Marah Besar

487 12 4
                                    

PLAK...

Sebuah telapak tangan seorang pria dewasa dengan keras menampar pipi mulus seorang gadis.

"Dasar anak kurang ajar. Bikin malu keluarga saja," ujar Jerry sangat marah.

Menahan sakit tamparannya, Mawar memegang pipinya dengan derai air mata yang sudah membasahi pipi mulusnya.

Rika duduk di sofa melipat tangan, menatap suaminya memarahi sang putri anak tanpa rasa iba sedikit pada anaknya.

"Maafkan aku pah," lirih Mawar berlutut memohon di kaki sang ayah

"Maaf. Kamu kira dengan kata maaf bisa memperbaiki nama baik keluarga kita," tekan Jerry yang lebih memperdulikan nama baik dari pada perasaan sang anak

"Bapa sama mama kamu kasih kebebasan itu bukan berarti kamu menjadi liar seperti ini," tambah Rika menyalahkan sang anak.

"Mawar minta maaf ma, pa," lirih Mawar dengan airmata yang terus keluar membasahi pipinya.

"Sudahlah. Kamu sudah buat mama dan papa malu. Untung saja ada guru-guru kamu yang mempertahankan kamu untuk bisa ikut ujian kalau tidak. Mau jadi apa kamu nantinya." Rika terus menyalahkan sang anak dari tempat duduknya membiarkan sang anak menangis tersedu-sedu  di lantai

"Kamu pikir tidak? Betapa malunya papa sama mama kamu tadi." Tunjuk Jerry pada si anak sangat marah

"Maafkan aku pah," lirih Mawar dibawah kaki sang ayah

"Sudahlah! Selesai ujian kamu ikut kita ke Amsterdam. Biar kami bisa mengontrol kamu lebih dekat lagi."

"Tapi pah," bantah Mawar

"Tidak ada alasan lagi, kamu akan ikut ke Amsterdam. Itu sudah menjadi keputusan bapa dan mama kamu." Dengan sangat kesal kedua suami istri itu pergi begitu saja tanpa mempedulikan sang anak yang menangis tersedu-sedu.

Kali ini Mawar tidak bisa berbuat apa-apa lagi, dia harus tetap menerima keputusan ke dua orang tuanya meski pada akhir ia akan berpisah dengan Dave.

Melihat kondisi anak asuhnya, Bibi Waty langsung berlari memeluk anak asuhnya yang masih terduduk di lantai dengan derai airmata. Kasih sayang Bibi Wati pada Mawar lebih besar dari pada kedua orang tuanya. Sedari bayi Bibi Wati  lah yang mengurus Mawar. Mawar hanya mendapatkan kasih sayang yang tulus dari pengasuhnya.

Dengan lembut Bibi Wati menghapus airmata anak asuhnya itu meski dia sendiri juga tak bisa menahan airmata nya yang keluar. Ketulusannya membuat Wati tidak tegah melihat anak asuhnya menderita.

"Jangan nangis lagi! Ayo bangun! Wati berusaha membantu Mawar bangun dari tempatnya.

POV DAVE

Para guru terlihat sedang berkumpul mengemil makanan ringan sembari membicarakan sesuatu.

"Teman-teman, sekali lagi saya mau minta terima kasih karena berkat dukungan kalian Mawar anak wali saya bisa mengikuti ujian meskipun dalam keadaan seperti itu," seru Dave

"Itu sudah kewajiban kita sebagai guru mempertahankan muridnya meski dia sudah berbuat," sambung Rani

"Iya Dave. Itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai guru," tambah Roy guru Matematika.

"Aku sih, hanya khawatir nasib anak itu ditangan orang tuanya," ucap Rani

Dave tersenyum kecil. "Doain aja dia baik-baik saja." Dave teringat akan gadis yang dicintainya itu

"Kalau dari pemikiranku sih Mawar kayaknya lagi dikupas abis-abisan sama orang tuanya, soalnya tadi di rapat aja muka kedua orang tuanya nggak ada senyum- senyumnya," sambung Roy

MURID ADALAH MAUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang