1. Senja & Kasa

221 21 0
                                    

Terdengar suara langkah kaki menuruni anak tangga. Kaki yang di balut dengan sepatu itu sedikit tergesa, mengayun dengan lebih cepat. Saat tiba di anak tangga terakhir, dia membuka gerbang besi itu dan berjalan kearah luar, matanya langsung menyapu pada jalanan basah yang ada di sekitarnya. Seulas senyum terbit saat seseorang muncul dari bangunan yang berdiri kokoh tepat di hadapannya. Matanya semakin berbinar saat seseorang dengan kaos hitam dan luaran kemeja senada itu menuruni anak tangga dan tiba seberang jalan. Dia melirik sekilas, tapi tetap acuh.

"Sa?!"Merasa di abaikan, dia memanggil, yang di panggil menghentikan langkahnya, pemuda itu menoleh, mengangkat sebelah alis.

"Mau kuliah, ya?" tanyanya.

"Manurut kamu?" Gadis dengan rambut cepol itu tertawa, lalu dia mengejar pemuda yang sudah berjalan dengan santai menjauhinya.

"Sa? Pagi tadi hujan, kira-kira nanti siang hujan lagi, gak ya?" celetuknya sambil mensejajarkan langkahnya dengan pemuda itu.

"Kamu bisa lihat di ramalan cuaca, Senja." Gadis yang di panggil Senja itu menghela napas pelan. Dia berjalan sambil menengadah, menatap gumpalan awan, suasana pukul delapan pagi ini begitu sejuk setelah di guyur hujan. Gadis itu tampak berpikir, keningnya berkerut. Tiba-tiba dirinya tersentak saat seseorang menarik tas yang ada di punggungnya dengan cukup kuat, membuatnya terhuyung ke belakang. Dia langsung menoleh pada pemuda di sebelahnya.

"Sudah berapa kali aku ingatkan? Perhatikan jalan," ucapnya, dia menunjuk pada tiang listrik yang menjulang tinggi di hadapan Senja. Gadis itu tertawa pelan.

"Terima kasih, Angkasa." Pemuda itu tak menjawab, memilih untuk terus melanjutkan jalannya. Senja dan angkasa berada di jurusan yang sama, tapi mereka tidak satu kelas. Kos mereka berhadapan, membuat Senja semakin bisa mengganggunya. Sayangnya pemuda pemilik mata teduh itu sudah terbiasa dengan Senja beserta tingkah "spesialnya".

"Sa? Kamu gak ada niatan buat godain aku sesekali?" celetuk Senja. Mereka berdua sudah mulai memasuki area kampus. Banyak orang berlalu lalang di sekitar, jalanan kampus sudah tidak begitu basah. Sebagian paving sudah mulai mengering meskipun masih ada beberapa genangan air hujan di pinggi jalan.

"Enggak." Angkasa tetap acuh, dia melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tangannya. Memastikan dia tidak akan telat masuk kelas.

"Atau sesekali puji aku cantik, gitu?" Senja berujar lagi.

"Enggak." Angkasa mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya, melihat jadwal kelas dan juga gedung kuliahnya.

"Kasa, kamu gak mau mencoba untuk baik sesekali sama aku?" Angkasa menghela napas pelan, menoleh pada Senja, menatapnya beberapa saat. Senja terpaku di tempatnya saat mendapati tatapan tajam dari Angkasa.

"Memangnya pernah aku jahat?" Senja sedikit berpikir, memang Angkasalah yang selalu membantunya. Entah bagaimana ceritanya, pemuda itu selalu muncul saat Senja mengalami kesulitan. Tanpa berbicara, tanpa bertanya, Angkasa selalu diam, tapi meunjukkan kepeduliannya. Gadis itu terkekeh pelan, lalu menggeleng.

"Masuk kelas, sana. Nanti makan siang bareng," ucap Angkasa. Belum sempat Senja menjawabnya, pemuda itu sudah berbalik dan meninggalkan Senja sendirian. Senyumnya mengembang dengan sempurna.

"Semangat kuliahnya, Kasa!" teriak gadis itu sambil melambaikan tangan, padahal Angkasa sudah pergi jauh dan tidak menoleh lagi.

Namanya adalah Angkasa Aldevaro Mahendra, laki-laki pemilik mata teduh dan juga tubuh proporsional itu adalah teman baik Senja Sandhya Atama sejak menginjakkan kaki di dunia perkuliahan. Semuanya bermula atas ketidaksengajaan Senja yang mematahkan name tag pemuda itu saat masa ospek. Sejak saat itu, kehidupan Angkasa yang awalnya damai dan tentram, mulai berisik karena kehadiran Senja, tapi entah kenapa, pemuda itu suka.

