“Tentu.” Jawab Jaemin lembut membuat Jeno yang mendengar langsung mengulum senyum lebar.
“Sedang apa?” Suara pria itu menyapa lagi.
“Aku sedang membantu Papaku di belakang membuat camilan.” Jawab Jaemin.
“Kau seperti bisa memasak.” Entah itu sebuah pujian atau rayuan, tapi cukup menggelitik bagi Jaemin. Bibirnya langsung mengulum senyum malu-malu hingga kepalanya tertunduk, menyembunyikan semburat di wajahnya.
“Aku tidak bisa lama karena aku menggunakan telepon asrama.”
Dan seperti ada yang kosong saat Jeno hendak menyudahi pembicaraan mereka. Senyumnya langsung pudar tergantikan wajah sedih. Ada gejolak rindu yang menggebu padahal hanya mendengar suaranya, bahkan Jaemin pun tak tahu seperti apa rupa pria yang ia sukai itu.
“Aku hanya ingin memastikan bahwa ini benar nomor telepon rumahmu. Aku akan menghubungi lagi lain waktu.”
“Baiklah.” Jawab Jaemin, namun dari nada itu, Jeno seperti menangkap ketidak relaan.
“Jaemin...” Panggilnya sebelum ia benar-benar menutup panggilannya. Meski tak ada jawaban, tapi Jeno tahu bahwa sang lawan bicara mendengarnya.
“Sampai hari ini, aku masih terpesona olehmu, aku tak pernah lupa bagaimana indahnya dirimu. Pertemuan kita terlalu singkat. Jadi, kumohon jangan jatuh cinta dengan siapa pun dan jangan kencan dengan siapa pun. Sampai kita bertemu lagi.”
Dunia rasanya seperti berhenti berputar saat Jeno mengungkapkan isi hatinya. Pria itu masih membawa kenangan beberapa bulan lalu, masih terpesona dengan sosok Jaemin yang dia lihat hanya beberapa saat.
Debaran jantungnya kian cepat, sekujur tubuhnya gemetar akan rasa haru, ada rasa seperti bahagia mendengar kalimat Jeno. Dia bersyukur ada seseorang yang terdengar tulus padanya.
“Maukah kau menungguku?” Pinta Jeno.
Jaemin tersenyum simpul mendengar permintaan itu.
“Aku akan menunggumu.” Jawab Jaemin membuat Jeno mengulum senyum kian lebar.
“Baiklah, selamat malam.”
“Selamat malam.”
Panggilan telepon berakhir, menyisakan Jaemin yang hanya memandangi gagang telepon, masih terbayang-bayang kalimat Jeno.
Apakah itu sebuah pengakuan cinta?
Entahlah, Jaemin salah tingkah dan bahagia di satu waktu. Sulit menjelaskan perasaannya.
Namun sejak ungkapan Jeno malam itu, Jaemin merasa bahwa dia bertanggung jawab akan hatinya. Dia tak ingin membuat Jeno kecewa karena dia pun sudah berjanji untuk tak jatuh cinta pada siapa pun.
Mungkin dia juga sudah jatuh cinta pada Jeno.
Malam ini, Jaemin duduk di sofa ruang tamu, baru saja menjawab panggilan dari Jeno.
“Bubumu datang ke toko tadi pagi.” Jaemin mulai bercerita.
“Benarkah?”
“Mereka memesan buket dalam jumlah besar.” Tuturnya.
“Ah, itu pasti untuk pernikahan Mark Hyung.”
“Hyungmu mau menikah?”
“Iya.”
Hati Jaemin berkecamuk mendengar itu, biasanya di perayaan besar, seluruh keluarga akan berkumpul. Tak salah jika dia berharap Jeno akan pulang dan mereka memiliki kesempatan untuk bertemu.
Tak ia ungkiri dia juga penasaran akan sosok yang mencuri hatinya tanpa bertemu ini.
“Kenapa?” Tanya Jeno karena Jaemin hanya diam setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NOMIN COLLECTION
FanfictionBerisi oneshoot/Twoshoot nomin. bukan Rated M ya. trauma di report.