BAB 2

33 3 1
                                    

Hai guyss selamat malam!!
Aku update nih!

Guys aku mau memberikan peringatan ke kalian ya bahwa cerita ini tuh hanya fiktif belaka. Jangan terlalu di pikirin dan bila ada beberapa part atau dialog yang menurut kalian diluar nalar, mohon dimaklumi ya. Namanya juga fiksi hehe

Yauda deh segitu aja.

Selamat membaca!

•••



"Ma."

"Ma" Panggil Zenara sekali lagi.

Anin yang tengah memasak pun terpaksa berbalik. "Kenapa, Ze?"

Zenara memainkan masing-masing jari telunjuknya seraya menunduk. "A-ada yang mau Zenara omongin ke Mama dan Papa."

"Tapi Papa kan udah berangkat kerja, Ze. Oh iya, kamu gak kerja?"

"Ze lagi libur, Ma."

"Dibicarainnya nanti aja, bisa? Kita tunggu Papa pulang" Ujar Anin. Karena melihat dari ekspresi dan gerak-gerik Zenara belakangan ini memang ada yang janggal.

Zenara mengangguk lalu berbalik, berjalan masuk ke kamarnya. Sampai punggung kecil Zenara menghilang pun pandangan sang ibu tak lepas dari tempat dimana Zenara berpijak.

Anin memilih kembali fokus pada masakannya. Namun tak bisa. Memang ada beberapa pertanyaan yang ingin Anin tanyakan pada Zenara. Sebagai seorang ibu, Anin pastinya lebih peka terhadap perubahan anak-anaknya walau hanya sekecil biji stroberi.

"Apa benar dugaanku kalau Zena.... Ah!Nggak! Mana mungkin."

≈≈≈

Tak terasa malam pun tiba. Semua anggota keluarga Zenara telah berkumpul di meja makan kecuali sang kepala keluarga yang masih dinanti kepulangannya.

Zenara tak bisa menahan diri untuk tidak bergerak gelisah. Dan itu semua tertangkap jelas dimata Anin.

"Papa pulang!" Semuanya menoleh kearah pintu utama. Disana berdiri gagah sang kepala keluarga dengan kemeja merah tua dan celana keper berwarna hitam.

Walaupun sudah berkepala lima namun tetap tak melunturkan wibawa yang ada. Ayahnya masih sama seperti dulu saat ia kecil. Gagah, berwibawa, disiplin namun tetap lembut dan penyayang.

Jantung Zenara semakin berdegup kencang. Bisakah ia menjelaskan semuanya hingga tuntas?

Jujur, ia takut.

"Udah pada nungguin, ya? Maaf ya" Ucap sang kepala keluarga sembari tersenyum hangat dengan sebelah tangannya mengelus lembut surai gadis bungsunya.

Nyali Zenara semakin menciut. Akankah perlakuan ayahnya tetap sama jika mengetahui hal yang terjadi padanya saat ini? Masih dapatkah ia melihat senyum hangat dan elusan lembut dari ayahnya?

"Yaudah, yuk kita mulai."

Makan malam pun terlewati dengan khidmat.

Zenara hendak bangkit dari duduknya, namun suara sang ibu menghentikannya. "Ze, katanya ada yang mau diomongin sama Mama dan Papa."

Sang ayah menoleh pada anak bungsunya. "Iya, Zena? Mau ngomongin apa?"

Zenara berhasil dibuat membeku layaknya es. Padahal ia berniat membatalkan rencananya untuk memberitahu kedua orangtuanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BABY ZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang