8. Move On?

335 67 9
                                    


Ketenangan dirasakan oleh Gio, dengan rasa sakit di wajahnya yang babak belur-dia merebahkan diri di tempat tidurnya. Gio sudah bersantai dari jam 10 pagi tadi, padahal hari ini masih hari biasa yang seharusnya Gio bersekolah. Dia tidak bolos, tapi karena bertengkar dengan Cio-dia kena skorsing selama 3 hari dimulai dari besok. Karena itu hari ini dia pulang lebih dulu daripada teman-temannya yang lain.

Sekarang pukul 3 lebih, Gio masih ingin bersantai-santai. Dia juga bersantai bukan karena alasan, kepalanya berisik memikirkan alasan apa yang harus diberikan pada ayah-bundanya. Bukan maksudnya berbohong, dia sedang menyiapkan rangkaian kata-kata untuk menjelaskan sebaik mungkin. Dia juga sudah menyiapkan pembelaan untuk dirinya nanti, walaupun dia tahu itu sama sekali tidak akan berguna jika berhadapan dengan bundanya.

Kegiatan bersantai harus terpotong saat dia merasa ada seseorang berdiri di ambang pintu kamarnya, dia membuka matanya dan mengedarkan pandangannya ke arah pintu.

Ada Feni sang kakak sepupu di ambang pintu, Feni tengah berdiri sambil bersandar ke pinggiran pintu dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Tak lama terdengar helaan nafas dari Gio, Gio menghelakan nafas sambil bangkit dari rebahannya dan duduk di pinggir tempat tidurnya.

"Kak, nanti aja kalau mau ngomel! Atau jangan ngomel deh, lagian nanti juga ayah-bunda pasti ngomel-ngomel waktu pulang nanti!" Keluh Gio panjang lebar sebelum Feni angkat bicara.

"Lagian ngapain sih berantem? Ada masalah apa sama cio itu?" Tanya Feni sambil masuk ke kamar Gio dan mengambil tempat di samping Gio.

Kini pandangan Gio menatap heran ke arah Feni, "Kenal sama dia?" Alih-alih menjawab pertanyaan Feni, dia malah balik bertanya pada Feni.

"Well, aku satu bangku sama Shani dan tadi itu di sekolah rame banget nama kamu digosipin bareng nama Cio dan Shani. Dari situ aku tahu ternyata Shani pacarnya Cio. Kamu rebut pacarnya Cio?" Tutur Feni, pertanyaan terakhir yang terlontar dari Feni membuat Gio melotot.

"Enak aja! Nggak lah!" Pungkas Gio dengan cepat, dia sedikit tak terima dirinya dicap sebagai perebut pacar orang. Sekarang Gio sadar kenapa Cio tiba-tiba memukulnya, ternyata kedekatannya dengan Shani sebagai teman menjadi salah paham.

Setelah keheningan sempat menghampiri mereka sesaat, Feni kembali bertanya. "Terus kenapa? Gak mungkin kan ada asap sebelum ada api? Segala sesuatu tuh pasti ada sebab dan akibatnya. Jadi masalahmu apa dengan mereka?"

Gio yang mendengar itu merebahkan badannya lagi "Ah, gitu deh kak. Nanti aja aku ceritain, biar sekali jalan aja males ngulang soalnya" Gio memejamkan matanya, dia tak peduli jika Feni masih ada di tempat nya atau sudah pergi dari kamarnya.

Feni yang melihat Gio kembali merebahkan ikut tiduran di samping Gio. Walaupun Gio belum cerita semuanya, Feni tahu satu hal. Dia tahu dan merasa jika Gio sedang tidak baik-baik saja, karena itu dia memilih merebahkan dirinya dulu untuk menemani Gio sebentar.

"Gi, you okay?" Pertanyaan yang sedikit konyol karena pasti sepupunya itu tidak baik-baik saja, tapi setidaknya dia sudah bertanya dan menunjukkan jika dia peduli dengan Gio.

Pertanyaan dari Feni membuat Gio membuka matanya dan menatap ke arah Feni tanpa bersuara. "Sebenarnya satu minggu ini kamu ada masalah apa aja?" Tanyanya lagi.Gio masih bungkam, dia memilih menatap langit-langit kamarnya daripada menjawab pertanyaan itu. Feni yang merasa diabaikan, langsung saja melayangkan pukulan ke arah kepala Gio.

"Aduh, apaan sih kak?" Keluhnya saat mendapat pukulan dari Feni.

"Makanya kalau orang tanya tuh dijawab, dodol!" Feni ingin memukul Gio sekali lagi, tapi sayang tangannya sudah di tahan oleh Gio.

Jejak RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang