enam

26 3 0
                                    

.
.
.
.
.
.

Baby Monster - Forever

.
.
.
.
.
.

Happy reading💫

















BRAKK

"ADUH SIAPA SIH NABRAK MOBIL ORANG SEMBARANGAN!!" orang yang ditabrak Jevano tak terima dan turun dari mobilnya.

Jevano lantas melepas helmnya. "Sorry..."

"Jevano? Lo gapapa? Sorry tadi gw kelepasan sama lo," dan ternyata orang yang ditabrak Jevano bukan lain adalah Kanaya.

Karena sang lawan bicara tak mau merespon, Kanaya merasa jengah. "Ngerespon dikit bisa nggak, berasa ngomong sama patung gw ilah."

Kanaya menghela nafas lelah. "Yaudah, lo diem dulu disini gw ambilin obat. Kalo masih kuat jalan, lo duduk aja di kursi itu."

SKIP KANAYA MENGAMBIL OBAT.

Kanaya hendak kembali, namun langsung menghentikan langkahnya ketika matanya menangkap Jevano yang terlihat goyah. Pria itu berjalan terpincang-pincang menuju kursi, wajahnya menunjukkan jelas betapa sulitnya setiap langkah yang diambil. Kanaya merasakan detak jantungnya semakin cepat, tubuhnya tiba-tiba terdorong oleh dorongan yang tak bisa ia jelaskan. Tanpa berpikir panjang, ia bergegas menuju Jevano.

"Jevano!" teriak Kanaya dengan nada cemas, kakinya nyaris berlari.

Namun, dalam kepanikan itu, Kanaya kehilangan keseimbangan saat mencoba menahan tubuh Jevano yang lebih besar darinya. Kanaya terjerembab di atas Jevano, kedua tangan dan lututnya menahan tubuhnya agar tidak menekan pria itu lebih jauh. Nafasnya memburu, perasaan panik bercampur malu mulai merayapi dirinya. Namun, saat ia hendak bangkit, tatapan mata mereka bertemu.

Mata Jevano yang gelap dan dalam menatap lurus ke dalam mata Kanaya. Seolah dunia seketika terhenti. Kanaya terdiam, tak mampu berkata-kata. Wajah mereka hanya beberapa inci terpisah, dan ia bisa merasakan detak jantung Jevano yang berpacu cepat, sama seperti detak jantungnya sendiri.

Perlahan, Kanaya menyadari posisinya dan ia mulai bergeser, berusaha untuk bangkit. Wajahnya memerah, namun ia tetap tak bisa memalingkan pandangannya dari Jevano.

"Sorry, gw..." Kanaya berusaha berkata-kata, suaranya tergagap, namun Jevano hanya menggelengkan kepala dengan lembut.

"Ya," balas Jevano dengan muka datarnya seperti biasa.

Kanaya mengangguk pelan, masih tak mampu berbicara. Rasanya, seolah jantungnya bisa meledak kapan saja. Setelah itu, Kanaya merasakan pipinya mulai memanas karena malu. Dengan gugup, ia merogoh tasnya dan mengeluarkan kotak P3K kecil yang selalu dibawanya.

"Nih, pakai ini buat ngobati luka di kaki dan muka lo," kata Kanaya sambil menyerahkan kotak itu kepada Jevano, suaranya terdengar sedikit terburu-buru. Ia tidak bisa menatap langsung ke matanya, takut Jevano bisa melihat rasa gugup yang bergejolak dalam dirinya.

Jevano mengambil kotak itu dengan ekspresi bingung. "Tap-"

"Gw ke mobil dulu, ya," potong Kanaya cepat. "Lo obati aja lukanya."

Sebelum Jevano bisa berkata lebih banyak, Kanaya berbalik dan berjalan cepat menuju mobilnya yang tidak jauh dari sana. Setiap langkah terasa seperti berlomba dengan detak jantungnya yang masih belum stabil. Saat sampai di mobilnya, Kanaya membuka pintu, lalu duduk di kursi pengemudi dengan napas terengah-engah.

ᴅɪɴɢɪɴ ᴛᴇʀʙᴜᴋᴀTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang