol Pembangkit' telah selesai dan Dosen langsung pamit undur diri.
Karena hari ini hanya ada satu mata kuliah, Pra berniat menemui Nala di kantornya. Sebagai permintaan maaf karena kemarin ia membatalkan janji, Pra akan mengajak Nala makan Sushi favorit Nala di daerah Kemang.
"Gue buru-buru, Bas."
"Pasti mau ketemu Nala, kan?"
Pra terlihat mengerutkan dahinya, bingung. Bagaimana Bastian bisa tahu tujuannya.
"Pra, se-istimewa apa sih, Nala buat lo? Lo sampe rela hujan-hujanan buat ketemu dia, lo jarang ikut kita ngumpul demi bisa nemenin dia. Come on, sob! Lo pacarnya aja, bukan."
"Buat gue, Nala segalanya, Bas. Kita udah bareng-bareng dari SMP."
Bastian termangu. Ia kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan Pra. Padahal, ia sudah menyiapkan banyak kalimat untuk Pra. Tangannya yang berada di pundak Pra, perlahan ia turunkan. Kali ini, ia tidak bisa memaksa Pra untuk tetap disini.
"Gue duluan. Titip salam aja buat Eva kalau dia nyariin."
Setelah mengatakan itu, Pra langsung berlari menuju motornya di pelataran parkir. Padahal hujan masih cukup deras, tapi Pra tidak peduli. Ia ingin segera menemui Nala, sebab pesannya semalam tidak dibaca oleh perempuan itu. Pra yakin Nala masih marah karena ia membatalkan janji.
Untungnya, kali ini Pra membawa jas hujan di ransel abu-abunya. Setidaknya, ia tidak akan terlalu basah saat tiba dikantor Nala yang jaraknya lumayan jauh dari kampus.
Dengan kecepatan sedang, Pra melajukan motornya membelah jalan raya yang tergenang air. Pikirannya berkecamuk, bingung bagaimana caranya meminta maaf kepada Nala. Selama delapan tahun pertemanan mereka, baru kali pertama Pra mengecewakan Nala.
Setibanya di kantor tempat Nala bekerja, Pra melihat banyak orang berkumpul di pelataran gedung kantor tersebut. Hujan yang masih terus merintik membuat beberapa karyawan masih terjebak di area yang ternaungi atap. Beberapa lainnya yang membawa mobil, langsung berlari menuju mobil masing-masing untuk mencari resto terdekat.
Dari jauh, Pra bisa melihat sosok perempuan yang sangat ia kenali sedang duduk di kursi besi dekat pintu masuk. Mungkin sedang menunggu hujan reda agar bisa mencari tempat makan.
Pra ingat bahwa ia membawa payung lipat di tasnya. Payung Merah Muda milik ibunya yang ia ambil diam-diam sebelum berangkat kuliah. Pra sudah dapat mengira pasti akan turun hujan, sebab mendung sudah menggelayuti langit sejak pagi tadi.
Dengan cepat, Pra mengeluarkan payung tersebut dan menghampiri Nala. Perempuan itu awalnya tidak menyadari kehadiran Pra, sampai saat Pra tiba di hadapannya.
"Kasian banget tuan putri harus nunggu hujan reda," komentar Pra saat sudah berdiri tepat di depan Nala.
"Praha?! Kok bisa disini? Lo nggak kuliah?" Nala berdiri dari duduknya, mengamati Pra yang masih mengenakan jas hujan.
"Mau jemput tuan puteri buat diajak makan sushi."
"Lo bolos kuliah?"
"Nggak dong. Hari ini cuma ada satu matkul, ya udah gue ke sini aja. Daripada pulang, di rumah juga bosen nggak ada kegiatan."
"Ehm... Pasti ada maunya, kan? Nggak mungkin banget tiba-tiba ngajak gue makan Sushi. Lo mau nyogok gue biar maafin lo, gara-gara kemarin?"
YOU ARE READING
SERANA
Novela Juvenil"Bersamamu, aku jadi punya alasan untuk tetap memperjuangkan mimpi-mimpiku." -Praha Jareska Wibisono "Banyak hal yang tak selalu sejalan. Impianmu yang terlalu tinggi, tak mampu lagi aku imbangi." -Anindya Kanala ___ Pra dan Nala. Dua oran...