***
"Gue gak tau ini jurnal bisa selesai besok atau enggak."

Senja menoleh pada gadis di sampingnya, gadis berkacamata dengan bingkai tipis itu hanya membalas tatapan Senja dengan lesu. Perkuliahan baru saja usai, jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Beberapa orang sudah lebih dulu keluar dari ruangan ini, sedikit berdesakan di pintu.

"Gue juga gak tau, Ray," balas Senja.

Gadis itu langsung memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dan bersiap akan pergi. Naray, sahabatnya itu memandangnya dengan heran.

"Heh, mau kemana? Jurnal lo, udah?" Senja bangkit dari duduknya.

"Mau lunch bareng Angkasa."

Senja mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum jahil. Setelahnya dia langsung pergi meninggalkan Naray yang masih terdiam.

"Dasar, kalo soal Angkasa selalu dia nomor satukan," kesalnya.

Senja keluar dari gedung kelasnya dengan setengah berlari, dia berniat akan menghampiri Angkasa di gedung sebelah. Langkahnya perlahan berhenti saat dia berpapasan dengan seseorang.

"Danu? Kasa mana?" tanyanya.

"Lah, udah pergi dia." Pemuda yang di panggil Danu itu menunjuk kearah kantin kampus, kemana Angkasa pergi.

Senja langsung pergi lagi tanpa menanggapi ucapan Danu. Dia tiba di pintu masuk kantin saat matanya menangkap sosok Angkasa sedang berdiri tak jauh darinya.

"Sa?!" Pemuda itu menoleh, melihat Senja yang kini berlari ke arahnya.

"Gak perlu lari, aku gak kabur."

Senja menunjukkan cengiran khasnya, membungkuk menetralkan nafasnya yang terengah. Setelahnya Angkasa berjalan lebih dulu untuk mengambil tempat duduk, diikuti oleh Senja.

Kedua orang itu duduk tak jauh dari pintu keluar kantin, Angkasa langsung memesan makanan untuk mereka berdua. Kantin kampus tidak begitu ramai di jam makan siang seperti ini, lebih banyak dari mereka memilih untuk pulang dan makan di kos, karena jam istirahat cukup panjang.

"Sa?"

"Hm."

"Kelas kamu udah pernah disuruh buat jurnal itu, gak?" Senja meletakkan ponselnya di atas meja, lalu atensinya beralih sepenuhnya pada Angkasa.

"Jurnal? Oh, udah."

"Bantuin." Angkasa mengalihkan tatapannya dari ponsel dan menatap Senja dengan serius.

"Kapan di kumpulin?"

"Besok." Angkasa membulatkan matanya, menatap Senja yang menjawabnya santai dengan tajam. Gadis itu hanya tersenyum canggung, dia tahu apa yang akan Angkasa-nya ucapkan.

"Aku selalu bilang, kerjain tugas di awal. Buat jurnal gak segampang itu, Senja. Kebiasaan buruk-"

"Jangan di pupuk, jangan di tabung, engga bakal berbunga dan jadi uang. Oke, Sa. Senja paham," ucap Senja, menirukan gaya bicara Angkasa yang sering pemuda itu ucapkan. Tangan Angkasa langsung terulur dan menyentil kening gadis itu, membuatnya mengaduh kesakitan.

"Gadis nakal!" Senja hanya mencebikkan bibirnya kesal.

"Sa, pokoknya kamu harus bantuin aku. Kalo enggak, kita putus!" Senja mengacungkan jari telunjuknya di hadapan Angkasa. Pemuda itu hanya menepisnya dengan pelan.

"Oke."

"Oke apa?"

"Oke putus."

"KASA!" Pemuda itu hanya menghela napas pelan. Dia sudah kebal dengan segala ulah Senja."Sa, kita udah temenan dari lama, kamu gak ada niatan mau lamar aku? Minimal pacarin, kek."

"Jadi cewek waras dulu, ya?" jawab Angkasa. Senja baru saja akan membalas pemuda itu, saat pesanan mereka tiba. Senja langsung terdiam dan bersiap akan menyantap makanannya. Senja tidak akan berkata-kata lagi jika dia di hadapkan dengan makanan.

"Habis maghrib ke tempat biasa buat kerjain jurnalnya. Kalo telat, aku tinggal." Angkasa mengucapkan hal itu sambil fokus dengan makanannya.

Senja mendongak, menatap Angkasa dengan binar matanya. Senja tahu bahwa Angkasa-nya tidak akan pernah meninggalkannya dalam kesulitan apa pun. Gadis itu tersenyum lebar, mengacungkan kedua jempolnya pada Angkasa.

"Selamat makan, Kasa!" ucapnya riang.

"Hm, dasar!"

Angkasa-nya selalu bisa dia andalkan.

Senjanya AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang