Langit terlihat gelap dengan gumpalan awan hitam yang menyelimuti, musim penghujan kali ini tidak seperti tahun kemarin dengan jalanan yang selalu basah dan becek. Matahari tak terlihat sedang berada di sebelah mana. Gerimis turun perlahan, dengan sangat halus. Gadis dengan rok berwarna biru wingkel tiga perempat dan juga kaos putih polos itu menengadah menatap langit, tangannya terulur demi melihat seberapa derasnya air hujan. Dia memegang payung di tangannya, tapi entah kenapa hujan selalu membuat perasaannya tidak nyaman.
Tak lama, terlihat sebuah mobil melintasi gang itu, hampir memenuhi jalanan. Seseorang membunyikan klakson dari sana. Membuat Senja mengernyit dan memicingkan matanya. Jendela kaca itu terbuka sedikit, menampakkan sosok Angkasa yang melambai padanya. Senja tersenyum, dia meraih bingkisan yang ada di teras kosnya itu, membuka payungnya dan bersiap akan menghampiri Angkasa.
Angkasa berniat membawanya pulang, meskipun sudah berteman selama hampir tiga tahun, Senja masih belum pernah menginjakkan kakinya di rumah Angkasa, begitu juga sebaliknya. Rumah keduanya tidak terlalu jauh, butuh waktu setengah jam untuk tiba. Mereka memilih untuk menempati kos, agar bisa lebih dekat dengan kampus dan berjalan kaki kemana saja.
Senja baru sadar, ini adalah Lexus Silver milik Danu. Rintik hujan membuatnya tak bisa melihat dengan jelas tadi.
"Sudah?" tanya Angkasa saat gadis itu sudah duduk manis di sampingnya. Senja mengangguk. Setelahnya Angkasa mulai menyetir dengan pelan.
Senja menyandarkan dirinya di sandaran kursi. Melihat ke samping, keluar jendela. Jendela itu sedikit buram karena air hujan.
"Sa?"
"Hm?"
"Kamu suka hujan?" tanya Senja. Setahu Senja, Angkasa paling tidak suka keluar kos jika hujan. Kecuali memang hanya untuk kuliah. Senja masih memperhatikan jalanan, sedangkan Angkasa belum juga menjawab pertanyaannya. Gadis itu menoleh, dia tak bisa melihat ekspresi Angkasa dari posisinya saat ini. Pemuda itu masih sibuk menyetir.
"Kamu gak suka hujan, ya?"
"Kata 'suka' seperti apa yang kamu maksud, Senja?" tanya Angkasa pada akhirnya. Senja tak menjawab, bingung harus mengatakan apa. "Aku tidak suka hujan, karena pekerjaanku bisa saja tertunda. Aku gak bisa bebas kemana pun tanpa payung."
"Dari dalam hatimu, apa kamu suka hujan, Sa?"
"Aku pernah suka hujan. Setelahnya, aku pernah membencinya. Saat ini, aku sudah berdamai dengan hujan, tak ada apa pun yang aku rasakan tentangnya, tapi kalau boleh jujur ... Aku merindukan hujan dengan segala kenangan indahnya." Senja tertegun sejenak. Angkasa mengucapkannya seperti tanpa beban. Lelaki itu masih fokus dengan pandangan lurus, mengemudi membelah jalanan kota. Senja memalingkan wajahnya, memperhatikan wiper yang bergerak ke kanan dan ke kiri menyapu air hujan.
Apakah ada seseorang di balik cerita hujan yang Angkasa maksud?
***
Mobil itu memelankan lajunya saat memasuki sebuah pelataran rumah yang cukup luas. Angkasa sudah memberitahu Ibunya bahwa dia akan pulang bersama Senja. Senja memperhatikan sekitarnya, ada seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di teras.
"Ayo," ajak Angkasa. Pemuda itu baru saja akan turun saat Senja menahannya.
"Sa, aku gugup." Angkasa menoleh, pemuda itu tertawa pelan.
"Untuk apa gugup? Senja biasanya lebih banyak tingkah, kenapa sekarang malah gugup? Tidak seperti Senja yang aku kenal." Senja berdecak.
"Kamu gak mengerti, Sa." Angkasa menepuk puncak kepala Senja dua kali, dengan pelan.
"Ayo, kasian Bunda nungguin, tuh." Mau tak mau, akhirnya Senja mengikuti langkah Angkasa dan keluar dari mobil.
Senja melihat bagaimana interaksi antara Angkasa dan juga Ibunya. Senja juga memperhatikan, ternyata mata teduh milik Angkasa, juga di miliki Ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senjanya Angkasa
Teen FictionAku menyukai caranya tersenyum, aku menyukai caranya berbicara, sku menyukai caranya memandangku, aku menyukai setiap detail dari dirinya. Aku menyukai matanya yang teduh, tapi bersinar terang. Ini adalah cerita tentang Angkasa-ku. Cerita tentang...