Bab. 2 Adaptasi

0 0 0
                                    

Setelah menghafal semua harga dan memahami setiap detail kafe serta tata cara meracik semua minuman dan makanan dalam menu, Pak Javas melepaskan Caca untuk mencoba semuanya sendirian.

Saat sedang membereskan beberapa bahan, tiba-tiba saja ada beberapa orang yang menghampiri Caca. Dengan senyuman manis, Caca menyapa kehadiran mereka.

"Halo, Nak! Kamu karyawan barunya, ya?" tanya seorang ibu-ibu.

"Benar, Bu!" jawab Caca.

"Jangan panggil, Bu! Panggil saja Mama! Saya Mama dari bos kamu dan sekarang kamu jadi keluarga kami karena kamu sudah masuk ke kafe ini," jelas Mama pada Caca.

"Tentu saja, Ma! Terima kasih banyak sudah menyambut kehadiran saya di sini," ucap Caca tulus dengan senyuman.

"Kamu manis sekali sayang! Nama kamu siapa?" tanya Mama.

"Terima kasih, Ma. Nama saya Caca Isabella, panggil saja Caca," jawab Caca.

"Kalau ini namanya Dewi, kamu bisa panggil dia Mbak Dewi, dan ini namanya Dini, panggil saja Mbak Dini," kata Mama memperkenalkan kedua putrinya.

"Salam kenal, Mbak! Nama saya Caca," ucap Caca sambil menunduk sopan.

Mama mulai berbincang banyak hal dengan Caca, dan Caca dengan sopan mendengarkan semua hal yang diceritakan Mama. Sesekali, Caca menanggapi ucapan Mama. Tidak berselang lama, Pak Javas datang kembali bersama dengan seorang perempuan dan anak kecil. Caca tersenyum menyapa perempuan tersebut.

"Halo, kenalin namaku Nayla, nama kamu siapa?" sapa perempuan yang dibawa Pak Javas, Nayla.

"Nama saya Caca, Mbak! Salam kenal," jawab Caca sopan.

Mulailah terjadi sesi adaptasi yang sedikit membuat Caca bosan, karena dia bukan orang yang terlalu suka berinteraksi dengan orang yang lebih tua darinya. Demi profesionalitas, Caca terus mendengarkan dan sesekali melontarkan canda dan kalimat jawaban.

"Mama tinggal dulu, ya, Ca!" pamit Mama.

"Iya, Ma! Hati-hati di jalan," ucap Caca.

"Iya, sayang! Terima kasih pesannya," kata Mama.

Semua orang menyambut Caca dengan sangat hangat dan ramah. Setelah sesi perkenalan dan adaptasi, Caca mulai bekerja melayani pembeli. Dia melihat seorang pembeli yang langsung duduk dan belum memesan apapun. Caca akhirnya berinisiatif untuk menghampiri orang tersebut dan mulai menawarkan menu yang ada.

"Permisi, Pak!" sapa Caca.

"Silakan," balas bapak tersebut.

"Bapak mau pesan apa? Silakan dilihat menunya atau butuh rekomendasi?" tanya Caca ramah.

"Boleh tolong rekomendasikan kopi racik yang kalian punya?" jawab bapak itu.

"Tentu saja, Pak! Kami memiliki beberapa macam kopi racik dengan rasa yang memiliki ciri khas daerah masing-masing," jelas Caca.

Bapak itu mendengar dengan seksama penjelasan yang diberikan oleh Caca. Dia terlihat kagum dengan cara Caca melayani pembeli dengan sepenuh hati dan sabar.

"Saya pesan kopi racik yang kamu sebutkan pertama," pesan bapak pembeli.

"Baik, Pak! Mau level gula yang bagaimana? Pahit tanpa gula, pahit pakai gula, sedang, atau manis?" tanya Caca.

"Saya mau coba yang pahit pakai gula," jawab bapak pembeli.

"Baik, Pak! Silakan ditunggu sebentar," ucap Caca undur diri.

Caca mulai membuatkan pesanan dari bapak pembeli tersebut. Setelah selesai, Caca menghidangkan kopi tersebut dengan sopan dan pamit undur diri setelah mengantarkan pesanan.

"Semoga kamu betah ya, Nak!" ucap bapak tersebut.

"Tentu, Pak!" ucap Caca.

"Saya ayah bos kamu. Kebetulan, saya sudah bosan melihat karyawan yang selalu gonta-ganti setiap minggunya," ucap ayah bos tersebut.

"Saya usahakan untuk tidak keluar, Pak!" kata Caca mantap.

Ayah bos tersebut tersenyum puas mendengar jawaban Caca.

WatchingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang