Part 1: "Napas yang Sesak"

5 3 2
                                    

Haii...

Enjoy🤍
•••

"Aku berdiri menatap langit yang tak pernah sama, berharap di antara bintang-bintang yang bersinar, ada satu yang mengerti kesunyian dalam hatiku."
•••

Happy Reading🌷
•••
...

Part 1: "Napas yang Sesak"

Suara detak jantung dari mesin monitor memenuhi ruangan yang putih dan steril. Analisa membuka matanya perlahan, merasakan sisa-sisa sakit yang menekan dadanya. Aroma antiseptik menyergap indra penciumannya, mengingatkan dia bahwa ini bukan pertama kalinya dia berada di ruangan ini.

"Analisa?" Suara lembut itu membangunkan dia sepenuhnya dari keterpurukan. Sean duduk di samping ranjangnya, wajahnya yang tampan terlihat lelah namun lega. "Kamu baik-baik saja?"

Analisa berusaha tersenyum, meskipun bibirnya terasa kering. "Aku masih hidup, kan?"

Sean tertawa kecil, tetapi sorot khawatir di matanya tidak bisa disembunyikan. "Kamu membuatku khawatir. Serangan asma ini yang paling parah. Aku... aku tidak tahu apa yang harus kulakukan jika terjadi sesuatu padamu."

Analisa menarik napas dalam-dalam, merasa sesak, tetapi dia mencoba menyembunyikannya di balik senyumnya. "Kamu terlalu berlebihan, Sean. Aku sudah biasa."

"Tidak seharusnya kamu terbiasa dengan ini," Sean mendesah, menggenggam tangannya. "Kamu harus lebih menjaga diri."

Mereka berdua terdiam sejenak. Di luar jendela, matahari pagi mulai menembus tirai tipis, memancarkan sinar keemasan ke dalam ruangan. Sejenak, dunia terasa tenang.

Namun, di balik ketenangan itu, Analisa merasakan kegelisahan yang sulit dijelaskan. Seperti ada sesuatu yang menunggu di luar sana, sesuatu yang akan mengubah hidupnya.

Sean kemudian berdiri, memaksakan senyum di wajahnya. "Aku harus pergi sebentar. Ada rapat organisasi, tapi aku akan kembali nanti, oke? Jangan kemana-mana."

Analisa mengangguk pelan, menatap punggung Sean yang semakin menjauh dari ruangan itu. Saat pintu tertutup, kesunyian kembali menyelimuti. Dia menghela napas, mencoba mengatasi rasa hampa yang entah kenapa semakin hari semakin sulit diabaikan.

Dan itulah saat pintu terbuka lagi-bukan Sean yang masuk kali ini, melainkan seorang lelaki dengan jaket kulit hitam, tampak seperti seseorang yang tidak seharusnya berada di rumah sakit. Senyuman tipis terukir di wajahnya, penuh dengan rasa percaya diri yang menjengkelkan.

"Kau Analisa, kan? Arjuna," katanya tanpa basa-basi, lalu menyender di dinding dengan santai. "Dengar-dengar, kau butuh seseorang yang bisa menjagamu lebih baik dari Sean."

Analisa memandangnya dengan alis terangkat. Siapa lelaki ini dan apa maksudnya dengan ucapan itu? Hari itu, tanpa disadari Analisa, menjadi titik awal dari petualangan yang akan mengubah hidupnya-dan mengungkap rahasia masa lalunya yang telah lama terkubur.

...

Analisa mengernyitkan alisnya, menatap Arjuna dengan penuh curiga. "Siapa kamu sebenarnya? Dan kenapa kau tahu tentangku?"

Arjuna tertawa kecil, suara tawa yang entah bagaimana terdengar seperti cemoohan dan candaan sekaligus. "Aku? Hanya seseorang yang senang membantu orang lain, walaupun mereka tidak memintanya." Dia kemudian menatap langsung ke mata Analisa. "Lagipula, teman sepertimu tidak seharusnya sendirian, apalagi dengan keadaanmu yang seperti ini."

Hujan di Musim Gugur (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang