Yuki sampai ke rumahnya dengan wajah yang memerah menahan amarah, dia menghambur seluruh barang di kamarnya sampai kamar itu berantakan. Dia meraih bingkai foto pernikahannya bersama Ana di meja rias milik Ana, dia ingin melempar foto itu tapi yang terjadi hanya tangannya yang melayang di udara. Yuki menatap foto itu kemudian tangisnya tumpah ruah, badannya merosot ke lantai.
"Kenapa, Ana? Apa aku selama ini jahat sama kamu?" Yuki memeluk bingkai foto itu seperti dia merengkuh tubuh istrinya.
Sekitar satu jam kemudian Ana pulang dari tempat kerjanya, "Apa yang terjadi?!" paniknya ketika menemukan kamarnya dan Yuki berantakan.
Hatinya tambah ketakutan ketika menemukan Yuki terkapar di lantai, "Mas! Yuki!" Dia mengguncang tubuh suaminya dengan penuh khawatir.
Ana menghela napas ketika menyadari suaminya tersadar, Yuki bangun dan mengerjap-erjapkan matanya. Yuki melihat ke seluruh kamar yang sudah seperti kapal pecah belah kemudian dia menemukan istrinya sudah berada di hadapannya.
"Ada apa, mas?" tanya Ana dengan lembut dan tenang.
Dengan pelan juga Yuki melepaskan genggaman Ana, "Nggak apa-apa, maaf nanti biar saya yang bersihkan." Yuki bangkit menjauh dari Ana.
"Saya?" Kata itu bahkan tidak pernah Yuki ucapkan lagi sejak terakhir hubungan mereka masih akward ketika pertama kali bertemu.
Ana duduk terdiam di kursi meja riasnya sementara Yuki sudah membawa sapu dan alat pengangkat sampah. Ana memandang Yuki yang diam-diam membersihkan beberapa barang yang berserakan dan ada yang pecah. Dalam hatinya dia bertanya-tanya, ada dengan suaminya akhir-akhir ini? Semua keanehan bermula dari semenjak Yuki sakit, walau tidak berkurang rasa perhatian yang Yuki berikan tapi tetap saja Ana yang sudah dua tahun hidup bersamanya tahu kalau suaminya ada masalah.
"Auchh ..." Ana tersadar ketika mendengar Yuki mengadu kesakitan.
Dengan cekatan dia menghampiri suaminya yang tangannya berdarah kemungkinan terkena pecahan barang, "Sini aku obatin dulu." Yuki diam saja ketika Ana buru-buru mengambil kotak obat dan mengobati tangannya.
Ana menatap Yuki, wajah dingin Yuki kembali terlihat setelah selama dua tahun itu dia tidak pernah melihatnya lagi, "Aku bantu mas bersihkan yah," ujar Ana ketika dia selesai mengobati tangan suaminya.
"Nggak usah, nanti tangan kamu juga kena pecahan kaca." Yuki kembali menjauh dari Ana.
"Yah aku bisa bantu sapuin aja, mas." Ana tetap ngeyel.
"Nggak usah Ana, aku yang berantakin jadi biar aku yang bersihkan." Tidak ada perubahan nada dari ucapan Yuki, tetap tenang dan dingin.
"Muchsin Yuki Zainal, ada apa dengan kamu?!" Ana sudah tidak bisa menahan emosinya, dia tidak suka Yuki memperlakukannya seperti ini.
Yuki mendesah kasar berusaha mengatur emosinya, dia menatap Ana dengan tatapan tajam dan jujur itu membuat Ana takut tapi dia harus terlihat berani agar tahu apa yang terjadi dengan suaminya ini. Tapi yang terjadi malah Yuki menarik tangannya pelan kemudian mendudukkannya di kursi kembali.
Lama Yuki tertunduk di depan Ana, "Kamu nggak tahu salah kamu apa?" Hingga pada akhirnya dia berani menatap Ana.
Ana terdiam, jantungnya berdegub keras dan menyebabkan dia berakhir dengan gelengan saja, "Aku bertemu dengan Wirga Sanjana, dokter di rumah sakit kamu." Ketika mendengar itu serasa dunia Ana seperti mau runtuh.
"Kalian membicarakan apa?!" Ana menggenggam erat tangan Yuki agar dapat memberikannya penjelasan.
Yuki tersenyum tipis, sangat tipis, "Tanyakan padanya." Dan setelah itu dia bangkit meninggalkan Ana yang terdiam membeku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat Kaleng (Fakestagram)
FanfictionMengenai seorang gadis yang sudah menikah namun masih ada intrik di dalam pernikahannya. Ini tentang seorang gadis yang masa cintanya belum habis pada satu orang. Dia tengah berusaha untuk menemukan cintanya yang benar-benar sejati. Dia berharap bah...